"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Setelah mengantarkan Gania pulang, kini Nevan kembali ke rumahnya. Setibanya di rumah ia melihat kedua orang tuanya masih duduk di ruang tamu sedang berbincang-bincang. Nevan terus berjalan lalu ikut duduk di dekat kedua orang tuanya.
"Kamu sudah pulang, Van?." tanya nyonya Selly kepada putranya.
"Iya mah, mama dan papa ngobrol apa?." tanya Nevan menatap ke arah mereka berdua.
Nyonya Selly yang mendapat pertanyaan dari putranya seketika menarik nafasnya. "Tidak.. mama dan papa hanya mengobrol hal yang tidak penting."
"Apakah menyangkut hubungan Nevan dan Gania?." tanya Nevan.
Tuan Ridwan seketika beranjak dari tempat duduknya, lalu duduk di samping putranya. "Tidak.. kamu tidak perlu memikirkan semua ucapan nenek Van, kamu kan sudah hafal jika nenek seperti itu."
"Pa.. mau sampai kapan, Nevan akan selalu menuruti keinginan nenek? tidak hanya sekali atau dua kali nenek selalu menolak pilihan Nevan. Apakah nenek tidak menginginkan Nevan untuk menikah? lalu kenapa nenek selalu berbicara tentang penerus keluarga ini?."
"Sayang.. bukanya nenek seperti itu, nenek hanya mau kamu mendapatkan wanita yang baik, dan mau hidup dengan kamu sampai akhir hayat." sahut nyonya Selly.
"Lalu, di mana letak kesalahan Gania ma.. pa.. sebenarnya wanita seperti apa yang di inginkan nenek.. semua orang itu mempunyai masa lalu, dan kekurangan masing-masing, jika nenek menginginkan yang sempurna, itu mustahil."
"Sudah kamu tidak perlu memikirkan itu, Nevan.. biar mama dan papa yang memikirkan tentang ucapan nenek tadi kepada Gania. Masalah nenek biar papa yang mengatur." ucap tuan Ridwan.
Nyonya Selly seketika ikut duduk di samping sang putra. "Iya.. apa yang di katakan papa mu memang benar, jangan di pikirkan, lebih baik kamu masuk ke dalam kamar ya, dan istirahat." nyonya Selly yang mengusap rambut putra sulungnya tersebut.
Nevan yang mendapat perintah dari sang mama seketika mengangguk lalu beranjak berdiri. "Ya sudah Nevan istirahat dulu, selamat malam ma.. pa.." ucap Nevan lalu berjalan meninggalkan kedua orang tuannya.
"Hah.." Nyonya Selly yang kembali membuang nafas secara pasrah."Sebenarnya mama tidak masalah Nevan dekat dengan wanita manapun asalkan wanita itu baik pa, tapi mama sendiri yang selalu menghalangi Nevan untuk menikah."
"Iya ma.. lalu sampai kapan anak kita tidak akan menikah? tidak hanya satu wanita atau dua wanita yang mama Juwita tolak, sudah berkali-kali, lalu seperti apa yang ia inginkan untuk cucunya."
"Aku sebagai anaknya saja bingung, sebenarnya apa yang di inginkan mama itu."
"Ya sudah jangan terlalu banyak di pikirkan, kita pikirkan besok lagi, lebih baik kita istirahat dulu ya, ini sudah malam." perintah tuan Ridwan, dan nyonya Selly pun mengangguk dan beranjak berdiri dari tempat duduknya.
Di tempat lain.
Gania masih saja duduk di ujung ranjang tempat tidur. sambil menatap ke arah luar jendela, yang kini kaca jendela masih terbuka lebar dengan korden saling berterbangan karena tertiup angin dari luar. Gania hanya diam sambil menatap ke arah luar dengan pandangan kosong.
Saat Gania masih duduk mematung, tiba-tiba pintu kamar terbuka begitu saja, hingga membuat Gania tersadar dari lamunanya.
"Loh.. kok belum tidur?." tanya tuan Maxim berjalan ke arah putrinya.
"Seharusnya Gania yang bertanya seperti itu pa? kenapa papa belum tidur?." Gania yang menatap ke arah sang ayah.
"Papa sengaja menunggu kamu hingga pulang.. bagaimana tadi? apa makan malamnya lancar?." tuan Maxim yang ikut duduk di samping putrinya.
"Hem.. lancar yah.. cukup menyenangkan, tante Selly dan om Ridwan juga tidak berubah, masih tetap sama seperti dulu, baik dan ramah, yang berubah mereka hanya semakin tua tapi tetap cantik dan tampan." ucap Gania.
Tuan Maxim yang mendengar ucapan Gania seketika tersenyum. "Oh ya.. wah ayah sudah lama sekali tidak bertemu mereka berdua, jadi kangen juga rasanya."
Gania yang mendengar ucapan sang ayah hanya tersenyum, lalu kembali menatap ke arah jendela kamar. "Tapi sayang nya..."
"Sayangnya apa, Gania?." tanya tuan Maxim.
"Sepertinya nenek Nevan tidak menyukai Gania, yah.." jawab Gania menoleh ke arah sang ayah.
"Maksud kamu nyonya Juwita?."
"Iya yah.. tapi ya sudah lah.. lagi pula untuk saat ini Gania dan Nevan juga belum ada hubungan apa-apa. No problem."
"Sayang.. memang apa yang di katakan nyonya Juwita kepada mu, hingga kamu bisa menyimpulkan bahwa beliau tidak menyukai mu?."
"Tidak yah.. Gania hanya menebak-nebak saja, mungkin karena Gania belum saling mengenal saja, jadi bisa berbicara seperti itu."
"Iya.. mungkin karena kamu belum terlalu mengenal dan dekat dengan nyonya Juwita, ayah tahu betul bahwa keluarga Nevan itu semua baik dan ramah."
"Iya yah.."
"Ya sudah istirahat ya, sudah malam, ayah juga ingin istirahat, besok ada meeting pagi di kantor."
Gania yang mendapat perintah dari sang ayah hanya mengangguk pelan. Sedangkan tuan Maxim berjalan untuk keluar dari dalam kamar putrinya.
Hari sudah semakin larut malam, waktu sudah menunjukan pukul 23:00 malam. Gania yang sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur pun tak kunjung bisa tidur, ia terus teringat dengan ucapan-ucapan yang di lontarkan nyonya Juwita kepadanya.
"Cobaan apa lagi ini? apakah memang seharusnya aku tidak menikah, agar kehidupan ku tidak kembali hancur, kenapa rasanya aku semakin takut untuk memulai hubungan dengan seseorang tuhan." Gania terus beradu dengan hati serta pikirannya.
Saat Gania masih menatap ke arah langit-langit kamar, tiba-tiba ponselnya berdering di atas nakas, di sebelah tempat tidurnya. Gania yang mendengar ponsel berdering seketika meraihnya.
Di layar ponsel Gania bisa melihat bahwa itu pesan dari Nevan, yang bertuliskan.
"Selamat malam, Gan.. maaf mengganggu, apakah kamu sudah istirahat?."
Gania yang mendapat pesan dari Nevan di waktu larut malam sedikit terkejut, pasalnya Nevan tidak pernah mengirim pesan selarut itu.
"Malam juga Van.. ini mau istirahat, ada apa?." Gania yang kembali mengirim pesan kepada Nevan.
"Ah tidak.. aku hanya ingin mengucapkan, selamat tidur, tidur yang nyenyak, dan semoga hari besok adalah hari yang menyenangkan." Balasan pesan dari Nevan.
"Thank you Van, selamat istirahat juga, semoga hari-hari mu juga menyenangkan."
Setelah mengirim pesan yang terakhir, kini Gania tidak lagi mendapat balasan dari Nevan, Gania berpikir, mungkin Nevan sudah tidur karena hari juga semakin malam.
Gania kembali meletakkan ponsel di atas nakas, lalu menarik selimut berwarna merah muda untuk menutupi tubihnya, dan mulai memejamkan matanya untuk tidur.