Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 14
Tiba di kediaman Hardian, Angga langsung turun dari mobilnya. Ia langkah kaki dengan pelan. Rumah yang hanya akan ia datangi dua minggu sekali pada malam harinya. Karena rasa bersalah membuatnya enggan untuk tidur di rumah itu setiap malam.
Pintu rumah terbuka. Sambutan hangat si bibi membuatnya merasa rindu akan kehadiran sang kakek. Begitulah setiap ia pulang ke rumah besar yang terasa sangat sunyi karena tidak banyak yang menghuni.
"Tuan muda."
"Bibi. Di mana Tania?"
"Nona Tania di lantai dua, Tuan muda. Katanya, dia menunggu tuan muda pulang di atas sana."
"Ngapain dia berada di kamar atas? Bukannya kamar tamu ada di bawah?"
"Anu, itu saya tidak tahu, tuan muda. Nona Tania sendiri yang memilih tempat untuk ia datangi. Saya tidak punya kuasa untuk melarangnya."
"Hm."
Angga mendengus kesal. Kakinya melangkah menaiki anak tangga. Sementara itu, di kamar atas, tepatnya di kamar milik Angga, Tania sedang berbaring dengan pakaian yang menggoda.
Ya. Malam ini Tania sudah membulatkan tekad untuk menyerahkan hidupnya pada Angga. Dia ingin Angga menikahinya. Karena itu, dia berpikir untuk melakukan cara ini agar bisa mengikat Angga.
Pintu kamar yang tidak dia kunci, parfum mewah yang memenuhi ruangan, plus pakaian seksi yang memperlihatkan hampir semua bagian tubuh, Tania menunggu kedatangan Angga dengan hati tak sabar. Saat mendengar langkah kaki Angga mendekat, dia pun berpura-pura tertidur dengan memperlihatkan hampir semua bagain tubuhnya itu tanpa menutup dengan selimut sedikitpun.
Ketika Angga membuka pintu, dia pun langsung syok dengan apa yang ia lihat.
"Astaga! Apa yang kamu lakukan, Tania?"
Gegas Angga menarik kain untuk menyelimuti tubuh Tania secara acak. Bukannya Angga tidak normal. Hanya saja, dia tidak ingin tergoda. Karena dirinya tidak akan menodai perempuan yang belum sah menjadi istrinya. Begitulah sifat Angga yang sesungguhnya.
Singkatnya, dia adalah pria yang cukup baik jika untuk menggambarkan sebuah ketulusan dalam memperlakukan wanita yang ia sukai. Sementara untuk kekejamannya pada Zura, dia melakukannya karena termakan hasutan Tania yang sangat pintar membuat cerita.
"Tania. Apa-apaan sih? Gak kedinginan apa kamu?"
"Kak Angga. Kamu!"
Tanpa banyak bicara lagi, Tania malah menarik dasi yang masih melekat di leher Angga. Karena ulah Tania itu, Angga langsung terhuyung, lalu jatuh ke atas tubuh Tania.
Suasana hening seketika. Hanya saja, suasana itu tidak lama. Karen Angga yang berusaha keras untuk menyadarkan diri langsung bangun dengan cepat dari jatuhnya.
"Tania! Apa-apaan ini?"
"Kak Angga. Ayolah! Malam ini, aku milikmu, kak."
"Jangan gila, Tania. Kita belum menikah."
"Apa? Aku gila itu karena kamu, kak Angga. Kamu yang sudah menyia-nyikan aku selama. ini. Sudah tiga tahun aku menunggu. Tapi kamu malah terus mengulur waktu dan bahkan sekarang kamu malah mengabaikan aku."
"Pakai selimut itu dulu, Tania. Kemudian, baru kita bicara."
"Tidak. Aku tidak akan memakaikannya. Aku ingin kamu melihat diriku dengan jelas sekarang, kak Angga. Aku ini milikmu. Kenapa tidak kamu nikmati saja, ha?"
"Tidak sekarang, Tania! Kamu belum sah menjadi milikku. Aku tidak bisa menikmati hal. yang belum seutuhnya menjadi milik aku."
"Omong kosong! Kalau begitu, nikahi aku secepatnya, kak Angga. Aku sudah lelah menunggu. Apa kamu memahami apa yang aku katakan."
"Aku akan menikahi mu dalam waktu dekat. Sekarang, pakai selimut itu, lalu pakai bajumu dengan benar. Kita akan bicara setelah kamu memakai pakaianmu dengan baik, Tania."
Kesal hati plus malu, tapi Tania tetap berusaha tenang. Ia memakai pakaiannya sementara Angga malah menunggu di luar setelah meminta Tania memakaikan pakaiannya dengan benar.
"Pria seperti apa dia? Kenapa malah tidak tertarik padaku sama sekali? Tidak biasa laki-laki menolak diberikan hal manis," kata Tania bicara pada dirinya sendiri sambil memasang bajunya dengan malas.
Di luar kamar, tepatnya di ruang tamu, Angga sedang memijat tulang hidungnya dengan keras. Perasaannya mendadak kacau sekarang. Bagaimanapun, dia juga manusia normal yang pastinya merasa tertarik akan semua kenikmatan dunia. Namun, kesadaran diri yang masih sangat tinggi membuatnya bisa menahan diri dari godaan itu.
"Tuhan .... "
'Apa yang ada dalam pikiran Tania sebenarnya? Mengapa Tania jadi seperti ini sih? Aku seakan melihat orang yang berbeda saja tadi. Seolah, itu bukan Tania yang selama ini aku kenal. Tania yang lemah lembut dan sangat anggun.' Angga bicara dalam hati sambil terus memijat batang dari tulang hidungnya.
"Tuan muda. Teh hangatnya sudah siap," ucap si bibi dengan sangat hati-hati sambil meletakkan dua gelas teh hangat ke atas meja depan Angga.
"Terima kasih, Bi."
"Sama-sama, tuan muda. Oh iya, ada yang tuan muda inginkan lagi sekarang?"
"Tidak, Bi. Bibi bisa kembali sekarang."
"Baik, tuan muda. Bibi permisi."
"Ya."
Beberapa langkah setelah kepergian si bibi, Tania pun langsung tiba ke ruang tamu. Si bibi pun kembali dengan langkah besar agar segera menghindar dari dua manusia yang sepertinya sedang dalam masalah sekarang.
"Kak Angga."
"Duduk, Tania."
"Hm."
Tania mendengarkan apa yang Angga katakan. Duduk di sofa yang berhadapan dengan Angga adalah pilih terbaik baginya sekarang. Karena maklum, Angga yang biasanya suka duduk di sofa panjang, kini malah duduk di sofa pendek yang hanya muat untuk dirinya sendiri.
"Minum teh hangat itu, Tania."
"Lho, kenapa aku harus minum teh, kak Angga? Aku tidak haus sekarang."
"Aku tahu. Teh hangat itu hanya agar tubuhmu tidak kedinginan. Setelah menghabiskannya, aku akan mengantarkan kamu pulang."
"Apa? Kenapa aku harus pulang malam-malam begini? Kenapa aku tidak kak Angga izinkan menginap di sini saja hanya untuk malam ini, ha?"
"Sudah tiga tahun aku menunggu, kak. Lima tahun kita pacaran. Satu kali pun, satu kali pun tidak pernah kamu mengajak aku nginap di rumah ini. Kenapa? Apa yang kamu pikirkan sebenarnya, kak Angga? Apa?"
"Duduk tenang, Tania. Aku bukan tidak ingin mengajak kamu tinggal di sini. Tapi aku merasa tidak enak hati. Kakek memang telah tiada. Tapi perasaan ini selalu saja merasakan akan kehadiran kakek. Apalagi jika berada di rumah ini. Untuk itu, Tania. Tolong jangan bikin ulah lagi kedepannya. Apalagi bikin ulah di rumah keluarga besar Hardian. Aku tidak suka."
Berkilau mata Tania menahan amarah setelah mendengar penuturan Angga dengan wajah tenang seperti tanpa beban bagi Tania. Sungguh, rasanya, Tania ingin sekali mengamuk. Hanya saja, dia masih bisa menahannya. Demi status nyonya Hardian yang terkenal itu, dia masih bisa mengalah.
Tania langsung bangun dari duduknya.
"Tidak perlu minum teh terlebih dahulu. Antar kan aku pulang sekarang juga, kak Angga."
"Tania."
"Jangan bicara lagi. Kamu yang inginkan aku pergi dari rumah ini secepatnya, bukan? Jadi, segeralah antar kan aku pulang."
Tidak nyaman sebenarnya. Tapi Angga tetap melakukan apa yang saat ini ia lakukan. Gegas dia beranjak dari duduknya untuk mengantarkan Tania pulang ke rumah dengan tangannya sendiri.