Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Dalam Mimpi
"Dalam mimpi ku, istana ini dilanda musibah banjir besar yang meluluhlantakan semuanya, Emban..
Gembel itulah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan seluruh Kotaraja Tamwlang ini", sambung Dewi Widowati kemudian.
" Masak iya to Gusti Putri ada seorang gembel bisa menuntaskan perkara besar seperti itu? Apa jangan jangan itu hanya bunga tidur saja? ", sergah Parmi sang dayang istana setengah tak percaya.
" Aku juga tidak tahu, Emban.. Aku malah berharap semoga itu hanya bunga tidur semata karena aku tidak ingin rakyat Kotaraja Tamwlang menderita ", pungkas Dewi Widowati dengan nada sedih. Tak ingin majikannya berlarut-larut dalam pikirannya sendiri, Parmi langsung memikirkan sebuah ide.
" Eh Gusti Putri, aku dengar Nyai Rekso yang jualan kain bagus dari manca praja itu baru pulang dari kerajaan di wilayah kulon loh. Biasanya dia banyak sekali membawa pulang barang-barang bagus. Ayo kita lihat Gusti, barangkali ada yang menarik.. ", bujuk Parmi sambil tersenyum lebar.
Yang namanya perempuan dari jaman awal penciptaan manusia hingga sekarang, mana ada sih yang tidak suka dengan belanja pakaian bagus? Itu sudah menjadi kodrat para wanita yang memang memuja penampilan.
Wajah sendu Dewi Widowati langsung semangat mendengar ajakan Parmi. Tanpa menunggu untuk diajak dua kali, Dewi Widowati segera bangkit dari tempat duduknya di pojokan taman sari istana dan bergegas berjalan bersama sang emban pengasuh nya itu menuju ke arah gerbang istana.
Seperti halnya para putri raja pada umumnya, 2 orang prajurit segera mengawal perjalanan Dewi Widowati dan Parmi ke arah pasar besar di selatan alun-alun Kotaraja Tamwlang.
*****
Tak butuh waktu lama bagi Panji Rawit dan kawan-kawan untuk mencapai Kotaraja Tamwlang dari Alas Ngimbang. Ini karena jarak antara Alas Ngimbang ke Kotaraja Tamwlang memang tidak terlalu jauh.
Setelah menumpang kapal penyeberangan, mereka sampai di Kota Tamwlang yang terletak di pinggiran sungai Kapulungan. Begawan Randuseta segera mengajak Panji Rawit, Pramodhawardani dan Larasati menuju ke arah sebuah rumah yang ada di dekat tapal batas wilayah timur Kotaraja Tamwlang.
Di depan pintu gapura sebuah rumah besar dari kayu yang terlihat megah dengan beberapa ukiran pada soko guru pendopo nya, Begawan Randuseta menghentikan pergerakan mereka. Bunyi dentingan logam beradu terdengar bersahut-sahutan dari arah samping rumah besar itu. Begawan Randuseta seolah sudah terbiasa dengan tempat itu, segera mengajak Panji Rawit dan kawan-kawan nya ke arah sumber bunyi itu berasal.
Seorang lelaki tua dengan janggut putih dengan gelung rambut berikat tali dari kain putih nampak sedang memukuli sebuah lempeng baja membara dengan palu. Meskipun tubuhnya tidak terlalu kekar dan cenderung kurus, namun kekuatan pukulannya luar biasa. Dua orang abdinya dengan setia membantu membolak-balikan lempengan baja membara itu sedangkan satunya lagi terus saja menekan alat pengipas yang mempertahankan nyala api pada bara arang yang menjadi sarana pekerjaan mereka sebagai pandai besi.
"Mpu Ringkih, apa kau bisa meluangkan waktu sejenak?! "
Teriakan Begawan Randuseta membuat lelaki tua itu segera menoleh ke arah sumber suara. Senyum langsung merekah di wajah lelaki tua itu.
"Donggol, Sambujati...
Kalian teruskan pekerjaan ini. Aku akan menemui kawan lama ku lebih dulu.. ", mendengar perintah sang majikan, dua cantrik itu dengan patuh mengangguk mengerti dan mengambil alih kendali pekerjaan setelah lelaki tua itu bergegas menemui Begawan Randuseta.
" Tumben sekali kau datang berkunjung kemari, Randuseta. Angin apa yang membuat mu sampai di tempat ku ini? ", sambut Mpu Ringkih sambil tersenyum.
" Terus terang saja, kedatangan ku memang ada keperluan dengan mu, kawan lama. Kita sudah bertahun-tahun tak bertemu semenjak kau tinggal disini, Ringkih. Jadi aku ingin meminta bantuan mu untuk membuatkan ku sebuah senjata", ucap Begawan Randuseta segera.
Hemmmmmmmm...
"Sebuah senjata? Menarik, sungguh menarik. Kau adalah pendekar tangan kosong dan sekarang ingin menggunakan senjata, apakah matahari sudah terbit dari barat, Randuseta? Hehehehe..
Ayo kita bicarakan di dalam rumah. Kau baru saja sampai tentu haus bukan? Mari mari Randuseta ", dengan penuh keramahan, Mpu Ringkih mengajak Begawan Randuseta juga Panji Rawit beserta Pramodawardhani dan Larasati masuk ke rumahnya.
Tak berapa lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang merupakan pelayan setia Mpu Ringkih datang membawa kendi berisi air minum yang segar juga beberapa potong makanan dalam nampan besar. Dengan penuh kesopanan, sang pelayan menaruh nampan besar itu diatas meja dimana mereka semua duduk bersila.
"Memang nya senjata apa yang kau inginkan, Randuseta? Aku semakin penasaran dengan apa yang kau inginkan.. ", tanya Mpu Ringkih.
" Jangan salah paham, Ringkih. Bukan aku yang menginginkan senjata tetapi keponakan murid ku ini yang membutuhkan nya. Dia juga sudah membawa bahan baku senjata yang ia inginkan.
Panji Rawit, berikan benda itu pada Ringkih.. ", mendengar perintah Begawan Randuseta, Panji Rawit segera mengeluarkan Batu Langit Hitam dan meletakkan nya diatas meja.
Mata Mpu Ringkih terbelalak lebar melihat benda itu.
" I-ini ini bukankah ini...? ", Mpu Ringkih menoleh ke arah Begawan Randuseta dan lelaki paruh baya dengan jenggot beruban itu langsung menganggukkan kepalanya. Mpu Ringkih langsung menghela nafas panjang.
" Senjata apa yang kau inginkan, Anak muda? Senjata yang tercipta dari benda ini akan menjadi senjata tertinggi dalam dunia persenjataan di Tanah Jawa ", ungkap Mpu Ringkih.
" Sebuah pedang, Empu"
Mendengar jawaban itu, Mpu Ringkih segera mengerutkan dahinya seolah ia sedang menggambarkan bentuk pedang yang diinginkan oleh Panji Rawit. Setelah ketemu apa yang ia inginkan, lelaki tua itu segera menghitung waktu pembuatan senjata itu. Begitu rampung, dia menoleh ke arah Panji Rawit.
"Pedang yang kau inginkan aku butuh waktu 6 purnama, Anak muda.
Selain untuk menempa nya menjadi senjata nomor satu di dunia persilatan, aku juga butuh waktu untuk mengatur pamor dan sarungnya. Bagaimana? "
"Semuanya terserah Empu. Saya akan sabar menunggu selesainya pedang itu. Lantas berapa biaya untuk pembuatan pedang ini, Empu? ", mendengar pertanyaan Panji Rawit, Mpu Ringkih mengajukan tiga jari nya sebagai syarat bagi pembuatan pedang ini.
Yang pertama, Panji Rawit harus menegakkan kebenaran dan keadilan dengan pedang ini. Yang kedua, dia diminta mengumpulkan 2 batang emas untuk menyepuh gagang dan batas pedang. Yang terakhir, Mpu Ringkih mengatakan bahwa ia akan mengucapkannya saat senjata ini sudah rampung. Selain itu, selama pembuatan pedang ini Begawan Randuseta diminta untuk tinggal di rumah Mpu Ringkih guna bantuan yang mungkin ia butuhkan.
Maka setelah semuanya beres, Panji Rawit segera mohon diri untuk mencari batang emas yang diinginkan oleh Mpu Ringkih. Pramodawardhani yang lama tidak pulang ke rumah Demung Mpu Pancapana, mengajak Panji Rawit dan Larasati untuk mengunjungi kediaman orang tuanya di selatan Kotaraja Tamwlang.
Khawatir dengan penampilannya akan menjadi masalah karena peristiwa Padepokan Pandan Alas dan pertarungan dengan Nyai Supraba dan kelompoknya, Panji Rawit mengubah penampilannya dengan Ajian Malih Rupa. Penampilannya kini telah menjadi seorang lelaki bertubuh bogel dengan pakaian penuh tambalan dan wajah bopeng.
Akan tetapi, justru karena penampilannya itu, Panji Rawit malah menjadi pusat perhatian semua orang. Bagaimana tidak, seorang gembel berjalan dengan diapit oleh dua orang gadis cantik jelita yang menempel erat pada nya. Hal ini membuat banyak orang merasa iri sekaligus cemburu melihatnya. Sepanjang jalan mereka menjadi bahan omongan orang.
Dewi Widowati yang sedang asyik memilah-milah lembaran kain batik indah di tempat jualan Nyai Rekso sang juragan kain sambil bercanda dengan Parmi emban pengasuh nya, tak sengaja terpeleset dan menubruk Panji Rawit yang sedang melintas. Tatapan mata mereka beradu beberapa saat lamanya sampai Parmi datang.
"Gusti Putri Gusti Putri kau tidak apa-apa? "
Ucapan Si Parmi ini langsung membuat Dewi Widowati tersadar. Dia segera menjauhi Panji Rawit. Sementara Pramodawardhani dan Larasati geram bukan main dengan ulah putri Prabu Dyah Sindok itu.
"Baik baik saja, Emban...
Maaf maaf aku tak sengaja menabrak kalian. Maaf ya.. ", tutur Dewi Widowati dengan gugup.
" Enak saja minta maaf setelah mengganggu kami. Kau pikir minta maaf akan bisa menyelesaikan semua masalah hah? ", sergah Pramodawardhani hendak menampar Dewi Widowati akan tetapi Larasati yang menyadari ada dua prajurit yang bergerak mendekat, langsung menghentikan gerakan Pramodawardhani.
" Jangan diteruskan. Gadis ini tidak sederhana. Ia bukan orang sembarangan.. ", bisik Larasati lirih. Pramodawardhani pun segera mengedarkan pandangan nya dan menyadari bahwa omongan Larasati ada benarnya.
" Gusti Putri, kau baik-baik saja? Jika mereka mengganggu mu, hamba akan menyeret mereka ke penjara.. ", ucap salah satu prajurit segera.
" Tidak perlu tidak perlu. Biarkan saja mereka pergi.. ", perintah Dewi Widowati yang membuat keduanya mengangguk hormat.
Panji Rawit, Pramodawardhani dan Larasati pun segera bergegas meninggalkan tempat itu ke arah kediaman Demung Mpu Pancapana. Sementara itu, Dewi Widowati terus memperhatikan mereka hingga menghilang di tengah tengah keramaian kota.
'Aneh sekali. Mengapa tatapan mata gembel itu persis sama dengan yang ada dalam mimpi ku.
Apakah ia orang itu? '
vote meluncur