NovelToon NovelToon
Ekspedisi Arkeologi - Misteri Kutukan Mola-Mola.

Ekspedisi Arkeologi - Misteri Kutukan Mola-Mola.

Status: sedang berlangsung
Genre:TimeTravel / Sistem / Epik Petualangan / Dendam Kesumat / Pulau Terpencil
Popularitas:441
Nilai: 5
Nama Author: Deni S

Ketika seorang pemuda dihantui oleh teka-teki atas hilangnya sang Ayah secara misterius. Bertahun-tahun kemudian ia pun berhasil mengungkap petunjuk dari buku catatan sang Ayah yang menunjuk pada sebuah batu prasasti kuno.

Satrio yang memiliki tekad kuat pun, berniat mengikuti jejak sang Ayah. Ia mulai mencari kepingan petujuk dari beberapa prasasti yang ia temui, hingga membawanya pada sebuah gunung yang paling berbahaya.

Dan buruknya lagi ia justru tersesat di sebuah desa yang tengah didera sebuah kutukan jahat.
Warga yang tak mampu melawan kutukan itu pun memohon agar Satrio mau membantu desanya. Nah! loh? dua literatur berbeda bertemu, Mistis dan Saint? Siapa yang akan menang, ikuti kishanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deni S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15: Legenda Batu Kuno

Satrio tenggelam dalam rasa kegelisahan yang tampak nyata. Pandangannya sesekali menyapu ke sekeliling, memperhatikan setiap gerakan dan suara yang terdengar dari sekitarnya. Pikiran-pikirannya terus berkecamuk, mencoba meraba apa yang sebenarnya terjadi di desa ini. Namun, tak ada petunjuk jelas, hanya tatapan penduduk yang sarat akan kecemasan.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah berat mendekat. Ekot muncul bersama seorang pria paruh baya. Tubuh pria itu tegap, rambutnya sudah memutih sebagian, mengenakan pakaian tradisional berwarna gelap dengan hiasan sederhana di lengan dan ikat kepala yang khas. Kehadirannya memancarkan otoritas yang tak diragukan, dan Satrio dapat segera mengenali bahwa pria, itu adalah sosok yang berpengaruh.

"Sebaiknya kau bersikap sopan," bisik Balewa tanpa menoleh, nadanya penuh peringatan. Satrio mengangguk perlahan, mengerti bahwa inilah saatnya menunjukkan sikap hormat.

Pria paruh baya itu mendekat, pandangannya tajam mengamati Satrio dari ujung kepala hingga kaki. Satrio tetap tenang meski dadanya terasa sesak, menjaga posturnya dengan sopan sambil menunggu apa yang akan dikatakan.

"Pak Kades," panggil Balewa, suaranya rendah namun tegas.

Pria itu mengangguk singkat pada Balewa. "Aku sudah mendengarnya dari Ekot," ucapnya, suaranya serak namun berwibawa. Tak ada kemarahan yang terlukis di wajahnya, hanya raut serius dan penuh pertimbangan. Kalimatnya singkat, tetapi cukup bagi Satrio untuk menyadari bahwa mereka sudah membahas sesuatu yang serius tentang dirinya.

"Sebaiknya kita bicarakan ini di dalam," ujar Pak Kades dengan nada serius namun terkendali.

Balewa dan Ekot memberi jalan, membiarkan Pak Kades melangkah masuk terlebih dahulu. Satrio mengikuti, hatinya masih diliputi rasa cemas. Mereka memasuki rumah panggung yang tampak sederhana namun kokoh, dengan ruang tamu yang luas dan berlantai kayu. Tak banyak perabotan di sana, hanya beberapa kursi kayu dan meja rendah di tengah ruangan. Atmosfer yang sunyi menambah kesan formal pertemuan ini.

Pak Kades duduk di kursi, lalu mempersilahkan semua untuk ikut duduk. Ekot dan Balewa duduk di sampingnya, dengan sikap tegang. Satrio pun mengambil posisi di hadapan mereka, berusaha menjaga ketenangan.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Pak Kades, matanya menelisik penuh kehati-hatian.

Satrio menarik napas dalam-dalam, sebelum menjawab, suaranya rendah namun jelas, "Namaku Satrio Pak. Saya seorang arkeologi. Saya tidak memiliki tujuan buruk apapun terhadap gua itu."

Ekot tiba-tiba menyela, nadanya penuh tuduhan, "Kau tidur di sana tanpa izin! Kau sudah membuat leluhur kami murka!"

Balewa pun tak bisa menahan amarahnya, saat tahu akan hal itu. "Beraninya kau melakukan itu! Kau hanya membuat leluhur kami bertambah murka!" Suaranya menggelegar, membuat ruangan itu terasa semakin sempit.

Pak Kades mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk menenangkan mereka. "Ekot, Balewa, tenanglah. Biarkan ia menjelaskan semua," ucapnya, suaranya lebih tegas kali ini.

Pak Kades menatap Satrio dengan tajam, seolah mencoba membaca isi pikirannya. "Apakah benar yang dikatakan mereka?" tanyanya.

Satrio mengangguk perlahan, wajahnya menunjukkan penyesalan. "Berhari-hari aku menempuh perjalanan di dalam hutan," lanjut Satrio, suaranya sedikit bergetar mengenang kesulitannya. "Hingga sampai akhirnya, aku menemukan gua itu." Jawabnya, suaranya terdengar tulus.

Pak Kades menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. Ia menatap Satrio tajam, sorot matanya jelas menuntut kejujuran yang tak terbantahkan. Dengan suara berat yang sarat kewaspadaan, ia bertanya, "Apa yang sebenarnya kau cari? Dan apa yang kau maksud ageyoloki?"

Pertanyaan itu mengagetkan Satrio. Ia merasa semua mata yang ada di ruangan itu, menuntut jawaban yang jelas. Satrio tahu ia harus hati-hati dalam memilih kata. Ia berusaha mencari cara untuk menyusun penjelasan yang mudah mereka mengerti. Namun sebelum ia bisa membuka mulut, Ekot sudah lebih dulu menyela.

"Bicaralah yang jelas!" sergah Ekot tajam, suaranya penuh ketidaksabaran dan ketegangan yang meluap. "Jangan kau buat kami pusing."

Satrio menarik napas panjang, berusaha menjaga suaranya tetap tenang. "Baiklah, izinkan saya menjelaskan semuanya," katanya, pelan namun tegas. "Saya berasal dari tempat yang jauh. Saya bisa sampai ke sini karena mempelajari batu peninggalan leluhur. Batu-batu itu seolah menuntun saya pada lokasi tertentu. Karena itulah, saya tersesat di hutan, dan... entah kebetulan atau apa, saya menemukan batu di gua milik kalian."

Ketika Satrio berhenti berbicara, suasana ruangan mendadak hening. Udara terasa berat, seolah menunggu kejujuran dari pengakuan yang baru saja keluar dari mulutnya.

Ekot berdiri dengan amarah yang memuncak, suaranya meninggi, "Kubilang jangan asal bicara! Ucapanmu itu terlalu mengada-ada!"

Satrio segera menimpali dengan cepat, nadanya sedikit tegas, "Aku tidak mengarang cerita, memang itulah yang terjadi." Matanya menatap langsung ke arah Ekot, mencoba menunjukkan kesungguhan.

Pak Kades yang sedari tadi terdiam, kini tampak bimbang. Garis kerutan di wajahnya menandakan pikirannya yang tengah berpacu, menyaring kebenaran dari ucapan Satrio.

Balewa ikut menyuarakan kecurigaannya, "Kalau kau tidak mengarang! Pastikan kau punya bukti yang kuat."

Situasi mulai meruncing, suasana kian tegang. Satrio merasa langkah-langkah yang ia tempuh selama ini seolah akan kandas di desa ini. Pertanyaan membayang di pikirannya, apakah ia telah melangkah terlalu jauh?

Angin berhembus lembut, menerobos masuk melalui pintu yang setengah terbuka, membawa hawa dingin yang menggigit kulit. Di tengah kekalutan pikirannya, bayangan teks kuno yang selama ini ia pelajari muncul dalam benaknya, seolah memberi petunjuk. Dengan segala keyakinan yang tersisa, Satrio memberanikan diri untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini ia simpan, berharap ini bisa menjadi jalan keluar.

"Jauh di masa lampau," Satrio memulai, suaranya penuh keyakinan, "leluhur kalian memegang sebuah janji, tentang sesuatu yang mereka jaga. Sesuatu yang begitu berharga dan besar. Bahkan, sesuatu yang mereka jaga itu sangat dihormati oleh kelompok lain."

Ekot dan yang lain tertegun, ekspresi wajah mereka berubah, seolah kata-kata Satrio berhasil menyentuh sesuatu yang dalam dan rahasia. Kening Pak Kades berkerut, sementara Balewa tak lagi terlihat begitu yakin akan ketidakbenaran cerita Satrio.

Di antara ketegangan yang melingkupi, raut wajah mereka berubah dari kemarahan menjadi keraguan.

Pak Kades yang masih tertegun, mengerutkan dahi sebelum akhirnya bertanya dengan suara pelan, namun terdengar jelas, "Bagaimana kau tahu tentang legenda desa kami?"

Satrio menarik napas dalam, ia menatap lurus pada Pak Kades, mencoba menunjukkan kesungguhan dalam kata-katanya. "Legenda?" ulangnya, sedikit tersenyum tipis, "Itu bukan legenda. Aku yakin itu sebuah kisah yang pernah terjadi di masanya."

Kata-kata Satrio bergema di ruangan, mengundang hening yang tegang. Sorot mata mereka tak beralih dari Satrio, namun kali ini ada sesuatu yang berubah. Ada rasa penasaran dan kehati-hatian dalam pandangan mereka, seolah melihat seseorang yang menguak rahasia yang tak seharusnya diketahui oleh orang luar.

Pak Kades menarik napas panjang, suaranya rendah saat berbicara, "Bahkan tidak semua warga di sini mengetahui hal itu."

Udara di ruangan terasa semakin berat, seolah tak hanya membawa kebimbangan, tetapi juga kesadaran bahwa percakapan ini telah membawa mereka ke wilayah yang tak biasa.

1
Muslimah 123
1😇
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋👍🙏
Delita bae: iya , mksh semangat ya 😇💪👍🙏
Msdella: salam kenal kak.. wih banyak karyanya kak.. nnti aku baca juga kak
total 2 replies
miilieaa
haloo kak ..sampai sini ceritanya bagus kak
lanjut nanti yah
Msdella: Hallo.. Terima kasih kak.. Siap, kak. nanti saya update sampe tamat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!