"Kak Zavin kenapa menciumku?"
"Kamu lupa, kalau kamu bukan adik kandungku, Viola."
Zavin dan Viola dipertemukan dalam kasus penculikan saat Zavin berusia 9 tahun dan Viola berusia 5 tahun. Hingga akhirnya Viola menjadi adik angkat Zavin.
Setelah 15 tahun berlalu, tak disangka Zavin jatuh cinta pada Viola. Dia sangat posesif dan berusaha menjauhkan Viola dari pacar toxic-nya. Namun, hubungan keduanya semakin renggang setelah Viola menemukan ayah kandungnya.
Apakah akhirnya Zavin bisa mendapatkan cinta Viola dan mengubah status mereka dari kakak-adik menjadi suami-istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Arvin tiba di lokasi dengan tergesa-gesa, diikuti oleh polisi dan beberapa anak buahnya. Wajahnya tegang, penuh dengan kekhawatiran. Seluruh jalan menuju gedung tua itu dipenuhi kendaraan polisi, lampu merah-biru berkedip menerangi pagi buta yang belum menunjukkan sinar matahari. Arvin berlari menuju gedung itu untuk menyelamatkan anak semata wayangnya.
"Di mana Zavin?!" Arvin hampir berteriak pada salah satu anak buahnya.
"Mereka ada di dalam, Tuan. Penculik itu telah dilumpuhkan. Tapi Zavin terluka."
Arvin berlari masuk yang diikuti beberapa polisi. Di salah satu sudut ruangan yang remang-remang, ia melihat tubuh Zavin terbaring lemah dengan Viola di sampingnya.
"Zavin!" Arvin berlari dan berlutut di samping putranya. Ia mengangkat kepala Zavin dengan hati-hati, melihat luka di dahinya dan merasakan betapa panas tubuh putranya. "Zavin, ini Papa... Papa di sini sekarang." Suaranya bergetar ketika menyentuh pipi Zavin.
Viola memandang mereka dengan tatapan kosong. Ia melihat Arvin mendekap Zavin erat-erat, air mata Viola menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak memiliki seorang ayah seperti Zavin. Bahkan sepertinya tidak ada yang peduli padanya.
Arvin segera menggendong Zavin dan membawanya keluar dari gedung tua itu. Dia membawa Zavin masuk ke dalam mobil dan segera menuju rumah sakit.
Viola hanya menangis sambil mendekap dirinya sendiri hingga akhirnya ada seorang polisi yang menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam mobil polisi. Viola juga dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Setibanya di rumah sakit, para dokter dan perawat segera menangani Zavin. Arvin berusaha tetap di sisi putranya, meskipun harus berulang kali didorong ke luar oleh para perawat yang ingin memberikan ruang untuk tim medis bekerja.
Akhirnya Arvin keluar ruangan saat istrinya datang.
"Kak Arvin, bagaimana kondisi Zavin?" Zeva memeluk suaminya. Dia sangat khawatir dengan kondisi putranya.
"Zavin masih ditanganu oleh dokter. Maaf, aku terlambat menemukan Zavin." Arvin semakin mengeratkan pelukannya.
"Yang terpenting Zavin sudah selamat."
Beberapa saat kemudian dokter yang menangani Zavin keluar. "Bagaimana kondisi anak saya?" tanya Arvin.
"Putra Anda baik-baik saja," kata dokter itu. "Lukanya tidak terlalu serius, ia hanya mengalami demam tinggi. Kami berhasil menstabilkan kondisinya. Ia perlu istirahat penuh selama beberapa hari ke depan."
Arvin menghela napas lega. Kemudian mereka berdua segera berjalan menuju ruang rawat Zavin.
Zeva tersenyum dan mencium kecil kening putranya. "Syukurlah, kamu selamat."
"Aku baru ingat, ada seorang anak perempuan lagi masih kecil. Dia menangis." Arvin segera menghubungi anak buahnya yang sedang bersama polisi. Dia mendengarkan cerita anak buahnya tentang gadis kecil itu.
"Jadi, anak itu tidak memiliki keluarga? Dia sengaja ditinggal di depan panti asuhan sebelum diculik. Biar aku menemuinya di ruang rawat, dia pasti sangat takut dan sedih." Setelah mematikan panggilan itu, Arvin kekuar dari ruang rawat Zavin tapi Zeva mengikutinya.
"Aku ikut!"
...***...
Viola duduk sendirian di ruang rawat rumah sakit. Dia memeluk lututnya, menariknya ke dada, mencoba mencari kehangatan dan kenyamanan yang tidak kunjung datang. Matanya memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong saat matahari mulai bersinar.
“Mama... kenapa tidak mencari Viola?” Viola bergumam dengan suara serak. Tangisnya pecah, mengguncang tubuh kecilnya. Dia terisak dan membiarkan air matanya mengalir tanpa henti.
Viola mendongak ketika mendengar langkah kaki mendekat. Matanya yang merah dan bengkak melihat Zeva yang mendekatinya.
Zeva berlutut di samping brankar, mencoba menyamai tinggi Viola yang duduk di ujung ranjang. Dia meraih tangan kecil gadis itu dengan lembut dan mengusapnya pelan untuk memberikan rasa nyaman.
"Nama kamu Viola?" tanya Zeva dengan lembut dan penuh kehangatan.
Viola mengangguk pelan, matanya masih dipenuhi air mata. "Iya..." jawabnya dengan suara yang hampir tak terdengar.
Zeva menarik Viola ke dalam pelukannya agar rasa takutnya berkurang. "Viola, mau jadi adik Kak Zavin?"
Viola terdiam di pelukan Zeva, isakannya mulai mereda. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Zeva dengan mata yang basah. "Jadi adik Kak Zavin?" ulangnya, suaranya dipenuhi kebingungan dan sedikit harapan.
Zeva mengangguk sambil tersenyum lembut. "Iya, sayang. Mulai sekarang, kamu bisa panggil aku Mama, dan kamu bisa panggil Papa Kak Zavin, Papa. Kita akan selalu bersama. Kamu tidak perlu merasa sendirian lagi."
Viola memandangi Zeva dalam diam. Hatinya yang rapuh masih dipenuhi pertanyaan dan kebingungan. Dia menoleh ke arah Arvin, yang berdiri di dekat mereka dengan ekspresi penuh kehangatan. Dia mencoba memahami apa yang terjadi, tapi usianya yang masih lima tahun membuatnya sulit untuk benar-benar mengerti.
"Viola... akan tinggal bersama Mama dan Papa Kak Zavin?" tanyanya ragu. "Tapi, Viola punya Mama. Viola mau mencari Mama."
Zeva terdiam sejenak dan menangkup kedua pipi Viola. "Mama Viola, suatu saat nanti pasti akan mencari Viola tapi sekarang Viola tinggal sama kita ya, biar Kak Zavin ada teman bermain di rumah."
Viola menatap Zeva dan Arvin bergantian. Perlahan, Viola mengangguk. "Viola... mau jadi adik Kak Arvin."
Zeva merasa senang mendengar hal itu. Ia menarik Viola kembali ke dalam pelukannya. "Mulai sekarang panggil Mama ya."
Viola mengangguk pelan. "Iya, Mama."
Arvin mendekat dan berlutut di samping mereka. Dia mengulurkan tangannya untuk mengusap punggung Viola dengan lembut. "Mulai sekarang, kami akan menjadi keluargamu, Viola. Kita ke ruangan Kak Zavin ya."
Viola menganggukkan kepalanya. Dia menurut begitu saja saat Arvin menggendongnya.
Saat mereka sampai di ruang rawat Zavin, Viola turun dari gendongan Arvin dan mendekati Zavin yang baru saja membuka kedua matanya. "Kak Zavin."
"Viola, kamu tidak apa-apa?"
Viola menggelengkan kepalanya. Dia naik ke atas brankar dan memeluk Zavin.
"Zavin, mulai sekarang Viola akan menjadi adik kamu," kata Zeva.
Zavin tersenyum merekah mendengar hal itu. "Benarkah? Akhirnya aku punya adik." Zavin membalas pelukan Viola yang memeluknya. "Aku pasti akan selalu menjaga kamu, Viola."
"Nanti kalau Viola sudah besar, Viola juga bisa jaga Kak Zavin. Biar Kak Zavin gak terluka lagi," kata Viola.
Zeva dan Arvin tersenyum melihat kedekatan mereka yang begitu cepat terjalin. "Mulai sekarang, kita punya dua anak. Aku akan segera mengurus surat adopsi Viola."
Thanks Mbak Puput
Ditunggu karya selanjutnya ❤️
perjuangan cinta mereka berbuah manis...
Semoga cepat menghasilkan ya, Zavin
semoga cepat diberi momongan ya ..
udah hak Zavin...
😆😆😆
Siapa ya yang berniat jahat ke Viola?