NovelToon NovelToon
Deepen The Role

Deepen The Role

Status: tamat
Genre:Fantasi / Tamat / Cintapertama / Vampir / Manusia Serigala / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Aku akan selalu di sisimu"

Benjamin Paul, seorang remaja berusia 17 tahun yang memilih untuk kembali ke kota kecil di Alaska tempat ia lahir. 5 tahun lalu ayah dan ibunya bercerai, lalu ia tinggal di Chicago bersama ibu dan ayah sambungnya. Di usia 17 tahunnya itu, ia memilih kembali ke Sitka, kota kecil di Alaska.

Sesaat ia kembali, tidak ada hal aneh. Sampai ketika ia bertemu sebuah keluarga misterius, ayahnya yang kecelakaan, Joseph dan Damian teman kecil Benjamin bukan manusia, dan seorang gadis cantik bernama Marella.

Bagaimana kisah Benjamin? Simak kisah si tokoh utama ini agar kalian tidak ketinggalan‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fun

"Pagi semua!!" sapa Marella memasuki ruangan dengan ekspresi gembira. "Kau tampak antusias, apa ada sesuatu?" tanya Benjamin terheran.

Marella tersenyum usil lalu menatap Joseph. Seakan tahu maksud kekasihnya, Benjamin juga menatap Joseph dengan senyuman usil yang sama.

"Jangan menatapku dengan wajah menjijikkan itu" larang Joseph bergidik ngeri. Marella tertawa kecil mendengarnya, lalu ia segera duduk di sebelah kanan kasur Benjamin.

"Josh, jika kau mau berusaha.. aku bisa membantumu mendekati Prislly" ujar Marella tiba-tiba.

Di sisi lain, "HASYIIHHH," Esmeralda yang asik membaca buku tiba-tiba bersin. "Apa ada yang membicarakanku?" gumam Esmeralda tanpa sadar.

"Hanya orang bodoh yang percaya mitos" ledek Patricia tersenyum jahil. "Aku malas berdebat, Patri" jawab Esmeralda malas.

Sementara itu, "Kenapa kalian jadi merencanakan hal-hal aneh untukku?" tanya Joseph dengan ekspresi jijik namun ia tetap menikmati sarapan.

Marella menghela nafas sejenak. "Bisakah kau membuatnya sering tersenyum, Josh? Dia tidak pernah menunjukkan senyum apapun sejak aku kecil" Joseph yang mendengar itu terkejut.

"Maksudmu?" tanya Joseph tidak percaya. "Veron pernah berkata padaku, ketika ia hadir, Prislly tidak pernah sekalipun tersenyum" jelas Marella.

Joseph tertegun mendengarnya. "Kami tidak memintamu mengencaninya, tapi cobalah membuatnya bahagia" ujar Benjamin tersenyum santai seraya menyuapi Marella dengan sandwich.

Joseph tersenyum simpul. "Aku tidak pandai membuat lelucon. Tapi kuusahakan, agar aku bisa melihatnya tersenyum" jawab Joseph tersenyum.

"Lihat, dugaanku benar. Kau jatuh cinta padanya ternyata. Kau mencintai spesies yang berbeda darimu" Benjamin mulai melantur seperti biasa.

...****************...

"Akhirnya, aku bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini" gumam Benjamin baru sampai di rumah. Selama seminggu ia dirawat, akhirnya ia bisa kembali ke rumah berkumpul bersama ayahnya.

"Syukurlah, nak. Sudah dua kali kau masuk rumah sakit. Jangan lakukan tindakan yang sama lagi" pesan Bernandez juga merasa lega.

"Joseph bilang sekolah akan mengadakan trip. Apa kau ikut, nak?" tanya Bernandez meletakkan barang-barang bawaan. "Melihat situasi dan kondisi saja, ayah" jawab Benjamin terkekeh.

"Siapa tahu kekasihmu ikut. Kau tidak mau menemaninya?" tanya Bernandez menggoda putranya. "Hahah, ayah ada-ada saja. Aku akan menanyakan dirinya nanti" jawab Benjamin tertawa kecil mendengarnya.

