Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Belas
Dara berusaha secepatnya menguasai diri. Tak mau nanti suaminya makin salah paham. Dia tersenyum dan mengulurkan tangan pada temannya itu.
"Selamat, Fanny. Semoga pernikahan kalian kekal dan bahagia," ucap Dara.
Fanny tampak sedikit kesal karena tak mampu membuat wanita dihadapannya sedih dan marah. Dia tak berharap Dara begini. Maunya wanita itu sedikit terbawa emosi saat mendengar dia dan Bastian akan segera menikah.
Enam bulan ini dia mati-matian mendekati pria itu agar jatuh cinta dengannya, termasuk mendekatkan diri pada Tante Erna. Beruntung kedua orang tua mereka saling kenal dan akhirnya sepakat menikahi mereka.
Usia mereka memang masih muda saat ini, tapi orang tua keduanya sepakat menikahkan agar mereka bisa saling menjaga di kota lain itu tanpa batasan. Mereka akan tetap melanjutkan kuliah walau telah menikah.
Awalnya Bastian menolak, tapi sang mama begitu gigihnya membujuk hingga akhirnya luluh. Dia tak ada pilihan lain, menikah dengan wanita manapun tetap sama, cintanya telah habis buat Dara. Saat ini dia hanyalah melanjutkan hidup lagi.
"Terima kasih, aku harap kamu datang ke pernikahan kami nantinya. Kamu salah satu tamu istimewa kami. Nanti akan aku antar undangannya!" seru Fanny.
"Aku pasti akan datang memberikan restu dan doa untukmu dan Bastian. Sekarang aku pamit dulu. Ayo, Mas. Kita pulang!" ajak Dara.
Rico dan Dara akhirnya pulang ke rumah mereka. Sampai di rumah, wanita itu langsung masuk ke kamar. Kepalanya masih terasa pusing. Rico juga langsung pergi ke pabrik.
Di sana temannya Ali kembali bertanya dan memanasi Rico. Bertanya-tanya tentang hubungan Dara dan Bastian.
"Kamu yakin jika hubungan mereka benar-benar berakhir atau hanya pura-pura saja?" tanya Ali saat mereka makan siang.
"Maksud kamu apa, Ali?" tanya Rico.
"Bisa saja diam-diam keduanya masih berhubungan. Apa kamu pernah periksa ponsel istrimu?" Kembali Ali bertanya.
Rico menggeleng, dia memang tak pernah memeriksa gawai istrinya. Dia percaya jika Dara dan Bastian benar-benar telah putus hubungan. Pria itu jadi kepikiran semua ucapan temannya itu.
**
Saat berkendara pulang, pikiran Rico terus melayang. Ketika akhirnya tiba di rumah, dia mendapati Dara sedang duduk di ruang tamu, menikmati secangkir teh sambil membaca buku.
“Dara,” panggil Rico saat memasuki rumah.
Kehangatan senyumnya tampak memancarkan cinta, tetapi Rico tahu itu tak sebanding dengan perasaannya kini. Dia menghela napas dan mencoba untuk bersikap tenang.
“Mas! Kamu pulang cepat hari ini?” tanya Dara seraya mendongak, menutup bukunya.
“Iya, ada sedikit pekerjaan yang bisa diselesaikan di rumah,” jawab Rico sambil tersenyum. Namun, tatapan matanya tak sepenuhnya ceria. Dalam benaknya, dia merencanakan pertanyaan yang harus dia lontarkan.
Setelah mengganti bajunya, Rico lalu duduk di samping istrinya. Sebenarnya dia ingin menanyakan tentang hubungan istrinya dengan Bastian, tapi dia yakin sang istri pastilah berbohong.
"Mas, tadi ada undangan pernikahan dari seseorang," ucap Dara. .
"Pernikahan siapa?" tanya Rico.
"Bastian dan Fanny," jawab Dara pelan. Munafik jika dia mengatakan tak sedih. Namun, dia berusaha ikhlas atas semua takdir yang dijalani.
Kepala Rico seolah berputar mendengar nama itu. “Bastian? Lagi-lagi? Sebenarnya, apa sih yang menarik dari dia?” suara Rico sedikit meninggi, meski dia berusaha untuk tetap netral.
Dara mengerutkan kening. “Mas, aku hanya menjawab pertanyaan kamu. Bukan sengaja menyebut namanya."
Rico mendesah, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Dara, Aku, ingin tahu. Apakah kamu benar-benar telah melupakan dia begitu saja?”
“Bastian sudah jadi bagian dari masa lalu. Kita sudah menikah, Mas. Aku tak mau bicarakan mengenai pria lain,” jawab Dara dengan nada lembut, tetapi matanya menunjukkan ketidakpuasan.
“Tadi di kantor, aku mendengar beberapa rekan berbicara tentang dia. Seolah-olah dia masih menjadi bagian dari hidupmu. Aku hanya ... ingin kepastian,” sahut Rico, mencoba menahan ketegangan di tenggorokannya.
Dara menghela napas dan menyandarkan punggungnya ke sofa. “Mas, aku dan Bastian itu tak ada hubungan apa pun. Jika Mas terus menerus curiga, itu hanya akan merusak segalanya.”
“Kau benar, tapi bagaimana aku bisa mempercayai bahwa semua ini sudah berakhir?” Rico menatap matanya dengan yakin, berharap istrinya mengerti.
Dara terdiam sejenak, lalu dengan lembut menjawab, “Karena aku memilihmu, Mas Bastian adalah masa lalu, sedangkan kamu adalah masa depanku. Apa lagi yang bisa aku katakan untuk meyakinkanmu?”
Rico terdiam, hatinya berjuang antara keinginan untuk mempercayai dan ketakutan akan pengkhianatan. Dia harus mencari kata-kata yang bisa menjembatani rasa ragu dan kepercayaannya.
"Jika kamu memang tak mencintainya lagi, besok di hari pernikahannya kamu harus datang denganku. Buktikan jika kamu memang telah melupakan dia!" seru Rico.
"Mas, aku tak mau datang bukan berarti aku masih cinta. Aku hanya tak mau nanti ada yang bicarakan kami. Aku memilih tak pergi!" seru Dara.
"Aku tak mau tau, Dara. Kamu harus menemani aku saat pesta nanti!" seru Rico.
Setelah mengucapkan itu, dia lalu pergi meninggalkan Dara seorang diri. Wanita itu tampak menarik napas. Dia tak berani membantah ucapan Rico. Terpaksa mengikuti saja.
Selama ini rumah tangga yang dia jalani seperti hanya tempat singgah bagi suaminya. Terkadang jika malas pulang, pria itu akan kembali ke rumah orang tuanya. Delapan bulan pernikahannya belum sekalipun dia pergi jalan berdua dengan sang suami, baru kemarin saja saat pemeriksaan kandungan.
Suaminya itu juga seperti punya kepribadian ganda. Kadang dia tampak sangat baik, terkadang begitu kasar ucapannya. Mau mengadu pada mertua, dia tak berani. Mertuanya pasti lebih percaya dengan putranya. Jadi apa pun masalah dalam rumah tangganya hanya dia pendam saja.
Sebenarnya apa rencana-Mu Tuhan. Aku sudah hampir menyerah karena ujianmu. Mentalku benar-benar terkuras, jiwaku sedang tidak baik-baik saja. Selama ini aku memendamnya tampa ada seorangpun yang mengetahui keadaanku. Mereka tertipu dengan senyum manisku, dengan wajah ceriaku ini. Kepalaku terasa mau pecah, aku benar-benar lelah, rasanya aku ingin berhenti sejenak untuk bernafas dengan lega. Kurang kuat apa lagi aku ini Tuhan, Kau uji aku dengan berbagai cobaan. Tentang orang tua, pertemanan dan percintaan, bahkan sampai masalah suami, semua telah aku rasakan. Bolehkah, aku berkata, aku lelah Tuhan. Aku lelah Ya Allah.
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak