(#HIJRAHSERIES)
Keputusan Bahar untuk menyekolahkan Ameeza di SMA Antares, miliknya mengubah sang putri menjadi sosok yang dingin.
Hidup Ameeza terasa penuh masalah ketika ia berada di SMA Antares. Ia harus menghadapi fans gila sepupu dan saudaranya, cinta bertepuk sebelah tangan dengan Erga, hingga terlibat dengan Arian, senior yang membencinya.
Bagaimanakah Ameeza keluar dari semua masalah itu? Akankah Erga membalas perasaannya dan bagaimana Ameeza bisa menghadapi Arian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Hasna Raihana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Ambisi
"Amy." Suara lembut nan halus itu memanggil meski jarak antara Ameeza dan Angga cukup jauh. Tak ada niat sedikit pun di hati Ameeza untuk merespon panggilan itu.
"Oy!" Tangan Ameeza ditarik cukup kasar oleh Izzi hingga tubuhnya terpaksa berbalik.
Meski Ameeza tidak terlalu dekat dengan Izzi, meski Izzi selalu tidak suka dan kadang kasar juga. Untuk hari ini, pertama kalinya Ameeza melihat di kedua bola mata kakak keduanya, ada kepedulian yang disamarkan oleh sikap kasarnya.
"Ayo berangkat bareng gue dan Kak Angga," ajak Izzi setelah melepaskan pegangannya.
Sorot mata Ameeza tampak biasa saja. Wajahnya terkesan datar. Ia menatap Izzi hanya sekilas dan melirik lewat ekor matanya pada Angga yang berdiri mematung dengan jarak yang cukup jauh dari tempatnya berdiri. "Gak usah," jawab Ameeza lantas berbalik hendak keluar. Namun Izzi lebih dulu menangkap pergelangan tangan Ameeza.
"Lo gak bisa nolak!" sentak Izzi. Kepalanya beralih menatap Angga. "Lo juga buruan!"
"Ayah gak bakalan ngizinin!" teriak Angga dan Ameeza berbarengan.
"Gue udah izin, kok."
Alhasil Ameeza tidak menolak permintaan kakak keduanya, begitupun dengan Angga. Walaupun sepanjang perjalanan menuju ke sekolah hanya keheningan yang menyelimuti, hanya suara kendaraan dan bisingnya suara klakson yang mendominasi ketika jalanan tiba-tiba macet. Saat tiba di depan sekolah pun ketiganya turun tanpa banyak bicara. Lantas pergi menuju kelasnya masing-masing.
Kecanggungan di dalam mobil tadi sedikit mengusik pikiran Ameeza. Ditambah lagi hal yang sudah ia lakukan pada seseorang. Apakah ia sudah melakukannya dengan benar? Tapi, ketika mulutnya ingin menjawab, hatinya sudah lebih dulu menjawab.
"Ameeza." Mendengar namanya dipanggil, Ameeza tersentak.
"Hasil perbaikan untuk ulangan fisika udah dibagiin," bisik Melva ketika Ameeza masih bingung kenapa namanya dipanggil.
Ameeza buru-buru maju dan mengambil kertas ulangannya. Meski kertas ulangan itu sudah berada di tangannya. Ameeza enggan untuk melihat. Ketika Ameeza duduk dan mendapat tepukan dari Melva, ia baru tersadar sedari tadi melamun.
"Kenapa?" tanya Melva khawatir karena melihat raut wajah Ameeza yang biasanya datar, tiba-tiba melamun. Seperti orang yang banyak pikiran.
Pandangan Melva beralih menatap kertas ulangan yang masih Ameeza pegang. Tangan Melva terulur untuk melihat berapa nilai Ameeza. Namun, Ameeza lebih dulu menepis tangannya.
"Gue cuma mau lihat. Gak boleh?" tanya Melva sembari memegangi punggung tangannya yang kena tepis oleh Ameeza. Karena jujur saja, tepisan dari Ameeza menyakitkan dan sedikit perih.
Alih-alih mendapatkan jawaban. Melva justru mendapatkan tatapan tajam dari Ameeza. Melva faham arti tatapan itu. Sepertinya suasana hati Ameeza sedang tidak baik.
Sementara itu ketika Pak Moris sedang menjelaskan dan yang lain pun sibuk memperhatikan, Ameeza diam-diam menurunkan tangannya hingga menyentuh paha. Ia melihat berapa nilai yang di dapatnya untuk ulangan perbaikan ini.
Tertera besar di kertas ulangan nilai 32 berwarna merah. Emosinya sedikit memuncak, mengingat beberapa hari yang lalu Ameeza berusaha sebisa mungkin untuk belajar. Walau ia juga sedikit terbantu dengan adanya internet. Namun, entah kenapa ketika ulangan perbaikan ini tiba Ameeza tetap tidak mengerti. Tangannya meremas kertas ulangan itu, lantas melemparkannya ke kolong meja.
Ameeza memandang ke depan berusaha fokus mendengarkan penjelasan dari Pak Moris. Namun, untuk bagian memahami Ameeza sama sekali tidak faham. Kepalanya langsung ia sembunyikan diantara lipatan tangan.
Apa gue emang sebodoh ini? Meski dengan aplikasi belajar dan internet, gue tetep gak faham.
...-oOo-...
