Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Habibah duduk di teras rumahnya sambil memainkan ponselnya. Helaan nafas keluar dari bibir mungilnya.
"Padahal mumpung aku belom mulai ngampus lagi...gagal deh main!", monolog gadis cantik itu.
"Kenapa di tekuk gitu mukanya?", tanya sang ayah.
"Ini Yah, Ica sama Shaka ngga jadi main. Ternyata Om Ziyad datang ke rumah Ica."
Ganindra tersenyum.
"Kamu kecewa karena gagal main sama Ica, atau ngga ketemu sama Shaka?", ledek ayahnya.
"Ayah ihhh...yo ndak toh Yah. Bibah pikir kita tuh mau jalan gitu lho. Sesok kan Bibah udah mulai ngampus, beda sama mereka."
Ganindra menggeleng pelan.
"Apa sih Yah, Bibah? Kayaknya ngobrolnya seru banget?", Hima meletakkan teh hangat untuk suaminya.
"Makasih ,Bu!", kata Ganindra. Hima hanya mengangguk lalu ikut duduk bersama anak dan suaminya.
"Ini lho Bu, anak mu kecewa ngga jadi ketemu sama Shaka. Pak Ziyadnya malah ke rumah anak sulungnya. Makanya mood nya jadi jelek begitu!"
"Ayah apa sih, gak lho Bu!", kata Habibah.
"Jadi penasaran kayak apa sih yang namanya Shaka itu? Pasti ganteng ya, Bibah?", tanya Hima. Habibah spontan mengangguk.
"Tuh...kan, Bu! Ngaku kan Bibahnya! Jaga tuh pandangan Bibah, inget sama hijab yang kamu pake!", sang ayah mengingatkan.
"Ya Allah, Ayah! Ngga segitunya juga! Bibah juga inget kok. Cuma kan Bibah jujur, emang Shaka ganteng kok! Kan kita juga udah kenal dari dulu. Wajar dong kalo Bibah bilang Shaka ganteng, ngga baru liat kemarin juga Yah, Bu!", kata Bibah membela diri.
Ibunya hanya menghela nafas pelan mendengar obrolan ayah dan anak tersebut.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Ica menyusul Shaka yang rebahan di kamar. Tangannya ia jadikan bantal. Matanya menatap lurus ke langit-langit kamar itu.
Gadis itu duduk di bangku yang ada di depan meja rias. Tapi kedatangan Ica sepertinya tak membuat Shaka terusik.
"Ka...!", panggil Ica lirih. Shaka menoleh sekilas dan setelah itu mengabaikan Ica lagi.
"Mau bilang kaya papa, semua itu buat kebaikan kita? Iya?", tanya Shaka tanpa menatap Ica.
Ica menghela nafas panjang.
"Aku kan ngga tahu ceritanya gimana Ka. Tiba-tiba dengar Kakung ngomong kaya tadi."
Shaka menoleh lalu duduk bersila menyandarkan punggungnya.
"Soal aku dan Cyara?", tanya Shaka. Dengan ragu, Ica mengangguk.
"Aku sendiri bingung Ca!", kata Shaka menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan bercerita.
Apa pun itu, aku akan dengar Ka!
"Jujur...selama empat tahun lebih kami saling mengenal...aku dan Cyara sama-sama merasa nyaman!"
Ica meremas jemarinya, tapi tak ia tunjukan di depan Shaka.
"Kami tahu, perbedaan di antara kami...tapi kami memutuskan untuk selalu bersama menjalani hubungan yang ...entahlah!"
Ica mengernyitkan alisnya.
"Maksudnya?", tanya Ica bingung.
"Kami tak pernah berkomitmen untuk berpacaran. Karena kami tak mau hubungan seperti itu yang nantinya akan ada istilah putus."
Ica menggigit bibirnya.
"Tapi...layaknya pasangan kekasih, kami...ya begitu lah Ca!", Shaka mengedikan bahunya.
Begitu yang bagaimana? Apakah kehidupan kalian sebebas itu di luar sana?
Ingin rasanya Ica menanyakan hal itu. Tapi apa pantas ia bertanya hal yang sangat privat seperti itu...???
"Kami tahu...kami berbeda, dan mungkin tidak bisa bersatu! Tapi takdir Tuhan siapa yang tahu kan Ca?", tanya Shaka yang menatap Ica. Gadis itu tak bereaksi apa pun selain membalas tatapan mata Shaka.
"Tuhan menghadirkan rasa cinta di antara kami, tapi kenapa Dia juga tak bisa menyatukan kami?"
"Takdir! Semua karena takdir! Sebesar apa pun perasaan kalian, jika yang kuasa berkehendak untuk tidak menyatukan kalian...kalian hanya perlu menerimanya dengan lapang dada."
Aku pun sama Ka, sebesar apa pun rasa ini buat kamu, tapi aku sadar jika aku tak sepantasnya memiliki rasa itu!
Shaka memalingkan wajahnya.
"Ngga semudah itu, Ca!", ujar Shaka.
Ica mengangguk pelan.
"Iya, aku tahu! Aku tahu seperti apa posisi kamu. Mungkin...mencintai tanpa harus memiliki ,itu benar adanya."
Shaka menoleh lalu menatap mata Ica yang berkaca-kaca.
"Kalau kamu memang sayang sama Cyara, mungkin sebaiknya kalian saling melepaskan. Kalian tidak perlu mengorbankan keimanan kalian. Karena semua sama di depan yang maha kuasa! Jangan kecewakan orang tua, Ka!", kata Ica yang terdengar begitu dewasa kali ini di telinga Shaka.
Shaka merubah posisi duduknya berhadapan dengan Ica.
"Apa aku bisa?", tanya Shaka.
Ica mengangguk pelan.
"Selama kamu berniat dan berusaha melakukannya karena Lilahita'ala, insya Allah di mudahkan. Kalian akan semakin terluka lebih dalam kalau....?!''.
Shaka mengangkat tangannya meminta Ica diam. Lalu pemuda itu mengambil ponselnya dan menghubungi Cyara tepat di depan Ica.
[Hallo , Cya???]
Ica terdiam karena Shaka yang langsung menghubungi Cyara, bahkan di depannya seperti saat ini.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Terimakasih 🙏✌️🙏✌️🙏
kasian deh lo dianggap besti... 🤣🤣🤣🤣🤣
gilang said kena deh gue sama emak emak julid...
..