Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Keputusan Gila
Setelah kejadian di kamar Rina malam itu, Lila dan Rina sama-sama sadar kalau apa yang mereka alami bukan sekedar ilusi atau mimpi buruk. Ada sesuatu yang nyata dan menyeramkan di kos mereka, dan nggak peduli seberapa sering mereka coba mengabaikannya, selalu ada kejadian aneh yang bikin bulu kuduk mereka berdiri.
Besok paginya, Lila dan Rina duduk berdua di warung kopi dekat kos. Mereka belum bisa tidur semalaman, dan pagi itu, dengan mata sembab dan raut wajah capek, mereka mencoba mencari solusi dari semua teror yang terus datang.
“Gue nggak tahan lagi, Lil,” Rina buka suara, suaranya terdengar serak. “Gue serius. Ini udah nggak normal. Setiap malam ada aja yang aneh.”
Lila mengangguk setuju sambil menyeruput kopinya. Dia juga udah kepikiran hal yang sama, cuma nggak tahu harus gimana lagi.
“Gila lu, Rin. Gue juga capek banget. Setiap malem kebangun, nggak bisa tenang. Udah kayak tinggal di film horor.”
Rina menyandarkan punggungnya ke kursi, menarik napas dalam-dalam. “Apa kita pindah kos aja ya? Gue nggak sanggup lagi, Lil. Serius, gue lebih baik tidur di jalanan daripada terus diganggu kayak gini.”
Lila mikir sejenak. Pindah kos mungkin solusi yang paling masuk akal, tapi mereka nggak bisa sembarangan cabut begitu aja. Kontrak kos masih panjang, dan mereka juga nggak punya duit lebih buat bayar kosan baru.
“Tapi duit, Rin? Kita bisa dapet kos yang murah, tapi duit kita nggak cukup buat dua kali bayar di tempat yang berbeda.”
Rina menatap Lila dengan tatapan putus asa. “Gue rela makan mie instan tiap hari deh, yang penting bisa tidur tenang. Gue udah nggak peduli soal duit. Daripada gila di kosan itu, gue lebih milih cabut sekarang.”
Lila tahu Rina serius. Dan kalau dipikir-pikir lagi, dia juga setuju. Mereka nggak bisa terus-terusan terjebak di kosan yang bikin mereka ketakutan tiap malam.
“Lo bener, sih,” akhirnya Lila mengakui. “Mungkin kita emang harus cari tempat baru. Gimana kalo kita tanya Pak Anton? Siapa tau dia punya kenalan yang bisa bantu kita cari kos murah.”
Rina langsung setuju. Mereka tahu Pak Anton, bos mereka, orang yang cukup paham soal lingkungan sekitar. Mungkin dia bisa ngasih mereka solusi yang lebih baik daripada sekedar kabur dari kos.
Siangnya, mereka berdua ke kantor dan langsung menemui Pak Anton di ruangannya. Dengan hati-hati, mereka ceritain semua kejadian yang mereka alami di kos selama ini. Awalnya, Pak Anton cuma ngedengerin dengan ekspresi serius, tapi ada kalanya dia terlihat bingung.
“Apa nggak terlalu lebay, ya?” Pak Anton akhirnya buka suara setelah mereka selesai cerita. “Maksudnya, gue ngerti kalau kalian mungkin takut, tapi nggak semua hal harus ditanggapi terlalu serius.”
Lila dan Rina saling pandang dengan tatapan kecewa. Mereka tahu akan susah buat orang lain percaya dengan cerita mereka, apalagi ini soal hal-hal gaib.
“Tapi, Pak,” Lila memohon, “ini beneran. Kita berdua ngalamin hal yang sama, dan nggak mungkin kita halusinasi bareng-bareng.”
Pak Anton ngangguk, mikir sejenak. “Oke, gue ngerti. Tapi pindah kos kan bukan hal kecil. Kalian yakin udah nyoba semua cara buat menghadapi ini?”
Rina dengan cepat menggeleng. “Udah, Pak. Kita udah coba semuanya, bahkan panggil orang buat ritual di kosan. Tapi tetep aja kejadian aneh nggak berhenti.”
Pak Anton terdiam sejenak, sebelum akhirnya berdiri dari kursinya dan melihat mereka dengan tatapan tegas. “Gue bisa bantu kalian nyari kos baru, tapi ada syaratnya.”
Mata Lila dan Rina berbinar. “Apa aja deh, Pak. Yang penting kita bisa keluar dari sana,” kata Rina buru-buru.
Pak Anton tersenyum tipis. “Syaratnya, kalian tetep kerja profesional. Nggak boleh ada alasan bolos atau ninggalin kerjaan cuma karena capek atau kurang tidur. Deal?”
Mereka berdua saling pandang, lalu kompak mengangguk. “Deal, Pak.”
Pak Anton akhirnya menghubungi beberapa kenalannya, dan dalam waktu singkat, mereka punya beberapa pilihan kos yang lebih murah tapi cukup nyaman. Sore itu, mereka langsung muter-muter nyari kos baru.
Saat mereka akhirnya nemu satu kos yang cocok, perasaan lega langsung menyelimuti mereka. Kosan yang baru jauh lebih nyaman, lebih terang, dan yang paling penting, auranya nggak seberat di kos lama mereka.
“Gue harap ini beneran bisa ngasih kita ketenangan, Rin,” kata Lila saat mereka berdiri di depan kamar kos baru mereka.
“Iya, gue juga. Udah nggak sabar buat tidur nyenyak lagi,” jawab Rina sambil tersenyum lelah.
Malam itu, setelah beres-beres dan memindahkan barang-barang penting, mereka akhirnya bisa duduk tenang di kamar kos baru. Suasana lebih tenang, nggak ada suara-suara aneh atau aura mencekam.
Lila merebahkan diri di kasur barunya, menikmati keheningan. Tapi entah kenapa, perasaan tenang itu nggak bertahan lama.
Beberapa menit setelah lampu dimatikan, Lila kembali merasa ada sesuatu yang nggak beres. Dia berusaha menutup mata dan mengabaikan perasaan itu, tapi rasa takut mulai merayap lagi.
Dari tempat tidurnya, dia bisa dengar suara napas Rina yang mulai teratur, tanda kalau temannya sudah mulai tertidur. Tapi Lila nggak bisa. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Lalu tiba-tiba, dari arah jendela kamar, Lila mendengar suara pelan. Suara yang pernah dia dengar sebelumnya.
Liiiiiilaaaaa...
Jantung Lila langsung berdegup kencang. Dia membalikkan badan menghadap jendela, tapi nggak ada apa-apa di sana. Cuma tirai yang bergerak pelan tertiup angin malam.
Liiiiiilaaaaa...
Suara itu terdengar lagi, lebih jelas, dan sekarang rasanya lebih dekat.
Lila menelan ludah. Bulu kuduknya berdiri, dan rasa takut yang tadi mulai hilang kembali menyelimutinya.
Mereka mungkin udah pindah kos, tapi sepertinya teror ini belum selesai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...