Dua hari yang lalu Ameeza meminta kepada ayahnya untuk mengizinkannya mengikuti les fisika. Awalnya Pak Bahar tidak setuju karena merasa nantinya Ameeza akan terbebani dan kelelahan. Terlebih lagi les dilakukan usai pulang sekolah. Namun, Ameeza meyakinkan pada sang ayah untuk tidak usah khawatir karena itu memang kemauannya.
Hari ini Ameeza sudah bisa masuk les. Karena itu sehabis pulang sekolah ia terlebih dahulu izin untuk tidak ikut latihan bulu tangkis.
Tak ada yang permasalahan apapun di tempat lesnya, teman-teman di sana baik. Bahkan pengajarnya pun ramah. Dengan adanya lingkungan yang mendukung, Ameeza jadi semangat untuk belajar.
Ketika ada yang tidak ia fahami, Ameeza menanyakannya pada pengajar atau pada teman di kelasnya. Walau awalnya Ameeza kesulitan, namun akhirnya sedikit demi sedikit Ameeza bisa faham.
Pulang dari tempat les, Ameeza menyempatkan diri untuk membeli buku paket berisi latihan soal fisika. Dengan adanya buku paket itu Ameeza yakin harapannya akan tercapai. Keinginannya untuk bisa meraih nilai tertinggi di pelajaran fisika.
Setelah kurang lebih seminggu Ameeza mengikuti les. Ia yakin nilai fisikanya naik. Begitu kertas ulangan dibagikan, nilainya masih tidak jauh dari kemarin. Ameeza lagi-lagi meremasnya hingga membentuk bola. Lantas membuangnya ke kolong meja.
Bukan angka 52 yang Ameeza inginkan. Ia ingin angka 100 yang tertera di sana. Angka sempurna yang akan membungkam mulut-mulut yang mulai suka bergosip membicarakan tentang kekurangan Ameeza lalu membandingkannya dengan kedua kakaknya.
Hingga sudah genap satu bulan Ameeza mengikuti les, nilai ulangan fisikanya tidak lebih dari 90 kadang-kadang 80. Mungkin bagi orang lain nilai seperti itu sudahlah bagus. Bahkan kedua orangtuanya pun memuji nilai ulangannya. Namun, Ameeza tetap tidak puas. Ia selalu merasa masih ada orang yang yang menggunjingnya.
Entah sejak kapan Ameeza memperdulikan omongan orang lain. Berkat hal itu Ameeza jadi termotivasi untuk mengikuti les fisika, mengerjakan puluhan soal fisika setiap malam hingga ia tertidur di meja belajarnya. Namun, hal itu jugalah yang membuat Ameeza berambisi untuk mendapatkan nilai sempurna.
Ketika bukan angka 100 yang tertera di kertas ulangannya, Ameeza akan langsung meremas kertas itu hingga menjadi gumpalan berbentuk bola. Kemudian membuangnya. Lalu hatinya akan berteriak. Bukan nilai ini yang lo inginkan! Nilai lo harus sempurna! Ingat, jangan sampai usaha lo selama ini sia-sia.
Terkadang Ameeza berusaha memberontak apa kata hatinya. Namun, setelah dipikirkan ulang, ia menyetujui apa yang dikatakan oleh hatinya.
...-oOo-...
"Hari ini latihan," kata Erga ketika cowok itu berpapasan dengan Ameeza di koridor.
Namun, Ameeza tidak mau mendengarkan ucapan Erga. Toh, hari ini Ameeza harus les. Ia tidak mau jika nanti izin sehari tidak les, akan membuatnya tidak faham dipertemuan selanjutnya. Apalagi Ameeza memang sangat susah memahami pelajaran itu, karena itulah Ameeza ikut les.
Kelas sudah sepi. Ameeza orang terakhir yang keluar dari kelas. Belum sempat Ameeza keluar ia sudah lebih dulu di hadang oleh Erga. Ketika hendak meminta penjelasan. Bella—ketua eskul kelas XI dan Erin—ketua eskul kelas X muncul.
"Ameeza, lo udah bolos berminggu-minggu. Awalnya lo masih stabil ngebagi waktu lo dan minta izin ketika gak bisa latihan. Tapi, makin ke sini lo gak pernah ngasih keterangan. Chat gue gak di bales, telpon gue gak diangkat. Kalau ada urusan mendesak seenggaknya lo ngasih tahu. Gue akan faham kok," jelas Erin panjang.
"Gue sibuk, minggir!" Ameeza berusaha menyingkirkan Erin dan Bella. Namun, ia tidak berhasil.
Ia memandang ke belakang tubuh Erin dan Bella. Namun, tak mendapati Erga di tempatnya. Sepertinya Erga sudah lebih dulu pergi.
"Gue izin, hari ini gue les," kata Ameeza akhirnya.
"Gue 'kan udah bilang hari ini lo harus latihan. Lo gak baca?!" sewot Erin. Sebelum dia membuka mulutnya, Bella lebih dulu memegang pundak Erin. "Udah, Rin. Lo harusnya ngertiin. Dia lagi mendesak."
"Ta-tapi, Kak ... dia ...."
"Ameeza ikut les, Rin. Itu penting buat dia. Lagi pula kita ke sini cuma mau tahu alasan Ameeza gak latihan berminggu-minggu, bukan buat maksa dia buat latihan hari ini," tutur Bella lembut. Erin hanya mengangguk pelan.
Sebelum pergi Ameeza menatap Bella. "Thanks."
Senyum Bella merekah. "Iyah."
...-oOo-...