Alea baru mengetahui dirinya hamil saat suaminya telah pergi meninggalkannya. Hal itu di sebabkan karena sang suami yang kecewa terhadap sikapnya yang tak pernah bisa menghargai sang suami.
Beberapa bulan kemudian, mereka kembali bertemu. Suami Alea kini menjadi seorang CEO tampan dan sukses, suaminya secara tiba-tiba menemuinya dan akan mengambil anak yang baru saja dia lahirkan semalam.
"Kau telah menyembunyikan kehamilanmu, dan sekarang aku datang kembali untuk mengambil hak asuh anakku darimu,"
"Jangan hiks ... aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ambil putriku!"
Bagaimana selanjutnya? apakah Ady yang merupakan suami dari Alea akan mengembalikan putrinya pada ibu kandungnya? ataukah Ady akan mengambil putri Alea yang baru saja dia lahirkan semalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5: Kehamilan Alea
Tok!
Tok!
Tok!
"YA! SEBENTAR!"
Cklek!
"Ngapain kakak kesini?" ujar Edgar yang baru saja membuka pintu rumah ketiak ada orang yang mengetuknya. Saat dia membukanya netranya terkejut saat mendapati sang kaka yang membawa kopernya.
"Ed, kakak ...,"
"Baru ingat punya keluarga, iya? selama ini kemana aja?!" sindir Edgar.
Alea menundukkan kepalanya, dia mencengkram erat pegangan kopernya. Air matanya luruh, penyesalan hingga di relung hatinya.
"Maaf, kakak ipar kamu telah meninggalkan kakak Ed," lirih Lia.
Edgar tertawa sumbang, dia menyandarkan dirinya pada dinding dan menatap sang kakak dengan angkuh.
"Di tinggal suami, baru ingat punya keluarga? aku bersyukur kak putra meninggalkan istri yang kejam sepertimu!" sarkas Edgar.
Edgar berdecak sebal saat Alea menangis terisak. "Lebih baik kakak pergi dari sini sekarang, karena aku gak butuh kakak macam anda!" sentak Edgar.
Edgar menutup pintu, Alea pun mengetuknya berharap Edgar membukakan pintu untuknya Dia tak lagi mempunyai rumah, hanya rumah ini satu-satunya yang dapat menampungnya.
"Edgar hiks ... maafin kakak, buka pintunya dek. Kakak mohon," isak Alea.
Edgar, dia masih merasa kasihan dengan sang kakak. Terbukti remaja itu memantau sang kakak dari jendela rumahnya, dirinya merasa kasihan tapi rasa sakit hati kehilangan sang ibu membuatnya tega.
Tak lama netra Edgar melihat ada warga yang menatap Alea, tak mau menjadi bahan gosipan Edgar pun membukakan pintu dan menyuruh Alea masuk.
"Masuklah, hanya sebentar dan kau bisa pergi!"
Alea mengangguk, dia masuk ke rumah orang tuanya itu. Sedari tadi dia bingung mengapa sang ibu tidak menghampirinya, apakah ibunya sedang berada di luar?
"Ed, ibu mana? biasanya kakak datang ibu langsung temuin kakak," tanya Alea.
Edgar yang tadinya akan ke dapur seketika menghentikan langkahnya, dia menatap sang kakak dengan pandangan datar.
"Ibu gak ada," jawab Edgar.
"Oh lagi keluar yah," ucap Alea.
Edgar menggeleng, "Bukan, ibu udah meninggal beberapa minggu lalu,"
Seketika Alea terdiam kaku, waktu terasa berhenti berputar. Alea memegangi dadanya yang berdenyut sakit, tak sada dia menjatuhkan dirinya ke sofa dan menangis.
"Gak, gak mungkin. Kamu pasti bohong sama kakak kan?" tanya Alea tak terima.
"Buat apa aku berbohong tentang kematian? sebelum ibu meninggal kakak kemana saja? aku menghubungi kakak untuk menjenguk ibu tapi kakak selalu bilang, sibuk ... sibuk dan sibuk! sekarang ibu gak ada kakak baru mencarinya?!" sentak Edgar.
Alea meraung, Edgar pun mendekatinya dan memegang pundaknya. "Jangan menangis seperti itu, kasihan ibu. Buat apa kau menangis, sebelumnya saja kau tak pernah mengingat kami yang masih keluargamu! dengan kau menangis ibu tidak akan kembali hidup," bijak Edgar.
Edgar duduk di samping sang kakak, dirinya menatap sang kakak yang berusaha mengontrol dirinya
"Mas putra tau?" tanya Alea.
"Sebelum ibu meninggal, mas putra kerumah. Dia meminta izin untuk melepas kakak, dan setelah itu sakit ibu semakin parah dan berakhir meninggal. Aku berusaha menghubungimu, tapi kau sellau mengatakan sibuk. Jadi, aku tidak salah!" terang Edgar.
Alea terkejut, dia menatap tajam sang adik. "Jadi mas putra yang menyebabkan ibu tiada?!" selidik Alea.
Edgar menggeleng, dia bangkit dari duduknya dan melipat tangannya bersedekap dada.
"Sudah ku bilang sebelumnya bukan? ibu merindukanmu, dia sakit parah dan tidak mau kerumah sakit jika tidak di antar olehmu. Setiap aku menelponmu kau selalu mengira jika kami butuh uang. NGGAK! KAMI GAK BUTUH UANGMU! jika harus ada yang di salahkan, maka kakak adalah orang pertama yang patut untuk di salahkan!"
Alea menutup mulutnya, dia menggelengkan kepalanya berharap dia salah dalam menangkap ucapan Edgar. Alea apun bangkit dan mencari sang ibu, Edgar sudah berusaha mencegahnya tapi sang kakak tetap keras kepala.
"IBU! IBU! INI ALEA BU HIKS ... AYO KITA BEROBAT HIKS ... ALEA TEMENIN IBU BEROBAT BU!" teriak Alea.
Edgar menarik tangan sang kakak dengan keras, netranya menatap tajam sang kakak.
"Sudah ku bilang ibu sudah meninggal! kalau kau tidak percaya mari ku tunjukkan kuburannya!" sentak Edgar.
Edgar menarik sang kakak keluar rumah, dia menuju pemakaman yang memang dekat dari rumahnya. Dia menelusuri satu-persatu kuburan dan terhenti pada satu kuburan yang tertulis nama sang ibu.
"Nggak, nggak mungkin," lirih Alea.
Alea berjongkok, dia meremas gundukan tanah itu. Alea menangis tersedu-sedu. Edgar hanya bisa memalingkan wajahnya, dia menahan air matanya yang jatuh akibat kembali teringat akan sang ibu.
"Sudah bukan, aku akan pulang dan jangan lagi kembali ke rumahku!" ujar Edgar dan akan segera beranjak dari sana.
"Tunggu Edgar!" panggil Alea.
Edgar menghentikan langkahnya, dia menoleh menatap Alea yang tengah menatapnya dengan wajah penuh permohonan.
Alea bangkit dari jongkoknya, dia mendekati Edgar dengan tangan yang saling bertaut.
"Bisakah kakak tinggal denganmu?" tanya Alea dengan nada lirih.
"Ck, rumahku kecil dan tak semewah rumahmu. Untuk apa tinggal di rumahku?" sindir Edgar.
"Rumah kakak ... rumah kakak kebakaran dan kakak tidak memiliki tempat tinggal lagi," cicit Alea.
Edgar tertawa, apakah kakaknya bercanda? kakaknya pasti memiliki uang untuk menginap di hotel bukan?
"Kau itu bekerja sebagai direktur, gajimu sangat tinggi masa menyewa rumah kau tidak mampu? jangan membodohiku," kekeh Edgar.
"Kakak di pecat, kakak di tuduh melakukan korupsi. Kini kakak tidak memiliki apapun lagi," lirih Alea.
Edgar terkejut, dia memandang remeh Alea yang kini menunduk padanya, Kakaknya yang selalu memandangnya angkuh dan selalu memberinya uang untuk diam. Dan kini dia melihat sang kakak memohon padanya.
"Ooo pantas saja kau menemuiku, sudah susah ternyata? lebih baik kau pergi dari hadapanku karena aku tidak mau membantumu!" ujar Edgar. Edgar pun mulai beranjak dari hadapan Alea.
"JIKA KAKAK TIDAK HAMIL, KAKAK JUGA AKAN LEBIH MEMILIH HIDUP DI JALANAN EDGAR!" teriak Alea.
Edgar menghentikan langkahnya, dia terkejut mendengar teriakan Alea yang mengatakan dirinya hamil anak kakak iparnya. Apakah kakak iparnya mengetahui hal ini?
"Kakak ingin dia bertahan Edgar, setidaknya anak ini adalah anak yang selalu di inginkan mas putra. Dengan melahirkannya kakak akan sedikit membayar kesalahan kakak pada mas putra, kakak mohon Edgar ... hanya sampai lahiran, Setelahnya kakak akan keluar dari rumahmu dan mencari kehidupan baru," mohon Alea.
"Apa bang Putra tahu jika kakak hamil?" tanya Edgar.
Alea menggeleng, dia menyentuh perutnya sembari menatapnya.
"Kakak tidak tau dimana mas putra, ponselnya sudah tidak aktif dan kau tau bukan jika kakak tak mengenal keluarganya," jawab Alea.
Edgar tampak berpikir, bagaimana pun juga anak yang di kandungan sang kakak adalah keponakannya sekaligus cucu mendiang orang tuanya. Dia tak tega jika sang ponakan merasakan dampak dari kesalahan ibunya.
"Baiklah, kau boleh tinggal di rumahku. Tapi, uang gajiku tidak bisa menghidupimu. Bagaimana pun caranya kau harus bekerja untuk keperluanmu," ujar Edgar.
Alea mengangguk antusias. "Baiklah, terima kasih dek," seru Alea.
Edgar mengangguk, dia pergi dari hadapan Alea menuju rumahnya. Sedangkan Alea menatap perutnya dan mengelusnya.
"Kita berjuang sama-sama dari awal yah sayang," lirih Alea.
Sejenak sebelum meninggalkan pemakaman, Alea menatap makam kedua orang tuanya. "Maafin Alea bu, pak. Maafin Alea," lirih Alea.
jangan lupa like, komen, vote dan hadiahnya yah❤