Tunangannya sama Luna, menikahnya sama Zenata. Kok bisa?
Lalu bagaimana dengan Luna? Apakah Athala akan memaafkan Zenata atas kecelakaan ini? Atau hanya akan membuat Zenata menderita?
Kisah cinta yang rumit antara dendam dan penyesalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Bulanan
Ternyata Dignata kabur ke luar negeri. Athala dan Juna akan mencari celah saat Dignata kembali ke sini. "Kita pantau terus, jangan sampai ada yang terlewat paham?"
"Baik boss."
-
-
Tak terasa kandungan Zenata sudah jalan 4 bulan, dan hari ini akan diadakan pengajian 4 bulanan kehamilan Zenata di rumah mertuanya.
Kamar Zena dan Athala juga sudah pindah ke bawah, memakai kamar bekas mertuanya dulu ketika mamih Aleesya hamil. Kamar itu memang sudah lama kosong dan di jadikan kamar tamu. Biasanya kalau omah opah datang, selalu tidur di kamar itu.
Zena masih bersiap-siap di depan cermin, lalu Athala masih sibuk dengan laptopnya. "Mas sibuk banget." Keluh Zena, dia menghampiri suaminya dan memeluk pundaknya.
"Ini udah kok sayang. Mas harus kerja keras untuk masa depan kamu sama anak-anak kita sayang. Cantik banget istrinya mas." Athala membalikan badannya dan mencium perut istrinya yang mulai membuncit.
"Iya tapi jangan cuekin aku." Rengek Zena dengan manja.
"Mas enggak cuekin kamu sayang, mas kan udah bilang. Kok nangis? Maafin mas yah, nanti mas akan mengurangi jadwal mas yah." Athala memeluk istrinya yang akhir-akhir ini sangat sensitiv sekali. "Kamu segalanya buat mas, sayang."
Zena mengangguk dan semakin menelusup ke dada suaminya. Memang akhir-akhir ini dia mudah sekali nangis, hanya karena masalah sepele saja dia akan berlinang air mata.
Namun Athala mencoba memahaminya atas saran mamih Aleesya. Kalau wanita hamil hatinya mudah rapuh. Jadi sebisa mungkin Athala menjaga mood istrinya.
"Tapi mas belum penuhin ngidam aku hayo." Zena menyebikkan bibirnya. Athala menepuk jidatnya dia benar benar lupa, karena sibuk mengurus kantor.
"Iya sayang maaf mas kok lupa yah? Besok kita ke dealer yah, kamu bisa pilih sesuai selera kamu sayang."
"Heheheh makasih abi. Sebetulnya aku pengen gantiin mobil yang waktu kecelakaan itu mas. Itu pemberian bu Risma, walaupun bukan mobil mewah. Mobil second tapi mesinnya masih bagus mas, mobil itu juga jadi saksi hidup aku yang nemenin aku kerja." Lirih Zena.
"Kenapa enggak bilang sayang? Mas aja lupa loh. Ya udah mobil untuk bu Risma, biar Juna yang urus. Besok kita beli buat kamu sama si dedek, oke?" Ucap Athala dengan tersenyum hangat. "Hah? Jadi 2 gitu?"
"Iya jadi dua, udah yuk nanti mamih teriak lagi kita enggak keluar." Athala menarik pergelangan istrinya keluar. Sementara Zena masih sedikit shock, mudah sekali suaminya mengeluarkan duit untuk 2 mobil. Zena masih tak habis pikir.
-
-
-
Zena dan suaminya sudah duduk di ruang keluarga bersama keluarga besar. Ternyata ada saudara Athala juga yang hadir. Pengajian ini begitu hikmat terasa, Zena tak henti-hentinya bersyukur atas segala nikmat ya Allah berikan.
Diberikan suami yang sangat menyayanginya, keluarga suami yang sangat perhatian dan baik, bertemu ibu kandung dan kakaknya. Ditambah kehamilannya membuat Zena terharu.
"Cucu omah lagi mikirin apa?" Ucap omah Winda yang duduk disamping Zena. "Heheh Zena bersyukur omah, atas segala nikmat ya Allah berikan untuk Zena dan mas Atha. Zena juga bersyukur diterima dengan baik di keluarga ini." Ucap Zena terharu.
"Omah juga bersyukur Athala nikahnya sama kamu, dari awal omah yakin kamu membawa kebaikan untuk Athala." Jawab omah Winda sembari merangkul Zena.
"Omah betul, Athala bersyukur punya istrinya Zenata. Kalau orang lain, pasti omah ngomel deh!" Timpa Athala yang baru gabung bersama omah dan istrinya.
"Iyalah...cari istri tuh yang baik ahlaknya, agamanya. Bukannya_" Omah tak melanjutkan lagi, merasa tak enak ada Zenata.
"Hahaha iya omah, omah makin cantik deh." Athala memeluk omahnya. "Hmmm gombal...!"
Acara pengajian pun selesai, tersisa keluarga besar dan juga sepupunya mamih Aleesya yang akan menginap disini. "Kalian udah kenal kan? Ini istrinya om Evan...tante Janisa." ucap mamih Aleesya pada Zena.
"Kenal banget donk, ontynya Athala yang paling cuantik sejagad raya, model artis papan atas, papan penggilingan juga kalah hahahaha!" Celetuk Athala.
"Hahaha halah preeetttt. Kasihan banget si Zena punya suami kayak kamu haduh." sahut Janisa.
"Eitss...sembarangan, aku ganteng loh, kaya raya mapan, eum apa lagi yah." Semua orang tertawa melihat Janisa dan Athala yang adu argument. Kebahagiaan tersendiri bagi Zena jika sudah kumpul keluarga. Apalagi Zena yang sedari kecil hidup sendiri.
Bu Kamila dan Zalindra baru datang karena pesawatnya delay. Mereka membawakan banyak sekali oleh-oleh untuk Zena dan keluarga. "Maaf ya bu, saya telat." Ucap bu Kamila.
"Enggak apa-apa bu, namanya diperjalanan kan kita enggak tahu ada apa. Bibi udah siapin kamar, ayo bu kita makan dulu, lagi pada kumpul semua di sana." Mamih Aleesya mengajak bu Kamila dan Zalindra keruang tengah. Mereka juga di kenalkan dengan seluruh keluarga besar.
-
-
-
Zena sudah berganti pakaian dan selonjoran di kasur sembari menonton tv "S*xy amat ummi...sengaja yah hmmm! Mau godain abi yah." Athala yang baru dari kamar mandi, langsung naik ke kasur dan mengelus paha istrinya.
"Kan di kamar mas, lagian aku gerah banget mas, kalau kata mamih makin besar hamilnya bakalan makin gerah." Jawab Zena sembari memakai kipas kecil ke wajahnya.
Athala bukannya mendengarkan malah mulai bermain di bawah sana "Mas ih...mau apa? Ahhh..." Zena malah mendesah ketika Athala meng ge sek kan Juniornya.
"Si Junior kangen sayang, udah seminggu nih tega amat."
Zena yang paham maksud suaminya pun, langsung melebarkan kakinya, dia juga sama rindunya, seketika mata Athala bersinar dan tak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Anak pinter." Ucap Athala dengan seringainya.
-
-
-
Sesudah shalat subuh tak biasanya Zena tidur lagi, Athala terus saja mengganggunya supaya istrinya bangun. "Ayo sayang udah jam 7 aku bawain makanan yah."
"Iya mas 5 menit lagi aku ngantuk banget." Zena masih ngelindur sepertinya. Athala hanya bisa menghela nafasnya dan keluar kamar menuju dapur.
"Bi, tolong bawain sarapan yah ke kamar."
"Siap den. Loh, non Zena sakit den?"
"Enggak bi, lagi males aja dia, kasihan juga kemarin capek banyak tamu." Athala pamit dan pergi ke kamarnya lagi. Ketika masuk benar saja, Zena masih betah dibawah selimut.
"Ayo sayang jadi enggak?" Athala memeluk istrinya dari belakang "Mas aja yah sendiri, capek banget mas sumpah. Hari ini aku mau tidur aja ya mas, please jangan ganggu." Ucap Zena dengan suara lemahnya, matanya juga masih terpejam.
"Iya sayang, aku siap-siap kerja dulu yah. Tapi kamu makan dulu, bibi nanti anterin makan ke kamar. Untung aja kamu udah ganti baju." Athala menyelimuti istrinya lagi dan ke kamar mandi.