Nuka, siswa ceria yang selalu memperhatikan Aile, gadis pendiam yang mencintai hujan. Setiap kali hujan turun, Nuka menawarkan payungnya, berharap bisa melindungi Aile dari dinginnya rintik air. Suatu hari, di bawah payung itu, Aile akhirnya berbagi kenangan masa lalunya yang penuh luka, dan hujan pun menjadi awal kedekatan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aolia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang baru
Esok paginya, Aile duduk di pojok kelas, tenggelam dalam catatan pelajaran. Ada rasa lega di dadanya setelah percakapan dengan Nuka tadi malam. Kata-katanya memberikan kekuatan baru, seolah-olah beban yang selama ini dia pikul mulai terasa lebih ringan.
Namun, hari itu, ada yang lain. Sesuatu yang membuat Aile sedikit waspada.
Di sudut lain kelas, Rafa duduk sambil memutar-mutar pensil di antara jarinya. Wajahnya terlihat santai, tapi ada tatapan tajam di matanya yang sesekali mengarah ke Aile. Rafa, cowok dengan gaya yang urakan dan reputasi sebagai anak nakal, baru satu semester di sekolah ini, tapi dia sudah membuat kehebohan. Hampir setiap minggu, dia terlibat dalam masalah, entah itu dengan teman-teman sekelas atau bahkan guru. Meskipun begitu, ada sesuatu dari Aile yang membuatnya penasaran. Mungkin karena Aile berbeda dari kebanyakan cewek lain yang sering didekatinya.
Rafa tidak pernah terlalu peduli dengan aturan atau pandangan orang lain. Di balik sikapnya yang keras, dia selalu merasa ada kekosongan, dan dia tertarik pada sesuatu yang sulit dijangkau—Aile adalah salah satunya.
Selama beberapa hari terakhir, Rafa memperhatikan bagaimana Aile sering bersama dengan Nuka. Ini membuatnya sedikit kesal. Bukan karena dia cemburu, tapi lebih karena dia benci melihat sesuatu yang dia inginkan berada di tangan orang lain.
Hari itu, setelah bel sekolah berbunyi, Rafa memutuskan untuk bertindak. Dia melihat Nuka yang biasanya menjemput Aile masih berada di lapangan basket, sibuk berbicara dengan teman-temannya. Ini adalah kesempatan yang dia tunggu.
Ketika Aile bersiap untuk meninggalkan kelas, Rafa mendekat. Tanpa peringatan, dia menyentuh lengan Aile dengan gaya santainya yang khas.
Aile yang kaget langsung menepis tangan Rafa, membuat rafa terkekeh kecil "sorry"
Aile menatap cowok itu dengan sedikit bingung, meskipun dia sudah sering mendengar cerita tentang kenakalannya. "apa?" tanya aile agak judes
Rafa tersenyum miring. "lo nggak bosen sendirian, ya? gue temenin sini"
Aile mengerutkan kening, tidak terbiasa dengan cara Rafa berbicara.
Rafa mendekat sedikit lagi, menunduk sedikit sehingga wajahnya sejajar dengan Aile. "Hei gue cuma nawarin buat nemenin lo, gausa takut gitu kaya mau diterkam aja."
Aile terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Dari sikapnya, dia bisa merasakan bahwa Rafa bukan orang yang mudah ditolak begitu saja.
"Gue sering tau merhatiin lo" lanjut Rafa. "Lo kayak... misteri. Orang lain sibuk bergaul, tapi lo selalu di pojok, sibuk sendiri."
Aile mulai merasa tidak nyaman dengan intensitas Rafa. Dia melangkah mundur sedikit, tetapi Rafa tidak membiarkannya begitu saja. Dia menahan langkah Aile dengan satu gerakan kecil, tetap menjaga jarak tetapi cukup untuk membuatnya merasa terpojok.
"Lo bareng Nuka terus, ya?" Rafa memiringkan kepalanya, senyum masih menghiasi wajahnya yang nakal. "Kalian pacaran?"
Aile mengerutkan dahi, merasa ada sesuatu yang salah dengan nada suaranya. "pacaran atau ngga itu bukan urusan lo."
"Oh, jadi cuma teman," Rafa meralat, sambil tertawa kecil. "Bagus kalau gitu. Teman ya teman, tapi siapa tahu, mungkin ada tempat buat aku, kan?"
Aile semakin tidak nyaman. Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Nuka muncul di ambang pintu kelas. Matanya segera menangkap pemandangan Rafa yang mendekati Aile. Wajah Nuka berubah serius, dan tanpa berpikir dua kali, dia berjalan cepat mendekat.
"Aile, kita pulang bareng," kata Nuka dengan suara dingin, tatapannya mengunci Rafa.
Rafa berdiri tegak, tidak mundur sedikit pun ketika Nuka mendekat. Dia malah tersenyum lebih lebar, seolah-olah menikmati ketegangan yang tiba-tiba muncul. "Santai, Nuk. gue cuma ngajak Aile ngobrol. Nggak salah, kan? Toh kalian cuma temen"
"Obrolan udah cukup," balas Nuka singkat. Dia lalu menatap Aile. "Ayo, kita pergi."
Aile mengangguk pelan, lalu bergerak ke arah Nuka. Rafa memperhatikan setiap langkah mereka dengan tatapan penuh rasa penasaran. Sebelum mereka keluar dari kelas, Rafa berteriak pelan, "Sampai Aile. Kita pasti ketemu lagi nanti."
***
Di perjalanan pulang, Nuka tampak lebih pendiam dari biasanya. Aile duduk di belakangnya, merasa suasana antara mereka sedikit berubah. Mereka berhenti di bawah jembatan ketika hujan mulai turun dengan deras. Nuka menyalakan lampu motor, tapi dia tidak segera melanjutkan perjalanan.
"Dia ganggu kamu?" Nuka akhirnya bertanya dengan suara pelan.
Aile terkejut mendengar pertanyaan itu. "Rafa? Enggak... dia cuma ngajak ngobrol."
Nuka menghela napas panjang. "Aile, Rafa itu... bukan orang baik. Aku nggak suka kalau dia terlalu deket sama kamu."
"Kenapa? Kamu cemburu?" Aile mencoba bergurau, meski dia tahu ada sesuatu yang serius dalam kata-kata Nuka.
"Bukan cemburu," Nuka merespon cepat. "Aku cuma nggak mau kamu terlibat sama orang kayak dia. Dia suka bikin masalah, dan aku nggak mau kamu jadi salah satu masalahnya."
"Nuka," Aile berkata pelan, "aku nggak akan biarin Rafa ngelakuin apa-apa. Aku tahu batasnya."
Nuka menatap Aile sebentar, lalu mengangguk. "Aku percaya kamu. Tapi kalau dia mulai ganggu lagi, kasih tahu aku." Aile mengangguk.
Nuka menarik napasnya sejenak, ia mengalihkan pandangan tak menatap aile, seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan.
Aile yang menyadari sikap nuka, menepuk pelan pundak lelaki itu "kamu kenapa ka?" tanyanya
"Ayo pacaran" ucap nuka pelan, dengan rasa gugup yang sangat.
***
Sementara itu, di sudut lain kota, Rafa duduk di kafe tempat dia biasa nongkrong dengan teman-teman nakalnya. Dia memikirkan Aile, bagaimana caranya terlihat tenang meskipun ada tekanan dari Nuka. Rafa tertarik, lebih dari sekadar penasaran biasa.
"Santai aja," gumam Rafa pada dirinya sendiri. "Nuka cuma satu rintangan. gur bisa dapetin yang gue mau."
Rafa tersenyum puas, merencanakan langkah berikutnya untuk mendekati Aile. Dia tahu bahwa jalan menuju hati Aile mungkin sulit, tapi dia tidak pernah peduli dengan hal-hal yang sulit. Buat Rafa, semakin sulit sesuatu didapatkan, semakin besar kesenangannya saat akhirnya dia menang.