NovelToon NovelToon
Malapetaka Batu Luar Angkasa

Malapetaka Batu Luar Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Hari Kiamat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Setelah fenomena Dukhan melanda, dunia berubah drastis dengan iklim yang semakin ekstrem dan teknologi yang lumpuh. Umat manusia harus bertahan hidup di tengah panas terik dan kemarau panjang yang tak kunjung usai.

Kisah ini mengikuti perjalanan sebuah kelompok yang berjuang menghadapi kenyataan baru. Mereka mencoba menanam di tanah kering, mencari air, dan bergantung pada kebijaksanaan lama. Di tengah tantangan yang berat, muncul momen tegang, humor, dan rasa kebersamaan yang kuat.

Mencari Harapan di Tengah Kemarau adalah cerita tentang perjuangan, keimanan, dan kebersamaan dalam menghadapi ujian akhir zaman.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ustadz Abdullah dan Tanda - Tanda Akhir Zaman

Setelah mendengar cerita dari Rudi, Ustadz Abdullah tidak bisa menghilangkan kegelisahan dari benaknya. Mimpi tentang Dajjal yang dialami oleh Rudi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Sebagai seorang ulama, Ustadz Abdullah paham betul bahwa mimpi seperti itu sering kali merupakan peringatan dari Allah. Apalagi, tanda-tanda akhir zaman sudah mulai tampak—cuaca semakin tidak menentu, bumi terasa semakin kering, dan orang-orang semakin sibuk mengejar dunia tanpa memikirkan akhirat.

Hari itu, setelah memikirkan kejadian-kejadian yang terjadi di sekelilingnya, Ustadz Abdullah bertekad untuk memberikan ceramah yang berbeda dari biasanya. Ia merasa perlu memberi peringatan kepada jamaahnya tentang Dajjal dan tanda-tanda kiamat. Semakin lama, ia merasakan bahwa umat semakin lupa akan peringatan dari Rasulullah tentang akhir zaman.

Pagi itu, masjid mulai dipenuhi jamaah yang hendak melaksanakan sholat Dzuhur. Ustadz Abdullah, yang biasanya tenang dan bersahaja, terlihat sedikit lebih tegang dari biasanya. Setelah iqamat dikumandangkan dan sholat selesai, Ustadz Abdullah berdiri di depan mimbar dengan wajah yang serius. Seluruh jamaah memandang ke arahnya, menunggu apa yang akan disampaikan oleh sang ustadz.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapanya mengawali ceramah. Suaranya terdengar lebih tegas dari biasanya.

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab para jamaah serempak.

Setelah hening sejenak, Ustadz Abdullah melanjutkan, “Saudara-saudara, hari ini, saya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang mungkin selama ini kita abaikan, namun sebenarnya sudah dekat dengan kita. Saya ingin membahas tentang tanda-tanda akhir zaman dan peringatan dari Rasulullah tentang Dajjal, fitnah terbesar yang akan menimpa umat manusia.”

Para jamaah mulai saling berpandangan. Kata ‘Dajjal’ selalu berhasil menimbulkan rasa penasaran, namun juga ketakutan di antara mereka. Banyak yang hanya mendengar sekilas tentang Dajjal dari cerita masa kecil atau dari buku-buku, namun jarang sekali mereka mendengar ceramah yang fokus membahas tentang ini.

Ustadz Abdullah melanjutkan, “Kita hidup di zaman yang penuh dengan ujian. Cuaca semakin tidak menentu. Lihatlah bagaimana hujan yang jarang turun, dan saat turun, hujan itu tidak membawa kebaikan. Ladang-ladang kita kering, tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik. Semua ini adalah tanda-tanda yang harus kita sadari. Rasulullah sudah memperingatkan kita bahwa di akhir zaman, alam ini akan mengalami perubahan besar. Dan salah satu tanda besar yang paling kita takuti adalah kedatangan Dajjal.”

Mendengar penjelasan itu, para jamaah mulai khusyuk mendengarkan. Ustadz Abdullah melanjutkan dengan penuh semangat, “Saudara-saudara, Dajjal bukanlah sekadar cerita atau mitos. Ia adalah makhluk yang akan datang menjelang hari kiamat untuk menyesatkan manusia. Dajjal akan datang dengan segala tipu daya, menawarkan dunia yang penuh kenikmatan bagi mereka yang bersedia tunduk padanya. Tapi ingatlah, apa yang Dajjal tawarkan hanyalah ilusi. Dunia yang ditawarkan Dajjal adalah dunia yang fana, sementara mereka yang mengikuti jejaknya akan tersesat selama-lamanya.”

Beberapa jamaah mulai bergumam, ketakutan mulai merayap dalam benak mereka. Ada yang menunduk, merenungi dosa-dosa mereka, sementara yang lain terlihat resah, seolah-olah bisa merasakan bahwa waktu yang tersisa untuk umat manusia semakin sedikit.

“Banyak di antara kita yang mungkin berpikir, ‘Dajjal masih lama, kita tidak akan mengalami hal itu.’ Tapi saudara-saudara, kita harus selalu waspada. Dajjal bisa muncul kapan saja. Kita tidak pernah tahu kapan waktu itu akan datang. Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya tanda-tanda kiamat sudah dekat, bagaikan dua jari yang saling berdekatan.’ Jika kita melihat kondisi dunia saat ini, apakah kita masih bisa mengatakan bahwa tanda-tanda itu belum ada?”

Salah satu jamaah, seorang lelaki tua yang duduk di barisan depan, mengangkat tangannya. “Ustadz, apakah benar semua orang akan bisa melihat Dajjal? Dan apakah ada cara bagi kita untuk melindungi diri dari fitnahnya?”

Ustadz Abdullah mengangguk pelan, lalu menjawab, “Benar, semua orang akan melihat Dajjal. Namun ada orang-orang yang akan disesatkan oleh Dajjal karena imannya yang lemah. Hanya mereka yang memiliki iman kuat yang akan selamat dari tipu dayanya. Rasulullah mengajarkan kita untuk memperbanyak doa dan meminta perlindungan kepada Allah dari fitnah Dajjal, salah satunya dengan membaca surat Al-Kahfi. Khususnya, sepuluh ayat pertama dari surat itu.”

Para jamaah mulai berbisik-bisik, terdengar beberapa di antara mereka mengulang-ulang potongan surat Al-Kahfi di bawah nafas mereka, seolah mengingat-ingat apa yang diajarkan pada mereka saat masih kecil.

Ustadz Abdullah melanjutkan dengan lebih tenang, “Saudara-saudara, kita hidup di masa yang sulit. Kita diuji dengan kemarau panjang, dengan tanah yang kering, dengan ladang yang tidak subur. Ini semua adalah bagian dari ujian Allah kepada kita. Tapi percayalah, selama kita berpegang teguh pada keimanan kita, kita tidak perlu takut. Jangan tergoda oleh janji-janji dunia yang fana. Dajjal akan datang dengan membawa fitnah besar, tapi ia tidak bisa menyesatkan orang yang hatinya dekat dengan Allah.”

Tiba-tiba, seorang pemuda yang duduk di barisan tengah berdiri. Wajahnya tampak tegang, dan suaranya terdengar sedikit gemetar saat berbicara, “Ustadz, saya... saya pernah bermimpi tentang Dajjal. Dia menawarkan saya segala kemewahan dunia, dan saya merasa sangat tergoda. Saya takut... Apakah itu pertanda buruk, Ustadz?”

Ustadz Abdullah tersenyum lembut, mencoba menenangkan pemuda itu. “Jangan takut, Nak. Mimpi seperti itu sering kali merupakan peringatan dari Allah. Allah memberimu kesempatan untuk memperkuat imanmu, untuk lebih dekat kepada-Nya. Selama kau terus berpegang pada jalan yang benar, Allah akan melindungimu. Ingatlah, Dajjal hanya bisa menyesatkan mereka yang lemah imannya.”

Pemuda itu mengangguk perlahan, meski ketegangan masih terlihat di wajahnya. Ustadz Abdullah menatap seluruh jamaah, menyapu pandangan ke setiap wajah yang terlihat semakin serius dan penuh ketegangan.

“Sebelum kita akhiri, mari kita semua berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan iman, agar dijauhkan dari fitnah Dajjal dan segala bentuk godaannya. Kita semua harus bersiap menghadapi akhir zaman, bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keyakinan bahwa Allah bersama kita.”

Para jamaah menundukkan kepala, merapatkan tangan mereka dalam doa. Suasana masjid menjadi hening, hanya terdengar suara lirih dari mulut-mulut yang berdoa. Ustadz Abdullah memimpin doa dengan khusyuk, memohon perlindungan dan kekuatan untuk seluruh jamaah.

Setelah doa selesai, Ustadz Abdullah mengakhiri ceramahnya dengan pesan terakhir, “Saudara-saudara, ingatlah, Dajjal mungkin belum datang, tapi tanda-tanda kehadirannya sudah mulai tampak. Jangan pernah lengah. Tingkatkan iman kita, perkuat hubungan kita dengan Allah, dan jangan pernah tergoda oleh kemewahan dunia yang menipu. Semoga Allah selalu melindungi kita semua.”

Jamaah pun bubar perlahan, namun kesan mendalam dari ceramah itu masih terpancar di wajah mereka. Masing-masing dari mereka merenungi peringatan yang diberikan oleh Ustadz Abdullah. Bagi mereka, Dajjal bukan lagi sekadar cerita jauh di masa depan, melainkan sesuatu yang mungkin bisa terjadi kapan saja.

Tanda-Tanda yang Semakin Nyata

Setelah ceramah Ustadz Abdullah yang menggugah, suasana di desa mulai berubah. Jamaah yang tadinya jarang membicarakan hal-hal berbau akhir zaman, kini mulai sering memperbincangkan tanda-tanda yang mereka lihat sehari-hari. Cuaca yang makin panas dan ladang-ladang yang semakin kering seakan mengingatkan mereka pada peringatan-peringatan tentang masa depan yang disampaikan sang ustadz. Namun, ada rasa was-was yang tak bisa dihilangkan.

Suatu pagi, di warung kopi Pak Tarman, suasana diskusi para warga semakin intens. Biasanya, mereka hanya bercengkerama tentang hal-hal sepele seperti harga sayur atau kabar warga yang pergi ke kota. Namun, hari itu, suasana berbeda.

"Eh, Mas Joni," sapa Pak Tarman sambil menuangkan kopi, "kau perasan nggak? Semenjak ceramah Ustadz Abdullah, ladang kita tambah parah. Panas ini makin menyengat, cuaca jadi nggak bisa diprediksi."

Joni, seorang petani muda, mengangguk sambil menyeruput kopinya. “Iya, Pak. Saya juga ngerasain. Tanaman jagung di ladang saya sudah mulai mengering. Padahal biasanya masih bisa bertahan beberapa minggu lagi sebelum panen. Kayaknya alam ini memang udah mulai beda.”

Kasim, yang duduk di sudut warung, tiba-tiba bersuara, “Ini semua tanda, Tarman! Semua ini sesuai sama yang disampaikan Ustadz Abdullah. Kita ini udah di akhir zaman, nggak bisa dihindari lagi. Saya bahkan mimpi buruk tadi malam, seolah-olah ada makhluk besar datang dari langit.”

Warga lainnya mulai bergidik mendengar cerita Kasim. Pak Tarman meletakkan gelas kopi dan duduk mendekat. "Ceritain lebih jelas, Sim! Makhluk besar gimana tuh?"

Kasim menghela napas panjang, jelas-jelas ketakutan mengingat mimpinya. “Ya, saya mimpi, ada makhluk raksasa... nggak mirip sama manusia, tapi kayak gabungan binatang dan manusia. Dia datang, dan semua orang di desa ini lari ketakutan. Saya nggak tahu apa itu Dajjal, atau yang lain, tapi semua dalam mimpi itu terasa nyata.”

Suasana di warung mendadak tegang. Beberapa warga mulai saling pandang, tak ada yang berani bersuara. Namun, di balik keheningan itu, muncul rasa takut yang kian mencekam.

Joni berdehem, mencoba menenangkan suasana. “Ah, mungkin itu cuma mimpi buruk, Sim. Kita nggak perlu langsung mikir yang aneh-aneh. Tapi... yang jelas memang kita harus siap-siap kalau bener ada sesuatu yang bakal datang.”

Pak Tarman mengangguk, wajahnya terlihat semakin serius. “Saya setuju. Nggak ada salahnya kita lebih banyak berdoa. Ustadz Abdullah sudah bilang, ini bukan cuma soal cuaca atau ladang. Kita harus kembali ingat sama Allah dan memperbaiki diri.”

Di tengah perbincangan yang semakin dalam itu, tiba-tiba muncul seseorang di pintu warung dengan napas tersengal. Itu adalah Salim, warga desa yang baru saja datang dari kota. Wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran.

“Pak Tarman... Mas Joni... saya baru pulang dari kota. Di sana ada kabar buruk!” serunya dengan panik.

Seluruh warga di dalam warung langsung memusatkan perhatian pada Salim. Pak Tarman berdiri dan menuntun Salim untuk duduk, memberikan segelas air untuk menenangkannya.

“Apa yang terjadi, Lim? Kau kelihatan pucat sekali,” tanya Joni penasaran.

Salim meneguk air dengan cepat, lalu berusaha mengatur napasnya sebelum menjawab, “Di kota... semua orang membicarakan tentang cuaca yang semakin aneh. Tanah di sana mulai retak, nggak ada lagi air hujan. Ada banyak kejadian aneh... orang-orang tiba-tiba sakit tanpa sebab, dan bahkan hewan ternak pada mati mendadak. Semua ini bukan kebetulan, Mas. Ini bener-bener tanda dari Allah, persis kayak yang Ustadz Abdullah bilang.”

Warga di warung langsung bergidik mendengar cerita Salim. Beberapa dari mereka mulai merasakan ketakutan yang semakin kuat. Apalagi, berita tentang kejadian-kejadian aneh yang terjadi di luar desa seolah semakin menambah keyakinan mereka bahwa akhir zaman memang sudah di ambang pintu.

Pak Tarman, yang selalu tenang, kini mulai terlihat khawatir. “Kalau gini terus, kita harus siap-siap menghadapi hal yang lebih besar lagi. Mungkin sudah saatnya kita semua berkumpul dan mendengarkan lebih banyak dari Ustadz Abdullah. Kita butuh bimbingan.”

Joni, yang biasanya tidak terlalu banyak bicara, kini ikut angkat suara. “Saya setuju, Pak. Mungkin kita perlu minta Ustadz Abdullah berceramah lagi. Biar kita semua bisa lebih tenang, setidaknya kita tahu apa yang harus dilakukan.”

Mendengar saran Joni, warga lainnya pun mengangguk setuju. Akhirnya diputuskan bahwa mereka akan segera mengundang Ustadz Abdullah untuk memberikan ceramah lanjutan di masjid malam itu.

Ketika malam tiba, masjid dipenuhi oleh warga desa yang merasa cemas. Jamaah lebih banyak dari biasanya, dan hampir tidak ada tempat kosong di dalam masjid. Ustadz Abdullah berdiri di depan mimbar, siap memberikan ceramahnya.

"Saudara-saudara sekalian, saya paham kegelisahan yang kalian rasakan," Ustadz Abdullah membuka ceramah dengan suara yang tenang namun tegas. "Dunia sedang melalui masa-masa yang sulit. Cuaca yang tidak menentu, tanah yang mengering, hewan ternak yang mati mendadak. Semua ini adalah ujian dari Allah."

Warga desa menunduk, mendengarkan dengan penuh perhatian. Beberapa dari mereka terlihat sangat khusyuk, bahkan ada yang berdoa dalam hati.

“Rasulullah sudah memperingatkan kita tentang hal-hal ini. Dalam hadits-haditsnya, beliau mengatakan bahwa akan ada masa di mana bumi ini akan kehilangan keberkahannya, dan manusia akan diuji dengan kelaparan, kekeringan, dan kematian. Tanda-tanda ini sudah ada di depan mata kita. Tapi ingatlah, saudara-saudaraku, kita tidak boleh takut berlebihan. Allah menguji kita bukan untuk menghancurkan kita, tapi untuk melihat siapa di antara kita yang tetap beriman dan bersabar."

Salah satu warga, yang bernama Hasyim, mengangkat tangannya dan bertanya dengan suara gemetar, “Ustadz, apakah ini sudah waktunya kita bersiap-siap menghadapi Dajjal? Apakah ini benar-benar tanda bahwa Dajjal akan segera muncul?”

Ustadz Abdullah tersenyum tipis, menenangkan, "Hasyim, jangan terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Tanda-tanda akhir zaman memang banyak, tapi kita tidak tahu pasti kapan Dajjal akan muncul. Yang pasti, kita harus terus berpegang teguh pada iman kita. Jangan biarkan rasa takut membuat kita lupa untuk beribadah dan berbuat baik.”

Ceramah malam itu berlangsung lama. Ustadz Abdullah terus memberikan nasihat dan mengingatkan umat untuk selalu bersabar, berdoa, dan memperkuat keimanan mereka. Meski suasana di luar masjid terasa semakin suram dengan cuaca yang panas dan tak menentu, di dalam masjid, ada sedikit ketenangan yang mulai tumbuh di hati para jamaah.

Setelah ceramah selesai, warga desa kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan campur aduk. Beberapa dari mereka merasa lebih tenang setelah mendengar nasihat Ustadz Abdullah, namun yang lain masih dihantui oleh ketakutan tentang masa depan. Yang pasti, mereka semua sadar bahwa dunia sedang berubah, dan mereka harus bersiap menghadapi apa pun yang akan datang.

Malam itu, suasana desa kembali hening, namun di balik keheningan itu, ada rasa waspada yang mulai tumbuh. Setiap orang kini merasa lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekeliling mereka, dan dalam hati mereka, ada doa-doa yang terus dipanjatkan, memohon perlindungan dan petunjuk dari Allah.

1
arfan
semangat up terus bos
Sandy
mantap, sangat menginspirasi
Bunga Lestary
semangatt kakk🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!