cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembantaian Sadis.
Wanita cantik itu mengamuk dengan pedang terhunus nya, membabat siapa saja yang berada di dekat nya.
Sambil bertarung, dia berusaha melindungi sang suami yang sudah terluka parah itu.
"Meme!, lari lah selagi masih sempat, bawa putra putra kita, jangan hiraukan aku!" teriak pemuda itu Sabil terus mencoba melawan dengan sisa sisa tenaga nya.
"Tidak kakak!, kita hidup bersama, maka mati pun kita bersama, meskipun cuma dalam waktu yang singkat, aku sangat bahagia bersama mu suami ku, ayo kita berjuang bersama atau mati bersama!" teriak wanita cantik itu Sabil terus mengayunkan pedang nya.
Dentingan suara pedang beradu terdengar hingga ke tepi kali kecil itu.
"Kakak Jiang suara apa itu kak?" tanya sang adik yang baru berusia lima tahun itu kepada sang kakak yang berusia tujuh tahun itu.
"Diam lah dik, jangan banyak bicara, ayo kita pulang, tetapi jangan bicara ya!" kata sang kakak sambil berjongkok agar adik nya bisa naik ke punggung nya.
Perlahan, kedua bersaudara, adik Kaka itu berjalan menuju ke rumah mereka.
Setelah dekat rumah, sang kakak yang berjalan sambil menggendong adik nya di belakang itu mendengar suara umpatan dan cacian serta ribut nya pertarungan.
Dengan mengendap endap di balik sebongkah batu besar, kedua anak itu mengintip apa yang terjadi.
Betapa kagetnya kedua anak kecil itu, melihat kedua orang tua mereka sedang bertarung dengan tujuh orang laki laki tinggi besar berjubah merah semua nya.
Hampir saja sang adik berteriak, seandainya tidak buru buru mulut nya di bekap sang kakak.
Anak laki laki yang tertua itu teringat pesan sang ibu nya yang selalu dia ucapkan, "nak bila sesuatu terjadi dengan ayah dan ibu, berjanjilah kau akan selalu menjaga adik mu ya sayang, hidup rukun dengan adik mu, dia kerabat mu satu satu nya di Dunia ini nak, kau harus bisa menyelamatkan adik mu nak, jadilah tonggak tempat adik bersandar, jadilah benteng yang selalu menjaga nya dari bahaya serta jadilah selimut yang selalu menghangatkan nya, kau berjanji sayang?".
"Bu!, mengapa ibu selalu mengulang dan mengulang kata kata itu bu, meskipun tak ibu minta, Jiang akan selalu menjaga adik bu, Jiang berjanji, selama Jiang masih hidup, Jiang akan selalu menjaga adik!" jawab Fu Jiang Bi, sambil memeluk ibu nya.
Fu Cin Hai sang adik terdiam tidak bisa berkata kata lagi, pemandangan tubuh sang ayah yang sudah bermandikan darah itu, benar benar menggoncang jiwa kecil nya, hingga kaki tidak bisa dia gerakan lagi.
Meskipun sudah terluka parah, Fu Cai Ong tetap melawan dengan sisa sisa tenaga yang ada pada nya.
Quon Lian Eng sang istri masih terus mengayunkan pedang nya sambil berusaha melindungi sang suami nya.
Namun malang tak bisa di tolak dan untung tak bisa di raih, Fu Cai Ong yang sudah banyak kehilangan darah itu akhir nya jatuh ketanah dengan dengkul nya sebagai penahan, tenaga nya sudah sampai di titik akhir nya.
Quon Lian Eng merangkul tubuh sang suami nya itu, berusaha mengajak nya berdiri kembali.
"Adik Lian Eng!, maaf kan aku, aku tidak bisa lebih lama lagi bersama kau dan pura kita, ak!" kata kata Fu Cai Ong terhenti ketika sebuah pedang lawan menusuk dada nya hingga tembus.
Pemuda itu roboh didalam pelukan sang istri yang meraung menangisi sang suami nya itu.
Perlahan, di letakan nya tubuh sang suami nya itu, lalu diangkat nya pedang nya tinggi tinggi, dengan sekali lompat, diserang nya laki laki yang menyerang suami nya tadi.
Pertarungan tidak seimbang pun kembali terjadi, seorang wanita cantik, melawan tujuh orang laki laki.
Sekuat apa pun wanita itu bertahan, karena memang keadaan yang tidak seimbang, akhirnya satu tusukan pedang lawan, berhasil mengakhiri perlawanan nya, ketika dada nya tertembus pedang lawan.
Wanita cantik itu roboh diatas tubuh sang suami nya itu.
Sambil berlinangan air mata, wanita itu berbicara dengan sang suami nya yang juga sudah sekarat itu, "suami ku, ingat janji kita, hidup mu adalah hidup ku, dan mati mu adalah mati ku, siapapun tidak akan mampu memisahkan kita, meski Dewa sekalipun, aku selalu mencintaimu suami ku!".
Entah kebencian apakah yang ada di hati para laki laki itu, sehingga tubuh yang sudah tidak berdaya itupun masih saja mereka hujani dengan tusukan pedang hingga hampir tidak berbentuk lagi.
"Sudah!, sudah!, kudengar mereka memiliki putra, ayo cari dan bunuh juga putra nya, bila tidak, mereka akan menjadi batu sandungan di kemudian hari!" kata salah seorang dari mereka.
ketujuh orang laki laki paro baya itu segera berlari memasuki rumah, mencari keberadaan putra dari orang yang mereka bunuh.
Sementara itu, dari jarak yang tidak terlalu jauh di samping rumah berlindung di balik sebongkah batu besar, kedua kakak beradik itu terdiam kaku melihat kedua orang tua mereka yang tewas dengan sangat mengenaskan itu.
Mendengar orang orang itu sedang mencari mereka berdua, Jiang Bi segera menggendong sang adik di belakang nya, lalu berlari memasuki hutan lebat yang tidak jauh dari rumah mereka.
Sambil air mata nya berderai jatuh, anak kecil itu berlari di dalam hutan sambil menggendong sang adik tanpa tujuan, yang pasti, lari dari orang orang itu.
Entah sudah berapa lama dia berlari tanpa berhenti, luka di tubuh nya karena duri dan onak serta ranting, tidak lagi dia hiraukan.
Hingga saat hari menjelang senja, anak laki laki itu pun tersungkur jatuh di dekat sebuah goa kecil, tenaga nya kini benar benar sudah terkuras habis.
"Kakak Jiang!, bangun kak!, bangun kak!, Cin Hai takut kak!, ayo bangun kak!" suara sang adik mencoba membangunkan kakak nya sambil menggoyang goyang tubuh sang kakak.
Namun kakak nya terdiam tak lagi dapat membuka mata nya, entah pingsan, entah tewas.
Tangis anak kecil usia lima tahun itu kian menyayat hati, karena panggilan nya tidak juga dapat membangunkan sang kakak.
Hari mulai rintik pertanda sebentar lagi hujan turun.
Kini air mata anak kecil itu mengalir bersama air tetes air hujan yang mulai turun.
Dengan sekuat tenaga, ditarik nya tubuh sang kakak memasuki goa kecil yang cuma pas untuk tubuh mereka itu.
Setelah melewati perjuangan yang luar biasa berat nya, sedikit demi sedikit, tubuh sang kakak berhasil juga dia geser menuju kedalam goa.
Sambil berbaring di dalam goa, dipeluk nya tubuh sang kakak dengan erat nya, sedu sedan nya terus terdengar sepanjang malam yang gelap gulita itu, sambil sesekali mengguncang tubuh kakaknya serta memanggil nya.
Menjelang malam, dari kejauhan terdengar suara lolongan serigala seperti merintih lirih, membuat badan kecil itu menggigil ketakutan.
Bayang bayang bagai mana kedua orang tua nya di bantai dengan sadis kembali berputar di kepala nya.
"kak Jiang!, Cin Hai takut kak, bangun lah kak, aku takut sekali, mereka mengejar kita kak, tolong aku kak!" rintih nya terdengar pilu, badan nya menggigil ketakutan.
Dipeluk nya tubuh sang kakak dengan erat sekali, sambil wajah nya dia benamkan di dada kakak nya, air mata nya tak henti henti nya mengalir sepanjang malam itu.
Apalagi saat terdengar suara lolongan serigala itu kian mendekat saja, rasa takut nya pun semakin memuncak.
Rupanya serigala itu terlalu besar, hingga tidak muat untuk masuk kedalam lobang goa itu. Akhirnya serigala itu cuma mengendus endus di sekitar mulut goa yang sangat kecil itu.
Setelah sekian lama tidak berhasil masuk kedalam lobang goa yang sempit itu, akhir nya, serigala itupun berbaring di mulut goa.
...****************...
/Good//Good//Good//Good/
/Grin//Grin//Grin/
/Grin//Grin//Grin/
/Grin//Grin//Grin/