Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bocil kesayangan Alvaro (ノ◕ヮ◕)ノ*
Saat mereka duduk di kedai roti, Alvaro mengeluarkan kotak makanan yang dibawanya. Dengan senyum lebar, ia meletakkan sepiring sosis roll bread yang tampak menggugah selera di atas meja.
"Ini buat lo," katanya, bersikap percaya diri.
Alice awalnya tak melirik, berpura-pura fokus pada pemandangan di sekeliling. Namun, aroma sedap dari makanan itu perlahan-lahan mengganggu konsentrasinya. Tak bisa menahan rasa penasaran, ia akhirnya menoleh ke arah makanan tersebut.
Matanya berbinar saat melihat sosis roll bread yang disusun rapi di piring. Roti yang lembut dipadu dengan sosis yang juicy, ditambah saus yang menggiurkan, membuatnya merasa lapar meski sebelumnya sudah sarapan.
"Lo beneran beli ini?" tanya Alice, tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya.
"Yoi, gue tahu ini favorit lo," jawab Alvaro santai, terlihat bangga dengan pilihannya.
Alice tak bisa menahan senyumnya. Dia merasa senang, tetapi mencoba untuk bersikap cool. "Yaudah, makasih," ucapnya sambil meraih satu sosis roll bread dan menggigitnya.
Rasa enak langsung menyerang lidahnya, membuatnya semakin terkesan dengan perhatian Alvaro. "Ini enak banget, lo beli di mana?" tanyanya dengan semangat, tak lagi memperdulikan sikap dinginnya sebelumnya.
Alvaro hanya tersenyum, merasa puas melihat reaksi Alice yang kini ceria. "Rahasia," jawabnya, sambil menyandarkan diri ke kursi dengan santai, menikmati momen kebersamaan yang terasa semakin hangat.
"mau lagi?" tanya Alvaro saat melihat Alice yang begitu menikmati makanan itu.
"nggak usah, ini aja masih banyak," sahut Alice, nada suaranya kini tak lagi kesal dengan Alvaro.
"dasar bocil, kalo marah-marah kuncinya cuman disogok makan," batin Alvaro sambil tersenyum kecil.
"oh ya, lo nggak makan?" tanya Alice, melihat Alvaro yang asyik memainkan tablet-nya.
"nggak, gue satu kali sehari makan," jawab Alvaro tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
"yang bener lo?" tanya Alice, tak percaya. Mana mungkin, sedangkan dia sendiri tidak terhitung berapa kali dalam sehari makan.
"emm..." hanya deheman yang terdengar di telinga Alice.
"lo ngapain sih?" ucap Alice penasaran, mengapa laki-laki itu sedari tadi terlihat sibuk.
"kerja lah, Ege," jawab Alvaro sambil akhirnya menatap Alice.
"owh," sahut Alice singkat. Dia kemudian mengambil sepotong roti, berniat menyuapkan untuk Alvaro.
"buka mulutnya, aaa!" ucap Alice melayangkan sendok ke arah mulut Alvaro.
Alvaro sempat mundur karena terkejut, membuat Alice merasa ditolak. Namun, dengan cepat, Alvaro menggenggam lengan Alice, membuatnya membelalak dengan tatapan tak terartikan. Dengan hati-hati, Alvaro menyuap makanan itu ke mulutnya.
"emm, creamy," ucap Alvaro setelah mengunyah.
"e—kan enak," celetuk Alice terbata-bata, berusaha menetralkan perasaannya yang tiba-tiba bergejolak.
"udah kenyang," ucap Alice sambil mengelus perutnya.
"yaudah, ayo. Gue anterin lo ke tempat kerja," sahut Alvaro, sambil menenteng tas Alice.
"makasih ya, Alvaro, buat sarapan tadi," kata Alice dengan senyum manis, menatap Alvaro.
"masama, bocil," sahut Alvaro, sambil mengelus kepala Alice dengan lembut sebelum menjalankan mobil sport-nya.
Sesampainya di tempat kerja Alice, Alvaro sempat melihat sekeliling, matanya menyapu para karyawan di sana. "Banyak juga karyawan cowoknya," batinnya.
"Kenapa?" tanya Alice, melihat Alvaro yang tampak bengong.
"Ehm, nggak papa. Yaudah, sana masuk, nanti telat terus nangis," seru Alvaro, mengejek dengan nada bercanda.
"Dih, bacot lo," sahut Alice, kesal, tapi tak bisa menahan senyum kecilnya.
"Bye-bye," ucap Alice, melambaikan tangan sambil tetap melangkah menuju toko tempat ia bekerja.
Sementara itu, Alvaro, dengan pakaian smart casual yang dipakainya, membuat beberapa karyawan perempuan di sana tak bisa menahan tatapan kagum mereka. Ditambah lagi dengan pesona mobil sport-nya yang semakin memikat perhatian orang-orang di sekitar.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor