Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Disisi yang Berbeda
"terus, keadaan temen lo gimana sekarang?" tanya Dewi, penasaran.
"kayaknya sih udah baikan, deh," jawab Alice, tapi ada keraguan dalam suaranya.
"kok kayaknya? lo nggak yakin?" Dewi mengernyit, heran dengan jawaban Alice.
"lo tau sendiri kan, Wi, gue itu stikperen banget-banget, tingkat dewa! jadi beberapa hari ini cuma bisa chatting-an doang sama Alvaro, nanyain kabarnya," sahut Alice sambil menghela napas.
"lah, anjir! bukannya temen lo sakit gara-gara nolongin lo? kok lo nggak jenguk langsung?" Dewi bertanya tak habis pikir, sedikit kesal karena merasa Alice seharusnya bisa lebih perhatian.
Alice hanya mengangguk kecil, matanya meredup. "gue juga nggak enak sama Alvaro, Dew. Dia udah berkorban buat gue, tapi gue nggak bisa sembarangan keluar rumah. Orang tua gue terlalu strict soal itu..." jelas Alice dengan nada pelan. Meski hatinya ingin, ia tak bisa membantah perintah orang tuanya.
°°°
toko terasa sangat ramai hari ini, dipenuhi pelanggan yang sibuk membeli keperluan sekolah.
Alice duduk di bangku, mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah melayani banyak pembeli.
"lice, lo dipanggil bos," ucap seorang karyawan sambil lewat.
"oh, iya," jawab Alice dengan senyum tipis, meski jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Dengan segera, ia melangkah menuju ruangan bosnya.
TOK! TOK! TOK!
"masuk," sahut suara dari dalam, tegas namun tenang. Itu pasti bosnya, seorang laki-laki yang selama ini hanya ia dengar dari cerita.
Alice membuka pintu dan melangkah pelan. Rasa gugup melingkupi dirinya, karena ini adalah pertama kalinya ia berhadapan langsung dengan bos. Saat pertama masuk kerja, keluarga bosnya yang sementara menggantikan posisinya.
***
lelaki itu sempat terbungkam saat menyadari siapa karyawan yang diizinkan ayahnya bekerja hingga jam delapan malam. "Alice?" celetuk Simon, terkejut. Sama halnya dengan Alice yang terpana, karena bos yang ia pikir akan menakutkan ternyata adalah Simon, seseorang yang pernah ia temui beberapa hari lalu.
"kak Simon..." lirih Alice, tak percaya dengan penglihatannya.
"jadi kamu yang ayah saya ijinin buat kerja sampai jam delapan malam?" Simon terkekeh, masih tak percaya.
"hehe, iya kak," sahut Alice dengan senyum kikuk, tak menyangka dunia ini begitu kecil.
"dunia emang kecil banget ya," celetuk Simon sambil menggelengkan kepala, lalu mempersilahkan Alice duduk.
"kamu sehat?" tanya Simon, menatap Alice dengan senyum yang entah apa artinya.
"alhamdulillah sehat, kak. kakak gimana?" balas Alice dengan suara pelan, tak bisa menghindari rasa canggung.
"bisa kamu lihat sendiri, lice. oh iya, Alvaro gimana kabarnya?" tanya Simon, menatap Alice seolah butuh jawaban yang jelas.
"Alvaro?" Alice sedikit terkejut mendengar nama itu.
"iya, beberapa hari ini saya sibuk, belum sempat jenguk dia," ucap Simon, mengangguk pelan.
"sama, kak. aku juga nggak terlalu tahu. tapi katanya sih dia udah baikan," jawab Alice dengan nada agak ragu, merasa sedikit bersalah karena Alvaro adalah keluarga Simon.
"loh, kamu nggak jenguk dia?" Simon bertanya dengan nada sedikit heran.
"pulang kerja nanti aku mau ngejenguk, kak," jawab Alice tersenyum, berusaha menenangkan suasana.
"berarti kemarin-kemarin nggak jenguk? terakhir ya waktu kita ketemu?" Simon bertanya, mencoba memastikan.
"emm..." Alice hanya mengangguk kecil, merasa semakin canggung.
Entah kenapa, Simon tersenyum dalam hati, tapi segera menyembunyikan ekspresinya dari Alice.
"ada yang mau dibicarain lagi, kak?" tanya Alice, sadar bahwa Simon terlihat melamun menatapnya.
"e- em, nggak ada. kamu bisa kembali bekerja," sahut Simon terbata-bata, tersadar dari lamunannya.
Alice mengangguk, lalu perlahan keluar dari ruangan, sementara Simon masih terdiam sejenak.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor