Di kota kecil bernama Harapan Senja, beredar cerita tentang sosok misterius yang dikenal sebagai "Sang Brandal." Sosok ini menjadi legenda di kalangan warga kota karena selalu muncul di saat-saat genting, membantu mereka yang tertindas dengan cara-cara yang nyeleneh namun selalu berhasil. Siapa dia sebenarnya? Tidak ada yang tahu, tetapi dia berhasil memenangkan hati banyak orang dengan aksi-aksi gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Pagi datang dengan cepat, membawa serta sinar matahari yang mengintip malu-malu melalui celah-celah di atap gudang tua yang mulai runtuh. Suara burung-burung yang terbang di sekitar menciptakan ilusi kedamaian, seolah-olah dunia luar tak pernah mengetahui keberadaan mereka yang sedang bersembunyi di dalam. Namun, di dalam gudang itu, suasana masih dipenuhi ketegangan. Kai, Zed, dan Viktor tidak berani lengah meskipun malam telah berlalu.
Zed sudah bangun sejak dini hari, menyambungkan laptopnya dengan alat pemindai jaringan yang berhasil dia selundupkan dari markas Volkov. Dengan jari-jarinya yang cekatan, dia menelusuri data yang berhasil dicuri, mencari petunjuk yang bisa membantu mereka mengungkap rencana besar Volkov yang lebih dalam.
Kai dan Viktor duduk di sudut lain gudang, berbisik pelan membahas langkah selanjutnya. Meskipun mereka berhasil menghancurkan markas utama Volkov, mereka sadar bahwa itu hanyalah permukaan dari apa yang sebenarnya terjadi. Ancaman sesungguhnya masih berkeliaran, bersembunyi di tempat yang belum mereka ketahui.
“Gimana situasi di luar?” tanya Kai sambil memandang Viktor, yang sedang memeriksa peralatan komunikasi mereka.
“Masih sepi. Gue sudah cek frekuensi radio dan nggak ada indikasi kalau kita terlacak. Tapi kita nggak boleh terlalu percaya diri. Volkov nggak akan tinggal diam, apalagi setelah kehilangan markas mereka,” jawab Viktor, suaranya tenang meskipun matanya penuh dengan waspada.
Kai mengangguk pelan. “Kita harus tetap bergerak. Kalau kita terlalu lama di sini, mereka pasti akan menemukannya. Bagaimana dengan Sergei? Apa dia bisa dipercaya?”
Viktor menghela napas panjang. “Sergei adalah tipe orang yang selalu memikirkan keuntungan pribadi. Selama kita masih bermanfaat buat dia, dia mungkin akan tetap berpihak pada kita. Tapi kita nggak bisa sepenuhnya bergantung padanya. Gue khawatir, begitu dia merasa bisa bertahan tanpa kita, dia akan berbalik arah.”
Kai mengerti kekhawatiran Viktor. Mereka berada di tengah-tengah permainan yang sangat berbahaya, di mana setiap orang memiliki agenda mereka sendiri. “Kita butuh lebih dari sekadar sekutu sementara. Kita harus menemukan cara untuk mematahkan kekuatan Volkov sekali dan untuk selamanya.”
Di tengah percakapan itu, Zed tiba-tiba bersuara dari sudut lain gudang. “Gue nemuin sesuatu!”
Kai dan Viktor segera menghampiri Zed, yang wajahnya kini tampak bersemangat, meskipun terlihat lelah. “Apa yang lo dapet?” tanya Kai sambil menatap layar laptop yang dipenuhi dengan deretan kode dan peta digital.
Zed menunjuk ke salah satu titik pada peta. “Gue berhasil nge-dekripsi sebagian data yang kita ambil kemarin malam. Volkov punya beberapa lokasi rahasia yang digunakan untuk operasi besar mereka, tapi yang menarik adalah tempat ini.” Dia mengetuk layar, menyoroti sebuah gedung besar yang terletak di luar kota.
“Apa ini?” Viktor mendekatkan diri, memandangi layar dengan penuh perhatian.
“Gue rasa ini adalah salah satu pusat kendali utama mereka, tapi bukan cuma itu. Data ini menyebutkan tentang 'Proyek Apocrypha', yang sepertinya menjadi kunci dari semua operasi mereka. Lokasi ini mungkin bisa jadi tempat di mana mereka menyimpan semua informasi penting yang kita cari—atau lebih buruk lagi, tempat di mana rencana mereka dijalankan,” jelas Zed.
“Proyek Apocrypha...” gumam Kai, berusaha mengingat-ingat apa pun yang pernah dia dengar tentang hal itu. “Kita pernah dengar nama itu sebelumnya, kan? Dari dokumen yang kita temuin di markas lama.”
“Benar,” Viktor mengingat kembali. “Tapi waktu itu kita nggak punya cukup informasi untuk memahami sepenuhnya. Kalau ini adalah proyek besar mereka, kita harus mencari tahu lebih lanjut.”
Kai menatap peta digital di layar Zed, memikirkan risiko dan kemungkinan. “Kalau kita bisa menyusup ke sana, mungkin kita bisa mendapatkan semua yang kita butuhkan untuk mengungkap Volkov dan mematahkan jaringan mereka.”
“Tapi kita juga harus berhati-hati,” kata Viktor mengingatkan. “Mereka pasti menjaga tempat itu dengan sangat ketat. Satu langkah salah, kita bisa ketahuan dan semuanya akan berakhir.”
