Terbangun dari koma akibat kecelakaan yang menimpanya, Lengkara dibuat terkejut dengan statusnya sebagai istri Yudha. Jangan ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja bahagia.
Namun, Lengkara merasa asing dengan suaminya yang benar-benar berbeda. Tidak ada kehangatan dalam diri pria itu, yang ada hanya sosok pria kaku yang memandangnya saja tidak selekat itu.
Susah payah dia merayu, menggoda dan mencoba mengembalikan sosok Yudha yang dia rindukan. Tanpa dia ketahui bahwa tersimpan rahasia besar di balik pernikahan mereka.
******
"Dia berubah ... amnesia atau memang tidak suka wanita?" - Lengkara Alexandria
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - Gila
Tekat Lengkara sudah benar-benar mantap untuk meninggalkan tempat ini. Namun, akibat ulah Bima lagi-lagi terpaksa dia mengalah. Baik Yudha maupun Bima sama saja, sama-sama egois dan bertindak semaunya.
Lengkara melewati kamar Yudha dengan perasaan panas, ingin sekali dia hancurkan detik ini juga. Hanya karena memandang ibunya, Lengkara menurut begitu diminta ke kamar lebih dulu karena pakaian Lengkara sedikit basah, sama sekali dia tidak sadar akan hal itu.
"Ganti bajumu," ucap Bima menyerahkan dress yang dia perkirakan milik ibunya di masa muda.
"Letakkan saja di sana," jawab Lengkara tanpa melihat ke arah Bima, entah bagaimana ekspresi Bima saat ini dia juga tidak peduli.
Wanita itu merogoh tasnya, dia masih berusaha pria yang dia bayar mahal hari ini akan kembali setelah Lengkara hubungi. Sialnya, berulang kali mencoba sama sekali tidak bisa, sudah jelas Bima adalah pelakunya.
Hendak dianggap bodoh dan polos, tapi buktinya Bima juga tega dalam bersikap. Lengkara menatap pria itu dari ekor matanya, bukan hanya bajunya saja yang basah, tapi Bima juga demikian terutama di bagian pundak sebelah kanannya.
Mungkin akibat dari payung yang terlalu kecil, atau karena Lengkara yang berontak kala pertama kali Bima mengajaknya masuk. Terserah, dia tidak begitu peduli dan beralih menghubungi seseorang yang mungkin bisa membuatnya sedikit lebih tenang.
Kendati demikian, mata Lengkara kembali melirik sekilas ke arah Bima yang memilah baju di lemari. Fakta ini sudah cukup membuktikan jika mereka memang serumah sejak lama, wajar saja pulang selalu malam dan makan kerap kali sedikit.
Bima sibuk sendiri tanpa bicara, dan Lengkara enggan melakukan tugasnya seperti biasa. Menyiapkan pakaian sang suami karena kini hatinya kacau bukan main. Begitu juga dengan Bima, agaknya tidak mempermasalahkan hal itu dan mengerti jika Lengkara enggan bicara.
"Ganti bajumu, aku ada di ruang tamu."
Lengkara tidak bertanya, tapi Bima yang memberitahukan dimana keberadaannya lantaran khawatir Lengkara bingung nantinya. Masih enggan menjawab, Lengkara menghela napas panjang ketika Bima berlalu keluar.
Matanya kini tertuju pada pakaian yang Bima berikan padanya, hatinya ragu, tapi tubuh Lengkara mulai merasa tidak nyaman. Terpaksa, dia tidak ingin sakitnya berkali lipat, tidak lucu andai sakit dan justru terkapar di sini.
Sementara jauh dari pantauan Lengkara, Bima kini melangkah maju ke kamar Yudha. Pria itu menghela napas panjang menatap saudaranya yang tanpa lemah tak bertenaga. Dia kembali terpuruk, setelah kemarin-kemarin terlihat berbinar kala Bima masuk.
"Kenapa bisa lengah, Bim? Bukankah aku memintamu berhati-hati?" tanya Yudha menatap ke arah pria yang merupakan versi lain dari dirinya.
Bima tidak segera menjawab, dia memilih bersandar di ujung meja dan bersedekap dada. Dia lengah? Rasanya tidak, Bima sudah sangat berhati-hati sebenarnya. Sama sekali dia tidak menyadari, bahkan cara Lengkara bisa berada di sisi dia juga bingung.
Tadi pagi mereka masih baik-baik saja, Lengkara masih bersikap manis layaknya seorang istri sebelum dia pergi. Begitu juga dengan malam-malam sebelumnya, sikap wanita itu tidak berubah dan jelas Bima sendiri terkejut begitu mengetahui Lengkara sudah berada di kamar Yudha.
"Aku sudah berhati-hati, tapi dia yang terlalu pintar, Yudha."
Bima akui, wanita itu memang berbeda. Sandiwaranya berjalan dengan sempurna, sama sekali tidak ada kecurigaan dan memang permainan Lengkara serapi itu. Benar kata Lengkara, dia tidak punya kemampuan untuk mengelabui seseorang secara sempurna, beginilah akibatnya andai terlalu memaksa.
"Dia bagaimana? Menangis lagi?"
"Menurutmu? Dia ditolak jelas menangis," jawab Bima pelan dengan tatapan tak terbaca ke arah Yudha.
Jerit tangis dan semua ucapan Lengkara terekam jelas di kepala Bima. Tidak ada sedikitpun pembicaraan mereka yang Bima lewatkan, semua benar-benar nyata dan ada perasaan yang tidak bisa Bima jelaskan ketika mendengarnya.
"Aku tidak akan menjelaskan alasanku, Bima."
"Dia juga menjelaskan alasannya, dia menerimamu sepenuhnya ... dia begitu mencintaimu, apa tidak kasihan?" tanya Bima memijat pangkal hidungnya, dia tidak pernah berteman dengan budak cinta, tapi yang dia lihat kali ini agaknya sedikit gila.
"Aku kasihan, untuk itu aku memintamu agar dia tidak menyedihkan ... Lengkara punya banyak cita-cita, dia menginginkan keluarga bahagia dengan dua anak yang lucu-lucu dan aku belum tentu bisa, kau suaminya saat ini."
"Kau kira jika denganku dia akan mau? Jangan bercanda Yudha," ucap Bima tersenyum getir, sejak beberapa saat lalu Lengkara sudah menatapnya penuh kebencian, mana mungkin bisa berlanjut lebih jauh.
"Kau begitu karena belum mencintainya, jika kau sudah mencintainya lain cerita."
"Dasar gila, kau memang gila, Yudha." Bima menggeleng pelan, wajar saja Mikhail kala itu sempat mengatakan jika Yudha tidak waras lagi.
"Anggap saja begitu, Bima," tutur Yudha tersenyum simpul, setelah tadi Lengkara menganggapnya gila, kini adiknya juga demikian.
Selang beberapa lama, ketukan pintu menyadarkan dua pria itu. Kemungkinan besar Lengkara, tapi mana mungkin dia memiliki kemauan mengetuk pintu kamar Yudha, pikirnya.
"Keluarlah, tidak seharusnya kau di sini."
"Bim." Suara ibunya terdengar di sela ketukan pintu, terlalu fokus dengan Yudha membuat Bima lupa apa yang dia ucapkan pada Lengkara.
"Iya, Bu ...."
"Kara mencarimu," ucap ibunya dari luar yang membuat Bima beranjak segera, tapi sebelum itu dia menoleh ke arah Yudha.
"Pikirkan lagi soal Lengkara, apa hatimu benar-benar rela dia beralih padaku? Dia mencariku dan bukan mencarimu ... bohong sekali jika detik ini kau tidak sakit, Yudha."
.
.
- To Be Continued -
bikin pedih mata...
ada luka yg tak terlihat tp bs dirasa.
kl diposisi lengkara apa jadinya