NovelToon NovelToon
The Marriage Of Moon And Dew

The Marriage Of Moon And Dew

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: dzataasabrn

Terlahir dari orang tua yang membenci dirinya sejak kecil, Embun Sanubari tumbuh menjadi laki-laki yang pendiam. Di balik sifat lembut dan wajah tampannya, tersimpan begitu banyak rasa sakit di hatinya.

Ia tak pernah bisa mengambil pilihannya sendiri sepanjang hidup lantaran belenggu sang ayah. Hingga saat ia memasuki usia dewasa, sang ayah menjodohkannya dengan gadis yang tak pernah ia temui sebelumnya.

Ia tak akan pernah menyangka bahwa Rembulan Saraswati Sanasesa, istrinya yang angkuh dan misterius itu akan memberikan begitu banyak kejutan di sepanjang hidupnya. Embun Sanubari yang sebelumnya menjalani hidup layaknya boneka, mulai merasakan gelenyar perasaan aneh yang dinamakan cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dzataasabrn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ballroom

"Sandika! Kau selalu terlihat gagah seperti biasanya." Danendra terkekeh sembari merangkul kedua bahu lebar Sandika. Ia menyambar rekan bisnisnya itu bahkan sebelum Sandika sampai di sebelahnya.

Tak mau kalah, Sandika juga balas merangkul pria baya yang 20 senti lebih pendek darinya itu. Bahunya bergetar sambil tertawa saat ia berkata, "Anda makin berat saja Pak."

Sanu mengernyit. Ini kali pertama ia melihat ayahnya tertawa. Terdengar cukup aneh dan asing di telinganya.

"Dimana Bu Nawang Pak? Kenapa tidak terlihat daritadi?" Sandika melepas pelukannya sembari mengedarkan pandangan. Benar adanya jika Sandika sejak tadi tidak melihat Nawang yang merupakan istri Danendra itu di sekitar area pesta.

Danendra mengendikkan bahu, ke samping. Meperlihatkan seorang wanita paruh baya yang di tengah umurnya yang sudah tidak muda lagi itu nampak masih amat cantik dan mempesona. Nawang berjalan menuruni anak tangga mewah berpilin marmer itu dengan anggun. "Dia baru kembali dari toilet."

Sandika tersenyum dan menyambar Nawang dengan segera, "Selamat malam, Bu."

Keduanya terlihat saling menyapa sementara Sanu memandang orang-orang dewasa itu dengan tatapan heran. Beginikah basa-basi orang dewasa, pikirnya.

Sanu menoleh ke sebelah, gadis cantik yang kini hanya berjarak dua langkah darinya itu nampak tengah memandangnya dengan tidak ramah. Dahinya berkerut dan wajahnya terlihat jengah. Bahkan saat mata mereka bertemu, justru Sanu yang panik bukan kepalang. Ia buru-buru membuang muka saat mendapat tatapan tajam dari gadis tersebut.

"Ini putera saya, Sanu," Sandika menarik lengan Sanu untuk melangkah maju. Mengejutkan Sanu yang sejak tadi sibuk melamun.

"Selamat malam, Om dan Tante," Sanu mengulurkan tangan pada Danendra. Pria itu terlihat memandangnya dengan tatapan tak suka, tetapi ia segera memaksakan senyumnya dan menjabat tangan Sanu.

"Selamat malam."

Berbeda dengan Danendra yang menunjukkan reaksi enggan terhadap Sanu, Nawang justru mengulas senyum cerah dan menatap Sanu dengan penuh kekaguman. Ia seolah bukan sedang melihat seorang remaja yang baru memasuki usia 20 an, melainkan seperti sedang melihat bintang film atau idola-idola zaman sekarang. Matanya berbinar dan bibirnya terkatup rapat. Dengan semangat, ia meraih tangan Sanu dan menggenggamnya dengan erat.

"Apa benar ini calon menantu kita?" Nawang melirik ke arah Sandika, mencoba memastikan bahwa laki-laki yang berdiri di hadapannya itu memanglah benar calon menantunya.

