Terpaksa Menikahi Sang Mantan

Di sebuah ruangan, dengan peluh yang bercucuran. Shanum berusaha sekuat tenaga menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia berulang kali melakukan hal tersebut yang tentunya di bantu oleh dokter dan beberapa suster yang menanganinya.

Perutnya yang besar, dan sesuatu di bawah sana seolah mendesak hendak keluar. Shanum kembali menarik napas dan menghembuskannya, mendengar instruksi dari dokter tersebut.

"Ayo Bu, semangat! Tinggal sedikit lagi!" ujar dokter tersebut.

"Semangat, Sha! Kamu pasti bisa! Aku bersamamu," ucap Arga yang juga ikut menyemangati.

Jujur sedari awal, Shanum bingung dengan situasi ini. Entah bagaimana ia tiba-tiba sudah hamil besar dan melahirkan. Tak merasakan bagaimana perjuangan saat mengandung. Seolah anak itu bak indomie kuah yang langsung direbus setelah itu siap di santap, dalam arti kata lain adalah instan.

Terdengar suara tangisan bayi, membuat Shanum merasa lega. Meskipun tak merasakan bagaimana perjuangan mengandung, akan tetapi Shanum merasakan bagaimana bertaruh nyawa saat melahirkan.

Shanum tersenyum saat bayi kemerah-merahan itu sudah lahir. Bayi mungil yang teramat lucu, membuat rasa sakit Shanum seolah hilang seketika.

"Terima kasih, Sha. Kamu sudah berjuang sejauh ini melahirkan anak Moza," ujar Arga seraya mengulas senyumnya.

"Apa?" Shanum mengernyitkan kening, bagaimana bisa Arga mengatakan bahwa itu adalah anak Moza sedangkan ia berusaha keras mengeluarkan bayi tersebut dari perutnya.

"Ga, itu anak kita, Ga!" sanggah Shanum yang seolah tak percaya dengan ucapan Arga barusan.

"Bukan, Sha. Ini anak Moza," ujar Arga memperlihatkan sesuatu yang ia gendong.

Benar saja, yang dilihat oleh Shanum ternyata adalah anak kucing. Lantas, bagaimana bisa ia merasakan sakit saat lahiran anak Moza.

"Ini tidak benar, Ga. Anak kita ...."

"Bukan, Sayang. Ini anak Moza. Kamu kan belum hamil," ucap Arga.

Shanum kembali menggelengkan kepalanya, ia benar-benar pusing dengan situasi ini.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin!!"

Shanum terbangun dari tidurnya dengan napas yang tersengal. Dadanya kembang-kempis, peluhnya pun bercucuran. Ia langsung meraba perutnya yang ternyata masih rata.

"Jadi ... itu semua hanya mimpi," gumam Shanum yang langsung menghela napas dengan lega.

Shanum menoleh ke samping, ia tak menemukan keberadaan sang suami di sebelahnya. Kening Shanum pun langsung mengernyit.

"Dimana Arga?" gumamnya.

Wanita tersebut langsung beranjak dari kasur. Ia mencoba mencari keberadaan suaminya di kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut, akan tetapi Arga tak ada di sana.

"Ga!" panggil Shanum.

Shanum memilih keluar dari kamar. Ia pun langsung turun ke bawah, barang kali Arga ke dapur mengambil air minum. Namun, sesampainya di dapur, Shanum juga tidak melihat keberadaan Arga di tempat tersebut.

Sayup-sayup ia mendengar seperti orang yang tengah berbicara di sebuah ruangan. Tempat tersebut tak lain adalah milik Moza. Shanum mendekat ke sana, dan benar saja ia mendengar suara suaminya di tempat tersebut.

"Sedang apa malam-malam dia di sini?" gumam Shanum.

Shanum pun akhirnya memutuskan untuk menemui suaminya itu. Ternyata ia tidak sendirian, suaminya ditemani oleh bibi yang dipekerjakan untuk mengasuh Moza.

"Kamu sedang apa di sini, Ga?" tanya Shanum.

"Eh, Sayang. Kamu terbangun dari tidur? Sini-sini mau lihat anaknya Moza," ujar Arga yang melambaikan tangannya, mengajak sang istri untuk mendekat kepadanya.

"Anak Moza?" Shanum kembali teringat akan mimpinya. Kalimat 'anak Moza' tersebut seakan menjadi bumerang bagi dirinya.

"Apakah ini masih mimpi? Kenapa ...." Shanum pun mencubit pipinya pelan dan ia pun langsung meringis kesakitan.

"Ternyata ini bukanlah mimpi," gumam Shanum pelan.

Arga kembali melirik ke arah istrinya yang masih mematung. Pria itu pun beranjak dari tempat duduknya, lalu kemudian menggapai tangan Shanum, mengajak sang istri untuk melihat para anak bulu yang ia letakkan di dalam box.

Mata Shanum membelalak seketika. Ia sempat tak percaya akan ini semua. Bagaimana bisa mimpi yang barusan terjadi langsung menjadi kenyataan.

"Kapan lahirannya?" tanya Shanum.

"Barusan. Moza sangat tenang dan tidak banyak bersuara saat melahirkan anak-anaknya," jelas Arga.

"Berarti Moza memang lahiran, tetapi bagaimana aku yang merasakan sakitnya? Meskipun itu di dalam mimpi tetapi itu terasa sangat nyata," batin Shanum.

"Ada apa?" tanya Arga yang menyadari ekspresi sang istri seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Ah, tidak apa-apa," balas Shanum.

"Sepertinya kucing ini menganggapku madu. Bagaimana bisa ... Ah! Ini benar-benar sulit dimengerti. Ingin membenci, tetapi aku sudah terlanjur menyukainya," batin Shanum.