Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Palsu
Isaac terdiam, memikirkan pilihannya dengan penuh keraguan. “Truth or Dare?” pikirnya dalam hati. Truth? Terlalu berbahaya. Hidupnya penuh rahasia yang Lily tidak tahu, dan satu pertanyaan tajam saja bisa mengungkapnya. Tapi Dare? Bisa saja Calvin menyuruhnya melakukan hal konyol atau memalukan.
Lily menyadari keraguannya dan akhirnya bertanya dengan nada lembut, “Jadi, kamu mau pilih apa?”
Isaac terkejut, lalu menatap Calvin dan Lucas bergantian, seolah mencari dukungan. Akhirnya, dia menghela napas panjang dan berkata, “Oke, Dare.”
Mendengar jawabannya, Calvin langsung berdiri dan berlari ke dapur, menyusuri lemari dan rak dengan semangat penuh semangat iseng tanpa izin pada Agatha. Tak lama, dia muncul membawa segelas minuman dengan warna yang mencurigakan.
"Tantanganmu, Isaac,” kata Calvin seraya menyerahkan segelas air dengan senyum mencurigakan.
Isaac menatap gelas itu, curiga. Aroma asin dan manis yang aneh menyeruak dari cairan itu, membuatnya mengernyit. “Ini apa, sih?”
“Gula, garam, dan mungkin sedikit cinta dari aku,” kata Calvin dengan tawa penuh kemenangan.
Isaac melirik Lily yang menahan senyum geli, sementara Lucas dan Agatha terkekeh geli. “Kalian serius?”
“Ya! Cepat minum!” ujar Calvin.
Dengan enggan, Isaac mendekatkan gelas itu ke bibirnya dan meneguk sekaligus. Rasa asin dan manis bercampur, membuat tenggorokannya seperti terbakar. Lidahnya terasa kesat, dan ekspresinya langsung berubah tegang. Dia terbatuk sedikit, matanya menyipit seolah mencoba menahan efek yang tidak menyenangkan.
“Argh, Calvin! Ini menjijikkan!” Dia mengumpat di sela-sela gelaknya, sementara teman-temannya tertawa keras.
Lily bergidik, membayangkan betapa aneh rasanya. “Untung bukan aku yang harus minum itu.”
Setelah Isaac berhasil menghabiskannya, Calvin memberinya tepuk tangan meriah, disusul yang lainnya. “Selamat, Isaac!” katanya.
Isaac, yang masih meringis, hanya tersenyum dan meneguk sedikit air putih untuk menetralisir rasa buruk di mulutnya. Setelah mereka selesai tertawa, Agatha memutar botol lagi. Kali ini, arah botol jatuh pada Lily.
Dengan mantap, Lily memilih “Truth.”
Agatha langsung berseri-seri, seolah sudah lama ingin menanyakan ini.
“Oke, Lily! Seandainya Isaac... selingkuh, kamu bakal gimana?”
Pertanyaan itu membuat ruangan terdiam. Isaac tiba-tiba merasa jantungnya berdetak lebih cepat, sedikit tegang meskipun dia berusaha terlihat tenang. Dia melirik Lucas, yang memperhatikan Isaac dengan ekspresi datar, mencoba membaca reaksi temannya.
Agatha melanjutkan, “Ini cuma seandainya aja, kok, Lily. Jangan tegang.”
Lily menatap Agatha, menghela napas dalam-dalam sejenak. “Aku... aku percaya Isaac. Dia nggak akan selingkuh, apalagi udah ada bayi di perutku.”
Agatha tersenyum, tapi tidak menyerah begitu saja. “Ya, aku tau. Tapi, seandainya?”
Lucas hanya diam, tapi ingatannya kembali pada masa dimana Isaac sedang bersama Lisa di Virgo club. Dia jadi penasaran, apa yang akan dilakukan jika Lily tahu.
Lily menggigit bibirnya, menggeleng pelan. “Aku nggak tahu, Agatha. Aku cinta sama Isaac. Aku nggak bisa bayangin kalo dia sama cewe lain.” Lily benar-benar tidak tahu harus bagaimana jika lelaki yang dicintainya itu selingkuh. Dia berpikir sejenak, tampak bimbang dengan perasaannya sendiri. Selingkuh? Bahkan kata itu tidak pernah terlintas di pikirannya.
Isaac tergerak oleh kata-kata Lily. Dengan lembut, dia mengulurkan tangan dan mengelus pipinya. “Aku janji, Lily. Aku nggak akan pernah selingkuh.”
Calvin dan Lucas sontak saling berpandangan, berbicara dari mata ke mata. Mereka berdua tidak berani berkomentar apa-apa.
Agatha tersenyum geli, menyandarkan tubuhnya ke Lucas tanpa sadar. Dia jadi rindu masa-masa jatuh cinta.
“Emangnya kamu, diselingkuhin,” goda Calvin pada Agatha untuk mencairkan suasana.
Agatha menarik tubuhnya dari Lucas, lalu mendelik kesal, “ck, merusak suasana aja, deh!”
Ucapannya disambut tawa oleh semua orang dan permainan berlanjut dengan botol yang terus berputar, membawa mereka dari satu pertanyaan konyol ke tantangan yang menegangkan, hingga tanpa sadar malam semakin larut.
***
Saat jam makan siang tiba, Lily hanya duduk di meja kerjanya, menatap kosong ke layar komputer. Beberapa rekan kerjanya sudah bersiap menuju kantin atau pergi keluar untuk makan, tapi Lily tetap di tempatnya, menunggu kabar dari Isaac.
Sudah beberapa kali dia melihat ponselnya, berharap akan ada pesan atau panggilan dari suaminya, namun layar ponsel tetap sepi.
Agatha, yang duduk tidak jauh dari sana, memperhatikan raut wajah sahabatnya. "Isaac nggak jemput kamu makan siang?" tanyanya, sambil mendekati meja Lily.
Lily menggeleng pelan. “Mungkin dia lagi sibuk. Aku tunggu sebentar lagi,” ucapnya dengan nada ringan, meski kekecewaan samar terlihat di matanya.
Agatha mengangkat alis, sedikit khawatir. "Mau makan bareng aku aja, Lil?"
Lily tersenyum kecil dan menggeleng lagi. "Nggak, thanks, Agatha. Aku tunggu Isaac aja. Mungkin dia cuma telat dikit," ujarnya, berusaha menyembunyikan rasa ragu.
Sementara itu, di sisi lain, Isaac sedang bersama Lisa di apartemen milik Lisa. Di tengah ruang yang sedikit berantakan, mereka terbaring di atas ranjang, dengan tubuh Isaac yang melingkupi Lisa.
Isaac tenggelam dalam momen itu, seolah mengabaikan realitas di luar ruangan tersebut. Keintiman dengan Lisa begitu intens, dan seolah menjadi pelampiasan atas hasrat yang sudah lama terpendam. Mereka saling menjelajahi, larut dalam kebersamaan yang menggetarkan.
Lily yang merasa perubahan gairah seksual pada trimester pertama, membuat Isaac dan Lily jarang melakukan hubungan. Hal itu membuat Isaac harus memendam keinginan meskipun terkadang tersiksa. Tapi kali ini, Isaac melampiaskannya pada Lisa.
Napas keduanya berat dan penuh hasrat, tubuh mereka berdekatan tanpa sekat. Lisa menatap Isaac dengan senyum menggoda, sementara Isaac menurunkan ciumannya ke leher Lisa, membuatnya mengerang pelan.
Tangan Isaac sibuk bermain di dada Lisa, menekan dan membelai hingga membuat Lisa menggeliat penuh nikmat.
Kenikmatan itu membuat Isaac lupa diri. Lupa akan semua janji-janji yang pernah diucapkan pada istrinya. Benar saja, nafsu telah menguasai Isaac dan melupakan segalanya.
Setelah beberapa lama, keduanya terbawa pada puncak kenikmatan yang tak tertahan. Desahan terdengar bersahutan, dengan tubuh yang bergerak semakin lambat. Isaac mencium kening Lisa saat dirinya telah selesai.
“Makasih, sayang,” lirihnya.
Saat Isaac akhirnya melirik jam di dinding, jarum pendek sudah menunjukkan pukul satu. Dengan desahan berat, dia bangkit dari ranjang dan mulai merapikan pakaiannya. “Aku harus balik ke kantor,” ujarnya pada Lisa.
Lisa tersenyum santai, mengangguk sambil menyelimuti tubuhnya. “Hati-hati, ya. Kalo kamu mau, aku selalu ada.”
Isaac mengangguk dan segera menuju pintu. Saat dalam perjalanan kembali ke kantor, dia memeriksa ponselnya dan melihat beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari Lily. Rasa bersalah tiba-tiba muncul dalam hatinya. Dengan helaan napas, dia segera mengetik pesan untuk Lily, berusaha mencari alasan.
"Maaf, aku baru selesai rapat dan nggak sempat kabarin kamu. Nanti sore aku jemput, kita jalan-jalan dulu sebelum pulang ke rumah.”
kenalin yahhh aku author baru 🥰
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor