Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan darah dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petang Sebelum Fajar Datang
Bulan Ke 1 Tahun 1248
Malam ini adalah malam sebelum pertempuran besar di Ibukota Kerajaan Kokki'al terjadi. Freis sedang berjalan di ibukota mencari tempat untuk bermalam. Jalanan kala itu begitu sepi, ia hampir tidak berpas-pasan dengan siapapun malam itu.
Dan Freis pun menghentikan langkahnya.
Sekarang tepat dihadapannya berdiri sebuah penginapan yang bernama Aintos. Ia kemudian membuka pintu penginapan itu dan mulaii melangkah masuk. Terlihat di pojok kanan dari pintu masuk seorang laki-laki dengan tas yang berisi barang-barang di punggungnya. Ia berdiri sambil membelai anaknya yang duduk sambil menikmati minumannya. Bagian kanan dari pintu masuk adalah ruang tunggu penginapan ini.
Kemudian ia menoleh ke arah kiri dan disana ada meja-meja dan kursi-kursi yang tertata rapi. Terdapat sekitar 7 pasang meja & kursi, dan setiap pasangnya berisi 1 meja panjang dan 4 kursi. Itu adalah rumah makan di penginapan ini. Disana ia melihat seorang wanita muda yang sedang duduk sambil memejamkan mata dan melipat tanggannya.
"Mungkin ia sedang berdoa untuk bencana yang akan terjadi fajar nanti."
Setelah mengamati wanita itu sejenak, Freis kemudian melangkah menuju meja pemesanan. Disana dijaga oleh seorang wanita berusia sekitar 23 tahunan dengan rambut hitam panjangnya, dan kacamata bewarna perak yang menghiasi wajahnya.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan?"
"Ya... Aku ingin menginap disini. Apa masih ada kamar yang kosong?"
"Tunggu sebentar Tuan."
Wanita itu kemudian mulai membuka dan membaca buku besar dengan sampul berwarna hitam dan merah yang ada di hadapannya.
"Ada 3 kamar yang kosong, Tuan. Yang pertama tepat di samping tangga begitu anda naik ke atas menggunakan tangga disana..."
Wanita itu menunjuk tangga yang ada di sebelah kirinya.
"Yang kedua berada di pojok kiri setelah Tuan menaiki tangga. Dan yang ketiga berada di sebelah kanan tangga berkisar tiga kamar dari tangga."
Kemudian wanita itu menutup bukunya dan menatap Freis sambil tersenyum.
"Baiklah, Tuan. Sekarang ruang manakah yang akan anda pilih?"
"Aku mau ruang yang berada di pojok."
"Baik, Tuan. Harga sewanya 5 koin perak semalam."
Freis merogoh kantung bajunya dan mengambil 5 koin perak, kemudian menyerahkannya ke wanita di hadapannya.
"Terima kasih, Tuan."
Wanita itu tersenyum sambil menundukkan kepalannya. Setelahnya ia kembali berkata kepada Freis.
"Apa Tuan ingin saya mengantar anda ke kamar?"
"Tidak perlu..."
"Baik, Tuan."
"Apa itu termasuk bagian dari pelayan penginapan ini?"
Freis menunjuk ke arah tempat makan di sebelah kirinnya.
"Itu tidak termasuk dalam pelayanan penginapan ini, Tuan. Jika Tuan ingin memesan, tuan bisa membayar disana. Disana ada Ayah saya yang akan melayani Tuan."
"Terima Kasih."
Dan Freis berjalan menuju ruang makan. Dipojok kiri terlihat seorang laki-laki paruh baya dengan tubuh gempal menyapanya dengan senyuman. Ia kemudian berjalan menghampiri laki-laki itu.
"Tuan ingin pesan apa?"
"Arak... tolong berikan aku sebotol arak terbaik Anda."
"Baik, Tuan."
Dan laki-laki itu menyerahkan sebotol arak kepadanya.
Laki-laki itu terlihat penasaran dengan pedang yang tergatung di pinggang kirinya. Tapi Freis mengacuhkan rasa penasaran laki-laki tua di hadapannya itu.
"Tuan... apakah Tuan akan ikut dalam peperangan yang akan terjadi esok?"
Freis menatap kedua mata laki-laki di hadapannya sebelum mulai menjawab.
"Tidak! Aku hanyalah seorang pengelana. Dan pedang yang kubawa ini hanyalah untuk melindungi diriku saat di perjalanan."
"Baik, Tuan. Saya bersyukur anak semuda Tuan tidak terjun ke dalam peperangan esok fajar. Tuan terlihat lebih muda dari putri saya. Ia adalah putri saya..."
Laki-laki itu menunjuk meja pemesanan sebelumnya.
"Ibunya telah meninggal saat melahirkan melahirkannya..."
"Maaf... bisakah saya bertanya berapa harga arak ini?"
Freis memotong pembicaraan laki-laki itu karena mulai merasa terganggu dengan sikap sok kenal laki-laki itu.
"Maaf Tuan, jika saya mengganggu anda. Harganya 3 koin perak."
Freis menyerahkan 3 koin perak.
"Terima kasih, Tuan."
Kemudian Freis duduk dan meneguk sebotol arak di tangannya. Ia duduk dan menikmati arak miliknya di ruang makan penginapan sambil memejamkan matanya. Menikmati setiap kehangatan yang mengalir deras mengisi kerongkongan dan dadanya. Mengalir bersamaan setiap tegukan arak yang ada di tangannya.
****
Saat itu Raya duduk diranjangnya melihat Frank sedang mengasah pisau kerambit miliknya. Elise kala itu sedang keluar mencari makanan untuk makan malam mereka. Esok fajar adalah hari dimana Frank akan ikut dan bergabung dalam peperangan besar di Ibukota Kerajaan ini.
Terlihat wajah tenang Frank saat mengsah kerambitnya.
"Frank, apa kau harus benar-benar ikut dalam peperangan esok?"
Frank menoleh ke arahnya kemudian tersenyum."
"Tentu, Raya. Bukankah kita sudah memutuskan itu sejak memutuskan berangkat ke sini?
"Ya, aku tahu itu. Tapi kau tidak memiliki kewajiban untuk melakukannya."
Raya menatap Frank dengan cemas.
Bagaimana ia bisa setenang ini?
Raya merasa bingung dengan sikap yang ditunjukkan Frank.
"Apa Kau mengkhawatirkanku Raya?"
"Aku..."
Raya berhenti karena bingung harus berkata apa kepada Frank.
Sekarang terdengar olehnya Frank yang tertawa lantang sambil membelai kepalanya.
"Aku baru menyadari, ternyata gadis kecil ini begitu mengasihiku..."
Frank terus tertawa dengan riang, dan Raya hanya bisa menunduk wajahnya merasa malu.
"Karena kau adalah... bagiku kau seperti... kuanggap seperti ayahku sendiri."
Tiba-tiba Raya tidak bisa mendengar suara tawa Frank lagi. Ia pun mengangkat kepalanya sejenak dan terlihat Frank yang sedang tersenyum kepadanya.
"Raya... aku benar-benar bersyukur kau menganggap ku sebagai seorang ayah. Jika Elise mendengarnya pastilah ia akan sangat bahagia."
"Apa esok kau akan benar-benar pergi, Frank?"
"Ya... Raya..."
Sudah tidak mungkin, tidak ada cara lagi untukku dapat menghentikanya.
"Raya, esok pergilah dengan Elise. Dan jangan pergi dari sampingnya. Kau mengerti?"
Frank mendekatkan wajahnya ke arah Raya.
"Ya... Aku mengerti"
"Bagus... Sekarang istirahatlah. Dan saat Elise telah tiba aku akan membangunkanmu."
Kemudian Raya mulai membaringkan tubuhnya di Ranjang. Saat itu kecemasan mengalahkan rasa lelah di tubuhnya. Ia tidak dapat menghilangkan kecemasannya jika hal buruk akan menimpa Frank esok. Bagaimanapun juga, ini adalah peperangan. Dan sehebat apapun Frank, esok ia harus menghadapi putaran roda yang tak dapat ditebak dengan pasti alurnya.
Bagaimana jika aku harus kehilangan Frank, seperti aku harus kehilangan ayah dan ibu?
Bagaimana dengan Elise? Apa yang akan terjadi jika ia harus kehilangan Frank?
Berbagai pikiran terlintas dalam benak Raya. Ketakutan dan kecemasan datang, mengancam, serta menghantuinya.
****
Freis duduk di ranjang di penginapannya, sambil mengasah dan membersikan Pedang Anemo warisan kakeknya. Ia mengasah pedang Anemo seolah ia sedang tenggelam ke dalam kilauan bilah pedang itu.
Pedang ini telah dilumuri oleh darah. Darah para harimau itu. Mereka yang telah menghancurkan keluargaku.
Dendam telah menenggelamkan Freis ke dalam jurang kebencian yang tak berdasar. Membutakan mata dan hatinya. Telinganya sudah tuli dengan suara tangisan di sekelilingnya. Hatinya sudah bisu untuk dapat merasakan kesesakan di sekitarnya.
Freis telah tenggelam sepenuhnya ke dalam kubangan kebencian.
Ia telah mendengar kabar tentang jendral yang akan memimpin peperangan The Tiger Kingdom esok.
Harse Greg / Laki-laki yang telah membunuh kedua orang tuanya.
"Ayah... Ibu... esok aku berjanji akan memenggal kepala orang telah membunuhmu."
Freis menghela nafas panjang.
"Dan kakek... esok adalah hari dimana aku akan membalaskan dendamu atas kematian putri tercintamu?"
Freis menatap tajam bilah pedang miliknya sambil mengelap bilah pedang itu dengan kain halus di tangan kanannya.
Esok adalah hari dimulainya pembalasanku.
****
"Dan petang itu singgah dengan membawa beribu kecemasan dan duka,
Ia datang mengabarkan tentang Fajar yang akan muncul dikemudian,
Fajar yang akan membawa kesedihan dan duka,
Fajar yang dipenuhi oleh kematian,
Dan darah...
😂
😂