Seri Kelanjutan dari Novel PENGUASA BENUA TERATAI BIRU. Bagi yang ingin menyimak cerita ini dari awal, silakan mampir di penguasa Benua Teratai Biru 1, dan Benua Teratai 2.
Dunia Kultivator adalah jalan menuju keabadian yang merupakan jalan para dewa. Penuh dengan persaingan, pertentangan dan penindasan.
Kisah ini menceritakan sosok Qing Ruo, pemuda yang memiliki takdir langit sebagai seorang penguasa. Sosok yang awalnya di anggap lemah, di hina dan hidup dalam penindasan.
Bagaimana kisahnya. Simak perjalanannya menjadi seorang penguasa.
Penulis serampangan.
Yudhistira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhistira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Luo Zhao di Dalam Dunia Jiwa.
Di tempat lain.
Perbatasan Samudera Kehampaan.
Qing Ruo baru yang barus saja selesai memulihkan diri, tiba-tiba melihat kilatan cahaya keemasan bergerak memasuki wilayah daratan Kehampaan Abadi.
" Itu dia!" Qing Ruo membatin, keluar dari tempat persembunyiannya sambil mengejar sosok itu.
" Swhus..." Qing Ruo bergerak dengan kecepatan puncaknya, berpura-pura muncul, dan bergerak di hadapan sosok itu.
" Tuan Muda Luo Ruo...." ucapnya memanggil Qing Ruo berkali-kali, hingga Qing Ruo berhenti dan berpura-pura bingung.
" Prajurit, Anda...?"
" Tuan Muda Luo Ruo, hamba Luo Zhao...." ucapnya mengenali sosok Qing Ruo, berlutut dengan hormat.
" Prajurit Luo Zhao, ada apa?" tanya Qing Ruo, sambil memintanya untuk berdiri.
" Tuan Muda, hamba di kirim oleh Jenderal Luo Xing untuk melayani Anda..." dengan sikap bersungguh-sungguh.
" Melayaniku...?"
" Benar tuan muda..."
Qing Ruo yang sedang menguji kesetiaan Luo Ruo itu menghempaskan nafas panjang.
" Prajurit Zhao, jika kamu benar-benar ingin melayaniku, lalu apa yang bisa kamu lakukan untukku?"
" Melayani, menjaga dan melindungi Anda seumur hidup....."
" Oh, benarkah? Dengan kekuatanmu yang hanya di tingkat dewa surga ini kamu masih bisa melindungiku? Lalu bagaimana dengan nyawamu?" tanya Qing Ruo dengan tatapan dingin.
" Tuan muda, hamba..." dengan wajah ragu.
" Bicaralah..."
" Sepertinya tuan muda tidak mempercayaiku..." sambil menundukkan kepala.
" Mengapa aku harus mempercayaimu? Pertama kamu tidak mengenaliku, dan akupun demikian. Aku sudah terbiasa sendiri. Sekarang kembalilah..." pura- pura hendak pergi.
" Tuan Muda tunggu. Hamba sudah ditugaskan oleh Jenderal Luo Xing untuk melayani Anda, dan hamba tidak bisa kembali. Jika hamba kembali, itu berarti hamba telah gagal. Dan hukumannya adalah mati..."
" Oh, ini menarik. Apakah kamu melayaniku karena takut dihukum?"
Luo Zhao menggelengkan kepalanya.
" Tuan Muda, hamba tidak pernah takut dihukum. Hamba hanya takut mempermalukan nama Shen Shandian Luo yang hamba sandang..." berlutut di hadapan Qing Ruo.
" Buktikanlah...!" ucap Qing Ruo sambil memberikan sebilah pedang Xue Luo.
" Tuan muda, ini...." menatap Qing Ruo dengan bingung.
" Buktikan dengan nyawamu..." ucap Qing Ruo santai.
Luo Zhao terdiam dalam waktu yang lama. Matanya yang tajam menatap pedang Xue Luo yang berwarna biru keemasan ditangannya dengan nanar, lalu menancapkan pedang itu.
" Tuan Muda Luo Ruo, aku Shandian Luo Zhao memberi hormat." berlutut di hadapan lalu meraih pedang itu dan menggorok lehernya. Namun betapa terkejutmya Luo Zhuo saat pedang itu bahkan tidak melukainya.
" Tuan muda..." Menatap Qing Ruo dengan heran.
" Saudara Luo Zhao, bangunlah...." sambil meraih bahu Luo Zhao dan memeluknya dengan hangat.
" Tuan muda... Ini..." ucap Luo Zhao terbata-bata dengan mata yang mulai memerah.
" Jangan panggil aku tuan muda. Kita adalah saudara. Di dalam persaudaraan tidak ada hamba atau tuan..."
Luo Zhao yang masih begitu bingung, menggelengkan kepalanya, menatap Qing Ruo dengan heran.
" Tuan muda, hamba tidak berani...." sambil menatap pedang Xue Luo masih berada dalam genggamannya.
" Darah trah pertama ada di tubuhmu. Dan akupun demikian. Sama halnya dengan pedang Xue Luo yang ada di tangamu. Aku membuat pedang ini secara khusus untuk membunuh trah kedua dan musuh-musuh kita...." ucap Qing Ruo menjelaskan.
" Xue Luo.., Nama yang indah. Tuan muda, dalam pertempuran sebelumnya, aku telah melihat kehebatan pedang ini, yang bahkan dapat membunuh prajurit iblis tingkat kaisar dewa dengan sekali tebas." sambil memperhatikan pedang itu dengan takjub.
" Luo Zhao, ambilah. Itu untukmu..."
" Tuan muda, ini...." dengan tatapan tidak percaya..
" Ambilah..." ucap Qing Ruo sekali lagi.
" Tuan muda, terima kasih..." berlutut dengan hormat.
" Berdirilah. Waktunya kita pergi..." ucap Qing Ruo.
" Baik tuan muda." sambil berdiri.
" Baik sebelum pergi, aku ingin berapa tetes darah, dan sedikit kekuatan jiwamu..."
" Baik Tuan Muda..." tanpa ragu mengeluarkan kekuatan darahnya, dan memberikannya pada Qing Ruo.
" Terima kasih," ucap Qing Ruo menerima darah itu, dan membuka gerbang dimensi dunia jiwa.
" Masuklah..."
Tanpa keraguan sedikitpun di matanya, Luo Zhao melangkahkan kaki dengan tegap memasuki pusaran angin berwarna biru keemasan yang merupakan gerbang dimensi dunia jiwa, dan lenyap di dalamnya.
Setelah Luo Zhao berada di dalam dunia jiwa, Qing Ruo lalu menyerap kekuatan darahnya. Menggunakan Teknik Perbuahan Bintang, Qing Ruo lalu mengubah tampilan fisik dan wajahnya.
" Swhus..." tubuhnya melesat meninggalkan tempat itu, bergerak menuju Samudera kehampaan.
***
Di dalam dunia jiwa.
" Swhus..." sosok Luo Zhao muncul di atas puncak gunung yang tidak jauh dari istana petir kuno.
" Tempat apa ini..." batinnya sambil mengitari pandangannya. Pada saat dirinya sedang berpikir, tiba-tiba dua kilatan cahaya keemasan bergerak ke arah nya.
" Swhus... Swhus...." dua sosok muncul di hadapannya.
" Saudara Zhao, selamat datang. Aku Liong Hei dan dia Jinse," ucap Liong Hei ramah, sambil memperkenalkan dirinya.
" Kalian bagaimana bisa tahu namaku...?" menatap Jinse dan Liong Hei dengan lekat.
" Saudara Zhao, barusan kami mendapat pesan dari Penguasa Muda, dan penguasa meminta kami untuk menemani saudara," jawab Jinse menjelaskan.
" Penguasa muda...." dengan bingung.
" Apakah suadara Zhao ingat kami?" tanya Jinse.
" Bukankah kalian juga ikut berperang sebelumnya..."
" Benar," jawab Liong Hei.
" Lalu siapa penguasa muda yang saudara Liong Hei maksud?" tanya Luo Zhao penasaran.
" Hais, pasti penguasa muda tidak menceritakan yang sebenarnya," ucap Jinse.
" Sepertinya demikian," ucap Liong Hei menimpali, menatap Luo Zhao yang semakin penasaran.
" Saudara Zhao, yang kami maksud Penguasa muda itu adalah sosok yang mengijinkan saudara memasuki tempat ini. Dia adalah Penguasa Muda Qing Ruo, Putra Penguasa Agung Shen Shandian Luo Feng," ucap Liong Hei, membuat Luo Zhao hampir terjatuh.
" Saudara jangan bercanda...." dengan mata yang mulai berbinar-binar, menahan haru yang mulai membuncah di dadanya.
" Saudara Zhao, tidak ada untungnya bagi kami membohongi saudara, lagi pula jika saudara tidak percaya, lihat Istana Petir Kuno itu..." sambil menunjuk istana megah dengan aura kuno yang di selubungi petir abadi yang terus berdera-derak.
" Saudara, bagaimana bisa istana itu ada di tempat ini..." menatap bentuk istana yang dikenalinya.
" Itu adalah kediaman Penguasa Agung Luo Feng..." ucap Jinse, membuat Luo Zhao yang sebelumnya hampir kelimpungan kini benar-benar terduduk di tanah, lalu mengambil sikap hormat dan berlutut menatap istana tersebut, dan mulai menangis tersedu-sedu.
" Apa yang saudara Zhao lakukan. Jika penguasa Muda tahu, dia akan sangat marah..." ucap Jinse dan Liong Hei dengan panik, membuat Luo Zhao terdiam namun masih berlutut di tempat itu.
" Saudara Jinse, walaupun di dalam tubuhku ada darah Dewa Luo, tetapi aku tetaplah hamba dan pelayan. Dan aku sangat bahagia..." dengan wajah serius.
" Hais, saudara ini. Bangunlah. Jika suadara terus berlutut seperti ini, dan diketahui langsung oleh penguasa muda, kami semua akan mendapat hukuman. Mari, kami akan mengantar saudara menemui penguasa Agung," ucap Liong Hei, membuat wajah Luo Zhao menjadi pucat pasi.
" Saudara, ada apa?" tanya Jinse heran.
" Aku tidak pantas. Aku bahkan lebih takut penguasa Agung membenci diriku..." dengan wajah sedih.
" Hais saudara ini ada-ada saja. Penguasa Agung adalah orang yang ramah. aku yakin dia bahkan tidak akan memikirkan hal-hal seperti itu," ucap Liong Hei.
" Begini saja, jika saudara terlalu takut untuk menghampiri dan menemui penguasa Agung, mari ikut kami ke istana Naga Emas, setidaknya bisa bertemu dengan saudara yang lain. Sambil menunggu kesiapan saudara," ucap Jinae.
" Ba-baik..." jauh Luo Zhao terbata-bata, sambil berdiri lalu bergerak mengikuti Jinse dan Liong Hei yang bergerak menuju istana Naga Emas.