Hari itu adalah akhir pekan, Benjamin memutuskan untuk berkunjung ke rumah seseorang. Bukan ke rumah keluarga Gerald ataupun Rothrout. Ia tiba di depan sebuah rumah berlantai dua dengan dua gedung rumah yang disatukan.

Rumah keluarga Petersone. Ya, rumah Damian dan keluarganya. Benjamin memencet bel lalu, "Woah.. hai, Ben" sapa seorang gadis terkejut melihat keberadaan Benjamin.

Namanya Lathesa, adik perempuan Damian. Jika melihat Lathesa, sama dengan melihat Damian versi perempuan. Mereka sangat mirip, bahkan beberapa orang akan mengira mereka kembar identik.

"Apa Damian ada?" tanya Benjamin segera. "A-Ahk ada, masuklah. Aku akan memanggilnya" jawab Lathesa segera. Benjamin mengikuti gadis berusia 14 tahun itu dari belakang.

"Ayah ibu.. Benjamin datang" ujar Lathesa pada kedua orang tuanya. Zack- sang ayah tampak sedang bersantai membaca koran seraya menikmati kopi, sementara Emma- sang ibu sedang mencuci piring. "Hi, Ben. Lama sekali tidak berjumpa denganmu, bagaimana kabar Jane?" tanya Emma menyambut hangat sahabat putranya.

"Ibu baik" jawab Benjamin tersenyum. "Duduklah, nak. Panggilkan kakakmu segera, Thesa" perintah Zack pada Lathesa. Gadis itu menurut dan menuju kamar Damian tentunya.

"Kau ada keperluan dengan Damian?" tanya Emma penasaran. "Ya, aku ingin mengajaknya ke rumah Josh" jawab Benjamin segera memberitahu tujuannya. Zack dan Emma saling pandang.

"Nak, kau tahu. Sudah seminggu aku melihatnya tidak lagi bersama Joseph. Apa mereka ada masalah?" tanya Zack penasaran.

Zack sangat mengenal Justin, dan tentu ia mengenal Joseph. "Yah, ada hal kecil menimpa mereka. Tenang saja, aku akan membuat masalah ini selesai" jawab Benjamin meyakinkan.

"Baiklah, jika ada sesuatu katakan pada kami" pesan Emma segera. Tidak lama berselang, Damian terlihat mengikuti Lathesa dari belakang gadis itu.

"Hi, Ben. Kau sudah sembuh?" tanya Damian tersenyum tenang. "Tentu. Ayo pergi berkeliling, sudah lama aku tidak menghirup udara segar" ajak Benjamin tanpa basa basi apapun.

"Baiklah. Ayah ibu, aku keluar sebentar"

"Nikmati harimu, nak"

Setelahnya, Benjamin dan Damian menghilang. "Wajah anak itu tidak berubah" gumam Zack terkekeh setelah memperhatikan Benjamin.

Benjamin dan Damian akhirnya pergi. "Kita mau ke mana? Tumben sekali kau tidak pergi keluar bersama Marella. Ada apa?" tanya Damian penasaran. "Aku ingin menyegarkan otak" jawab Benjamin santai seraya menyetir mobil.

Beberapa saat perjalanan, mereka akhirnya sampai di pantai tempat biasa Benjamin dan Marella banyak mengobrol. "Kita berkencan?" tanya Damian usil.

"Darimana kau belajar melantur?" tanya Benjamin bergidik ngeri. Damian terkekeh, seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Mereka keluar dari mobil setelah memarkir, dan keduanya mulai berjalan beriringan. "Kau pasti sadar. Diantara dirimu dan Joseph, aku tidak banyak tahu apa yang terjadi padamu selama 5 tahun belakangan ini" ujar Benjamin terkekeh.

"Benar juga" gumam Damian juga baru teringat. "Apa yang terjadi padamu? Sampai kau menjadi seperti ini?" tanya Benjamin penasaran.

Damian tersenyum simpul. "Joseph pasti pernah bilang padamu, bahwa aku dulu sama sepertinya bukan?" tanya Damian. "Ya" jawab Benjamin membenarkan dugaan itu.

"Dulunya aku adalah serigala bulan purnama dan Joseph serigala salju. Ayahku seseorang yang taat pada aturan dan menghormati orang yang berada di atasnya. Tapi yang berbeda dariku adalah, ada campuran darah manusia sehingga aromanya lebih kuat daripada kakak dan adikku"

Benjamin mendengarkan itu dengan seksama. "Ibumu, manusia?" tanya Benjamin penasaran. "Ya, dia punya darah yang aromanya mirip darah sejati. Dan DNA itu justru hanya mengalir di dalamku" jawab Damian membenarkan.

"Mirip seperti Marella" gumam Benjamin tanpa sadar. "Jika Joseph serigala terkuat, maka aku adalah serigala yang bisa mencium apapun, termasuk vampir" Benjamin mengetahui fakta dibuat terkejut.

"Lalu selanjutnya apa yang terjadi?" tanya Benjamin semakin penasaran.

"3 tahun lalu, kami bermain ke hutan Greene. Saat itu, perang dingin antara mata merah dan kelompok serigala masih terus terjadi. Aku menghentikan langkahku ketika mencium ada bau asing mendekat. Kelompok Ruby datang dan mencoba menyerang kami. Satu hal yang pasti adalah, sejak kelahiran kami, kelompok Ruby semakin panas dan berusaha membunuh kami" jelas Damian.

"Mengerikan" gumam Benjamin bergidik ngeri. "Kami berdua ialah serigala muda. Dan kami belum mengasah kemampuan kami. Saat itulah mereka menyerang kami. Justin datang dan peristiwa itu yang membuatnya lumpuh. Aku bisa menduga mereka adalah vampir bangsawan" Damian lanjut menceritakan kisahnya.

"Lalu kau dan Joseph? Apa yang terjadi?" tanya Benjamin lagi. "Aku terserang racun mereka. Justin akhirnya datang ke keluarga Gerald, karena mereka adalah kelompok Ruby yang dikenalnya baik. Cara satu-satunya agar aku selamat, ialah dengan mengalirkan darah vampir yang baru" ketika Damian menceritakan hal itu, ia tampak sangat membenci untuk mengingat kembali kejadian itu.

"Kau tampak sangat kecewa, sobat" ujar Benjamin terkekeh. Damian tertawa kecil mendengarnya.

"Bagaimana tidak, dude? Saat menjadi serigala, aku masih bisa memakan apapun yang aku sukai. Ketika aku menjadi vampir, aku harus menahan rasa ingin membunuhku. Itu sangat berat. Aku tidak pernah ingin hidup abadi, tanpa kematian yang menjemputku" jawab Damian tertawa kecil.

Benjamin memaklumi. "Kau tidak berbicara dengan, Joseph bukan?" tanya Benjamin dengan usil. Damian terdiam mendengarnya. "Kalian berdua sama saja, tidak berubah dari sejak kita kecil" ujar Benjamin tertawa puas mengetahui jawabannya, tanpa Damian harus mengiyakan.

"Aku merasa jahat, Ben. Di malam ketika aku terkena hipnotis, Sharon bercerita bahwa aku mengatakan hal buruk tentangnya. Aku merasa aku adalah teman yang buruk untuknya" jawab Damian dengan perasaan bersalah.

"Joseph juga sama, ia merasa menjadi teman yang buruk ketika ia hampir membunuhmu. Kalian tidak melakukan kesalahan karena sengaja. Hanya situasi malam itu yang membuatnya menegang" ujar Benjamin memaklumi.

Damian menatap Benjamin tertegun. "Marella ternyata berhasil mengubah pikiran bodohmu" ujar Damian dengan enteng. Benjamin menatapnya malas. "Kalian selalu mengatakan hal buruk tentangku" gumam Benjamin berjalan lebih cepat.

"Hahaha. Hey, ayolah. Kau jadi tukang merajuk sekarang? Laki-laki itu harus siap menerima caci maki apapun" ledek Damian tertawa puas.

......................

"Ya, sebentar" jawab Ocla ketika pintu rumahnya diketuk. Ia membukanya lalu, "Kalian"

Beberapa saat setelahnya, "Tidurnya nyenyak sekali" gumam Benjamin berada di kamar Joseph, yang sedang tertidur, bersama Damian.

Kedua remaja itu saling menatap, dengan ekspresi jahil. "Kalian bisa bangunkan dia dengan cara apapun" pesan Ocla dari dapur. Mendengar itu, Benjamin dan Damian tambah senang.

Sejenak mereka diam. Benjamin mulai mendekati telinga Joseph. "Hey, Josh" bisik Benjamin. Joseph belum bangun. "Josh" untuk kedua kalinya Joseph tidak juga bangun.

Benjamin mengangkat sebelah alisnya dengan senyuman jahil. "BANGUNLAH ANJING" teriak Benjamin berhasil menyadarkan Joseph.

"Kau ribut sekali, Ben. Biarkan aku beristirahat" jawab Joseph menarik selimut lalu membelakangi mereka. "IBU" teriak Benjamin lagi. "Ya, aku sudah bangun. Berhentilah membuat gempa bumi di rumahku" Joseph akhirnya sadar. Tapi nyawanya tidak sepenuhnya terkumpul.

Benjamin mendekati Joseph. Ia menyiapkan kuda-kuda tangannya yang siap menyentil. Lalu, "BENJAMIN!!" teriak Joseph pagi itu.

Justin yang berada di dapur bersama Ocla hanya bisa menghela nafas lelah. "Josh menemukan teman yang tepat" ujar Ocla terkekeh. "Begitulah" gumam Justin memaklumi.

Beberapa saat setelahnya, "Ben.. bisakah kau membantuku sebentar?" tanya seorang pria memanggil Benjamin. Namanya Rain. Dia merupakan salah satu suku Canis, yang sering datang ke rumah keluarga Rothrout.

"Baiklah, kalian bergosiplah sebentar" saran Benjamin meninggalkan kedua temannya. Damian dan Joseph yang masih saling diam bingung.

Sejenak ada sebuah keheningan.

"Maaf"

"Maaf"

Keduanya mengucapkan maaf di saat bersamaan. "Josh, aku tidak bermaksud menyakiti hatimu malam itu. Aku tidak sadar karena pengaruh hipnotis, maafkan aku" ujar Damian segera.

Joseph yang mendengarnya terkejut. "Sharon menceritakan semuanya ketika aku sudah sadar. Aku terlalu ceroboh mempercayai wanita itu" gumam Damian terlihat merasa bersalah.

"Dami, seharusnya aku yang meminta maaf padamu, sobat. Aku bahkan hampir membunuhmu" Damian menatap Joseph tertegun. "Mungkin karena kekhawatiranku padanya, aku jadi terlalu mudah marah" gumam Joseph terkekeh seraya memperhatikan Benjamin yang membantu Rain.

"Hahaha. Kita bertiga punya sifat ceroboh yang sama. Dengan begini, aku sudah merasa tenang karena bisa berbicara denganmu" ujar Damian tertawa. Joseph membalas tawa hangat itu.

"Hey, yang benar saja. Aku akan mengadu pada Justin" ujar Benjamin ketika Rain dengan sengaja menumpuk kayu lebih banyak padanya.

"Ini berat, Rain!!" Benjamin akhirnya menjatuhkan kayu itu. "Bagaimana mungkin anak kepala kepolisian tidak bisa mengangkat 10 kilogram kayu?" ledek Rain mulai lari menjauh.

"Kau. JUSTIN, RAIN MENGGANGGUKU" teriak Benjamin segera. Joseph hanya bisa menggeleng-geleng pelan. "Rain.. berhentilah merecokinya, segera bereskan" perintah Justin dari jendela. "Hahaha. Baik, pak" jawab Rain segera mengangkat sebagian kayu itu.

......................

"Marella, kekasihmu datang" ujar Veronica pada Marella yang berada di rooftop. Marella yang mendengarnya segera bersemangat. Ia berlari kecil. Ketika sampai di hadapan Benjamin, "Hi-" Benjamin terhenti ketika Marella memeluknya.

"Syukurlah kau sudah sembuh" gumam Marella memeluk erat Benjamin. "Maaf membuatmu khawatir, Ella" ujar Benjamin membalas pelukan itu seraya mengusap lembut rambut gadis itu.

"Kita hanyalah manik-manik bumi" ujar Joseph di samping Damian. "A-Ahk, sepertinya hanya kau saja" jawab Damian terkekeh. "Yang benar saja, kau mengencani seseorang?" tanya Joseph terkejut.

Damian terkekeh seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ada seorang gadis yang menarik perhatianku" gumam Damian seraya terkekeh.

"Nasibku malang" gumam Joseph malas. "Itu hal lumrah, Josh. Di sebuah kelompok pertemanan, salah satunya pasti beda sendiri. Kau contohnya" ledek Patrick merangkul Joseph.

"Aku hidup mengikuti alur saja" jawab Joseph tertawa kecil memaklumi.

"Dia single, kau tidak tertarik?" tanya Sharon pada Esmeralda. Mereka berada di rooftop memperhatikan Benjamin dan yang lainnya.

"Berkencan dengan anjing?" tanya Esmeralda balik. Sharon tertawa kecil mendengarnya. "Sekarang kau akan mengatakan hal seperti itu, di hari selanjutnya bisa saja berbeda" jawab Sharon terkekeh.

Esmeralda memilih meninggalkan Sharon. "Hey, Espe" panggil Sharon sebelum gadis itu benar-benar pergi. Esmeralda menghentikan langkahnya, dan berbalik.

"Dia menitip ucapan terimakasih untukmu, karena dia tahu jika ia langsung mengatakannya, kau justru tambah membencinya" pesan Sharon akhirnya turun dari rooftop menghampiri Benjamin dan yang lain.

Esmeralda tertegun mendengarnya. Ia kembali berjalan meninggalkan rooftop, seolah tidak peduli dengan perkataan Sharon. Langkahnya kembali terhenti. "My pleasure" gumam Esmeralda. Dan untuk kedua kalinya, Esmeralda Prislly Gerald mengukir sebuah senyum pada bibir manisnya.

1
palupi
karya yg bagus thor👍
Leon I: terimakasih banyak yah kak!!
total 1 replies
palupi
ku tunggu janjimu ❤️🥰🙏
Puspa Indah
Oke baiklah! Antara plagiat karya novel terjemahan, atau kamu memang sungguh berbakat. Aku tidak terlalu suka temanya, tapi penyajian bahasa novel kamu sungguh luar biasa. Kamu tidak cocok jadi penulis di platform ini. Kualitasnya sudah kelas penerbitan 👍
Puspa Indah: Iya, aku sudah cek karya sebelumnya. Yang terakhir paling bagus cara penyajiannya. Jelas kalau kamu mengalami kemajuan kemampuan menulis. Moga suatu saat aku juga bisa seperti kamu. Salut, semoga sukses selalu. Banyaknya like dan review tidak menjamin karya bermutu. Memberikan yang terbaik, itulah penghargaan tertinggi untuk dirimu sendiri.
Leon I: haii kakk!! terimakasih atas pendapat positifnya kak. saya hendak meluruskan, ini karya original saya ya kak dan tidak ada plagiat karya lain manapun kak, terimakasihh🙏🥹
total 2 replies
Puspa Indah
Gaya penulisannya bagus. Jadi ingat novel Trio Detektif atau Goosebumps.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!