Sandika tidak bersuara, ia hanya mengangguk singkat sembari mengulas senyum tipis. Nawang yang melihat itupun kembali meremas tangan Sanu, kali ini terasa amat kencang hingga Sanu nyaris mengernyit.

"Kamu tampan sekali. Gagah dan tinggi juga. Ini adalah Saras puteri kami, Rembulan Saraswati. Dia yang akan menjadi calon istrimu nanti." Nawang menggamit tangan gadis berambut panjang yang sejak tadi membuang muka itu lantas menyatukannya dengan tangan kanan Sanu.

Keduanya kompak terkejut melihat aksi Nawang. Gadis bernama Saras itu segera menarik tangannya dengan kasar dan menatap Sanu dengan tatapan tajam. Ia terlihat kesal dan jengkel melihat aksi ibunya barusan. Ia lantas menghembuskan napas sembari mengerjap beberapa kali, diikuti dengan gerakan tangan di mana ia kembali menjulurkan tangannya untuk menjabat Sanu.

"Saras," ujarnya pelan. Suaranya sangat lembut, berbanding terbalik dengan kesan kuat dan tatapan tajam yang ia berikan.

Sanu terdiam beberapa saat. Jantungnya berdegup dengan amat kencang saat ia memutuskan untuk menjabat uluran tangan Saras, "Sanu."

Sanu menatap gadis tersebut lamat-lamat. Hidung gadis itu lancip namun dalam porsi yang sangat pas, tidak berlebihan ataupun kurang. Bulu matanya sangat lentik dan indah, seolah tidak ada satupun hal di dunia ini yang bisa menandingi keindahannya. Belum selesai Sanu memandangi gadis itu, Saras menarik tangannya kuat-kuat, membuat Sanu tersadar dari lamunannya.

Usai perkenalan singkat itu, Danendra mengajak Sanu dan Sandika untuk duduk di salah satu meja dengan dekorasi paling mencolok di pesta itu. Mereka disuguhi makanan yang sangat beragam dan enak-enak. Sesekali Danendra dan Sandika membicarakan hal-hal seputar bisnis. Dari apa yang Sanu dengar, bisnis Danendra sedang sedikit bermasalah karena ulah salah satu saingan bisnis mereka. Saat ini, Danendra sedang berusaha memulihkan kondisi tersebut dengan bantuan Sandika.

Dalam hati, Sanu berpikir bahwa itulah alasan perjodohan mereka. Mungkin perjodohan ini akan menguatkan posisi Danendra dan Sandika serta bisnis keduanya. Sanu hanya menghela napas sembari sesekali mencuri pandang ke arah Saras. Gadis itu begitu pendiam. Sejak tadi, ia dengan enggan mendengar semua obrolan itu. Sanu merasa bahwa Saras mungkin cukup menderita dengan perjodohan ini. Barangkali gadis itu sudah memiliki kekasih dan harus meninggalkannya karena perjodohan ini. Hal itu akan menjelaskan muka datar dan masamnya seharian ini.

Beberapa kali mata mereka tak sengaja bertemu. Dan apabila saat itu tiba, Sanu akan dengan panik membuang muka. Ia tidak ingin tertangkap basah sedang mencuri-curi pandang pada gadis itu.

Entah kenapa, malam itu berjalan dengan cepat bagi Sanu. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Danendra yang sejak tadi sibuk berjalan kesana kemari pun sudah dipersilahkan untuk naik ke podium mini dan memberikan sambutannya. Danendra mengatakan hal-hal seputar rasa terima kasihnya kepada mereka yang sudah hadir serta mengumumkan kerja samanya bersama Sandika dan perjodohan kedua anak mereka.

Orang-orang yang menghadiri pesta tersebut dengan segera bersorak mendengar pernyataan Danendra. Bagi semua orang yang ada di sini, pernikahan bisnis adalah hal yang sangat lumrah terjadi, tak terkecuali pernikahannya ini. Barangkali semua orang sudah memprediksinya dari jauh-jauh hari apabila melihat kedekatan antara Sandika dan Danendra. Keduanya yang menjalin ikatan melalui perjodohan akan menjadi angin segar bagi para rekannya, namun dapat menjadi ombak besar bagi para pesaing bisnis mereka. Dua pebisnis terkaya di negara ini akan menjadi keluarga, tidak ada yang lebih luar biasa dari itu.

Usai Danendra menyelesaikan ucapannya dan turun dari podium mini itu, musik kembali diputar, kali ini dengan lebih meriah dengan kehadiran seorang penyanyi klasik yang menggantikan posisi Danendra di podium. Suara merdunya memenuhi seisi rumah diikuti dengan beberapa orang yang turun ke ruang lapang di depan podium, mulai berdansa. Belasan hingga puluhan orang muali turun ke lantai dansa dengan pasangan masing-masing. Tak terkecuali Danendra yang berjalan mendekati meja mereka dan mengulurkan tangannya kepada Saras, memasang seringai bercanda. Sanu memperhatikannya.

Dilihatnya Saras menunjukkan raut wajah yang sulit dimengerti. Gadis itu menyibakkan rambutnya dan meraih uluran tangan Danendra. Pada saat itu, Sanu menyadari bahwa jemari Saras terlihat bergetar. Ia terlihat sedikit.... Takut? Raut tidak enak tersirat dari ekspresinya. Meski gadis itu memaksakan seutas senyum, Sanu bisa melihat bahwa Saras seolah-olah merasa risih.

Sanu tidak banyak berpikir, ia menyimpulkan barangkali hubungan Saras dan ayahnya tidak sebaik dirinya dan Sandika. Mungkin perjodohan ini membuat hubungan ayah dan anak itu memburuk? Entahlah. Sanu memandang keduanya lamat-lamat. Danendra melingkarkan satu tangannya di pinggang ramping Saras dan satu tangan lainnya tertaut dengan jemari Saras sembari menyunggingkan senyum lebar. Rambut putihnya terayun-ayun saat ia mengikuti irama musik malam itu.

Sanu melihat ke arah Nawang yang sejak tadi sibuk meneguk wine di hadapannya. Ekspresinya nampak kalut, sungguh berbeda dengan saat Sanu kali pertama melihatnya. Entah sejak kapan ia memasang ekspresi begitu.

Sanu kembali mengalihkan pandangannya kepada Saras dan ayahnya. Gadis itu nampak mengikuti ritme dan alunan lagu yang sedang diputar, berdansa dan melenggok seperti hadirin yang lain. Sanu hendak memalingkan wajah saat kedua matanya tak sengaja bertemu dengan dua manik Saras. Gadis itu terlihat risih dan tidak nyaman. Jika diperhatikan, Danendra sejak tadi meletakkan dagunya tepat di bahu terbuka Saras dan seolah membisikkan sesuatu di telinga gadis tersebut.

Meski Saras langsung membuang muka saat matanya bertemu dengan Sanu, berbeda dengan lelaki itu. Entah apa yang dipikirkan Sanu, ia merasa Saras tengah memanggilnya melalui sorot mata itu. Wajah sendu misteriusnya membuat Sanu merasa seolah gadis itu membutuhkan bantuan darinya meski Saras bahkan tidak benar-benar mengatakan apa-apa.

Sanu berdiri dari kursinya dengan cukup keras hingga mengejutkan Nawang dan Sandika yang praktis menatap ke arahnya. Entah apa yang membuat Sanu sedemikian khawatir, tapi ia merasa dua buah tangan tak kasar mata sedang meremas jantungnya saat ia berjalan perlahan ke lantai dansa. Ia berjalan mendekat ke arah Saras hingga tiba saat para lelaki melepaskan genggamannya dari si wanita -selayaknya koreografi dansa pada umumnya- Sanu dengan cepat menyambar Saras. Ia menarik pinggang Saras dengan gerakan cepat.

Gadis itu tampak sangat amat terkejut, sama terkejutnya dengan Sanu yang entah bagaimana telah melakukan hal yang sangat diluar perkiraan barusan. Dari belakang mereka, Danendra terlihat menatap heran. Ia lantas mengepalkan tangan kemudian berjalan pelan kembali ke meja. Wajahnya mengeras dan tampak kesal. Entahlah.

Di sisi lain, Saras menatap tepat di kedua manik Sanu. Alisnya terangkat tak mengerti. "Apa yang kamu lakukan?" Saras berujar lembut. Ia masih terus bergerak seirama dengan lagu yang masih terputar.

Sanu mengendikkan bahu, "Entahlah. Saya juga tidak tahu apa yang saya lakukan." ujarnya sembari meraih pergelangan tangan Saras dengan penuh hati-hati.

Tangan kiri Sanu masih melingkari pinggang Saras saat tangan kanannya bertaut dengan jemari lentik gadis tersebut. "Kamu terlihat tidak senang berdansa dengan Ayahmu." bisik Sanu tepat di telinga Saras.

Musik yang mengalun mulai berganti dengan lagu ballad klasik dengan irama yang sangat mendayu-dayu. Lampu ruangan yang semula kuning keemasan mendadak padam, terganti dengan lampu sorot berwarna putih yang menambah nuansa romantis malam itu. Orang-orang di sekitar mereka kompak merapatkan badan ke partner dansa masing-masing, saling bersandar dan mendekap erat satu sama lain.

Saras menatap lurus ke arah Sanu sebelum ia mendekat dan menyandarkan kepalanya di dada Sanu yang bidang. Ia berbisik pelan, "Lalu kamu pikir saya senang berdansa denganmu?" Saras beringsut dan menenggelamkan kepalanya di dada Sanu. "Kamu memang selalu suka ikut campur urusan orang lain." bisiknya pelan, suaranya hilang di ujung kalimat.

Sanu yang sejak tadi dadanya sudah mau meledak karena detak jantung yang tak karuan pun hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia tidak mengerti maksud Saras. Selalu suka ikut campur katanya? Sanu tak mengerti. Ia bahkan tidak mengenal Saras, tetapi perkataan Saras seakan menunjukkan bahwa gadis itu amat mengenalnya.

Sanu yang sejak tadi membiarkan tangannya mengambang di angin itupun tak ingin ambil pusing. Ia daritadi bingung hendak menaruh tangannya di mana karena semua orang terlihat mendekap punggung pasangan masing-masing sementara Sanu tahu betul bahwa punggung Saras tak terlindungi apa-apa karena model dressnya yang teramat rendah di belakang sana. Selain itu, ia juga sibuk mengurusi detak jantungnya agar tak didengar oleh Saras. Meski begitu, perkataan gadis itu barusan terus berputar di kepalanya. Menjadi sebuah teka-teki aneh yang menunggu untuk segera ia pecahkan di kemudian hari.

1
thieewiee
semangat kk
thieewiee
menyala author Q/Drool/
sisdelb: aaa maacii kaak🥰
total 1 replies
Aisyah Siti
nextt kak
thieewiee
lope lope sebakul buat autor udah crazy up
sisdelb: 😭😭 jadii semangat nulisnya karena pada antusias minta updatee. makasii banyak yaa buat supportnyaaa, lopee sekebon💞
total 1 replies
Culprit Heart
yaampun saras kamu janga Nethink duluuu
Culprit Heart
ya Tuhan😭😭😭 Author beneran isunya tendang pelecehan mulu yaaa
sisdelb: sorryy kaak😭. sejujurnya aku mau bikin reader kita aware aja sama isu sexual abuse karena aku pun pernah ngalamin hal serupa. entah itu orang asing atau orang terdekat, kita pokonya harus selalu aware dan waspada
total 1 replies
Culprit Heart
ati ati kemakan omongan sendiri neng
Culprit Heart
kocak banget😭
Culprit Heart
hahahaha sanuu gemes banget dah
Culprit Heart
wkwk avvvv
Culprit Heart
beneran cowok langka
Culprit Heart
astogenggg naksir ini mah
Culprit Heart
wkwkw jokes bapak bapak bgt jir
..
lanjuut
..
udah lama gk bca cerita author ini. menarik dan bikin penasaran
Culprit Heart
gaya penceritaannya bagus
Culprit Heart
lanjuttt thoorr
Culprit Heart
hahahah ketawanya ang ang ang dong😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!