Kai mengangguk. “Gue tau, tapi ini adalah kesempatan kita. Kita nggak bisa terus bersembunyi dan berharap Volkov akan kalah dengan sendirinya. Kita harus mengambil risiko ini.”
Zed menutup laptopnya dan menatap Kai dengan tekad. “Gue siap. Kalau ini bisa mengakhiri semua ini, gue akan lakukan apa saja yang diperlukan.”
“Kita semua harus siap,” tambah Viktor. “Dan kita harus lakukan ini dengan cepat dan tepat. Gue akan atur semuanya, tapi kita butuh rencana yang matang.”
Selama beberapa jam berikutnya, mereka bertiga menyusun rencana untuk menyusup ke lokasi yang disebutkan dalam data. Mereka memetakan setiap pintu masuk dan keluar, memperkirakan penjagaan yang mungkin ada, dan menyiapkan peralatan yang mereka butuhkan. Meskipun mereka bekerja dalam keheningan, setiap dari mereka tahu bahwa ini adalah misi yang bisa jadi yang terakhir—baik mereka berhasil, atau mereka tertangkap dan semuanya berakhir.
Ketika matahari mulai tenggelam, menandakan hari yang baru akan segera berakhir, mereka sudah siap untuk bergerak. Kai memeriksa persenjataan mereka sekali lagi, memastikan bahwa semua dalam kondisi sempurna. Viktor mengatur komunikasi mereka, sementara Zed memastikan semua data cadangan tersimpan dengan aman di perangkat terenkripsi.
“Ini dia,” kata Kai ketika mereka akhirnya berkumpul di depan pintu keluar gudang. “Misi ini bisa menentukan segalanya. Kalau kita berhasil, kita mungkin bisa menghancurkan Volkov untuk selamanya. Tapi kalau kita gagal...”
Viktor menyela dengan senyum tipis. “Kita nggak akan gagal. Kita sudah sampai sejauh ini, dan kita akan terus maju sampai selesai.”
Zed mengangguk setuju, meskipun sorot matanya menunjukkan ketegangan yang mendalam. “Kita nggak punya pilihan lain selain berhasil.”
Dengan itu, mereka meninggalkan gudang tua yang menjadi tempat perlindungan sementara mereka, menuju ke kendaraan yang diparkir di luar. Jalanan mulai sepi saat malam tiba, memberikan mereka kesempatan untuk bergerak tanpa terlalu banyak perhatian.
Perjalanan menuju lokasi target berlangsung dalam keheningan, setiap dari mereka tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kai memegang setir dengan erat, fokus pada jalan di depannya, sementara Zed dan Viktor memeriksa ulang peta dan peralatan mereka. Ketegangan meningkat seiring mereka semakin mendekati tujuan.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah kompleks besar yang tersembunyi di balik bukit terpencil, jauh dari keramaian kota. Gedung itu tampak seperti bangunan biasa dari kejauhan, tetapi Kai bisa merasakan bahwa di balik tampilan luarnya yang sederhana, ada sesuatu yang lebih gelap dan berbahaya.
“Kita sudah sampai,” bisik Viktor saat mereka memarkir mobil di tempat yang aman, agak jauh dari gedung utama.
Zed mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan sarafnya. “Ingat, kita harus cepat dan senyap. Semakin sedikit jejak yang kita tinggalkan, semakin baik.”
Kai mengangguk, mengambil senjata dari balik jaketnya. “Kita akan masuk dari pintu belakang, seperti yang kita rencanakan. Viktor, lo awasi area sekitar, pastikan kita nggak kedatangan tamu tak diundang. Zed, lo fokus pada sistem keamanan dan cari jalan masuk yang paling aman.”
Dengan persiapan yang matang dan rencana yang telah diulang-ulang dalam pikiran mereka, mereka bergerak dengan sigap. Setiap langkah diambil dengan hati-hati, menjaga agar tidak ada suara yang bisa menarik perhatian.
Zed dengan cepat mengakses sistem keamanan bangunan melalui jaringan nirkabel, mematikan sementara beberapa kamera pengawas yang menghalangi jalan mereka. Pintu belakang terbuka dengan suara berderit pelan, membiarkan mereka masuk ke dalam tanpa terdeteksi.
Kai merasakan adrenalin mengalir dalam tubuhnya saat mereka menyusup lebih dalam ke gedung itu. Mereka melewati koridor yang sunyi, hanya diterangi oleh lampu neon yang berkedip-kedip. Setiap tikungan bisa saja mempertemukan mereka dengan penjaga, tapi sejauh ini, mereka belum menemui perlawanan.
“Gue dapet sinyal dari ruang utama di lantai atas,” bisik Zed sambil memeriksa alat pemindai di tangannya. “Kemungkinan besar itu adalah pusat kendali mereka. Kita harus sampai ke sana.”
Mereka terus bergerak maju, hati-hati agar tidak meninggalkan jejak. Ketika mereka mencapai tangga yang menuju ke lantai atas, Kai memberi isyarat untuk berhenti sejenak. Dia mengintip ke atas, memastikan tidak ada orang yang berjaga.
“Semuanya bersih. Kita naik,” perintah Kai pelan.
Mereka menaiki tangga dengan cepat dan senyap, dan akhirnya tiba di depan sebuah pintu besar yang tertutup rapat. Zed segera bekerja dengan alat