Wildan harus bekerja serabutan demi bisa terus mencukupi kebutuhan ibu dan dua adiknya, mengingat dirinya merupakan tulang punggung keluarga. Semuanya berubah saat Wildan mendapatkan job tak terduga dari seorang selebriti terkenal. Dia bahkan dibayar dengan mahal hanya untuk pekerjaan itu. Namun siapa yang menyangka? Wildan tergoda untuk terus melakukannya. Kira-kira job apa yang dilakukan Wildan? Karena pekerjaan itu pula dirinya banyak bertemu wanita cantik. Wildan bahkan bertemu dengan supermodel idolanya!
Inilah cerita tentang sisi gelap seorang fotografer, serta kehidupannya yang penuh lika-liku dan pengalaman unik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10 - Namanya Glenda
Wildan lantas membiarkan gadis itu menangis di pundaknya. Dia juga sengaja tetap diam karena tak berani menyela tangisan gadis tersebut. Wildan sendiri tahu, terkadang dengan menangis, seseorang akan merasa lebih lega.
Entah berapa lama gadis itu menangis di pundak Wildan. Namun gadis tersebut berhenti dengan tiba-tiba. Dia mengangkat kepala dan menatap Wildan.
"Maaf... Aku tidak bermaksud kasar. Dan maaf sudah tidak bersikap tak sopan," ungkap gadis itu sembari mengusap air mata di wajahnya. Ia berhenti menangis.
"Nggak apa-apa, Mbak. Harusnya saya yang minta maaf. Kan saya juga salah," sahut Wildan.
Gadis tersebut hanya diam. Dia lalu duduk ke bangku panjang.
"Kalau begitu saya pergi." Wildan memilih pergi. Dia dan gadis itu tak saling kenal. Jadi Wildan merasa kalau dirinya tidak pantas tetap berada di sana.
"Jangan pergi!" Namun siapa yang menyangka? Ternyata gadis itu menahan kepergian Wildan.
Alhasil Wildan berhenti. Dia menoleh dan berucap, "Kenapa, Mbak?"
"Kamu bisa tetap duduk di sini," ujar gadis itu.
Wildan mengangguk. Dia lantas kembali duduk ke bangku panjang. Dirinya duduk saling berjauhan.
"Aku kenal sama kamu kok," cetus gadis tersebut.
Kelopak mata Wildan melebar. "Benarkah?" tanggapnya.
"Kau adalah kasir di June Cafe bukan? Aku sering ke sana. Tentu saja aku ingat dengan wajahmu," ucap sang gadis.
Wildan menyunggingkan senyuman tipis. Dia cukup senang mendengar gadis yang disukainya ternyata mengenalinya.
"Sebenarnya saya juga kenal sama Mbak," kata Wildan. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket.
"Jangan panggil Mbak dan terlalu formal deh. Nggak enak banget di dengarnya. Lagian kayaknya kita seumuran," pungkas gadis itu.
Wildan mengangguk lemah. Dia memberanikan diri untuk berhenti bicara formal.
"A-aku 21 tahun," ungkap Wildan.
"Tuh! Sama kayak aku." Gadis yang tadinya hanya menunduk, akhirnya menatap Wildan. Dia melanjutkan, "Namaku Glenda!"
"Aku Wildan," tanggap Wildan cepat. Kekalutannya sirna untuk sejenak, apalagi saat mendengar nama gadis yang selama ini membuatnya penasaran.
"Ngapain di sini?" tanya Glenda.
"Maksudnya di rumah sakit?" Wildan berbalik tanya. Glenda lantas mengangguk.
"Ibuku sakit. Harus dirawat di sini selama beberapa hari. Kalau--"
"Kok sama lagi. Mama aku juga sakit. Dia juga harus dirawat selama beberapa hari." Glenda memotong perkataan Wildan karena menemukan kesamaan lagi.
"Ibumu sakit apa?" tanya Wildan.
"Kanker... Keadaannya sudah parah. Aku tidak tahu apakah dia bisa bertahan atau tidak," ungkap Glenda yang mendadak kembali sedih. Ia menundukkan kepalanya.
"Berdoa saja. Menurutku nggak ada yang mustahil," tutur Wildan.
"Nona Glenda! Sudah datang!" terdengar suara seorang wanita memanggil. Hal itu mengharuskan Glenda pergi.
"Sampai jumpa lagi. Senang bicara denganmu, Dan..." pamit Glenda.
"Aku juga!" sahut Wildan.
"Ngomong-ngomong, kau tidak perlu menghapus semua fotoku," kata Glenda yang kini benar-benar beranjak.
Wildan terkesiap mendengarnya. Dia sebenarnya agak heran dengan hal tersebut. Ia juga sedikit penasaran dengan orang yang datang dan disebut oleh wanita kenalan Glenda tadi. Meskipun begitu, dirinya merasa sangat senang. Bukan hanya karena sudah mengetahui nama gadis yang selama ini dirinya kagumi, dia bahkan sekarang di izinkan menyimpan fotonya secara resmi.
Setelah itu, Wildan kembali ke kamar sang ibu. Di sana dia tidur di sofa.
Ketika pagi tiba, Arman dan Tini datang. Karena hari itu adalah hari minggu, jadi Arman dan Tini bisa ikut menemani Wildan menjaga Nia. Karena hal tersebut pula, Wildan bisa dengan mudah melakukan job dari Dirga.
Waktu menunjukkan jam sembilan pagi. Saat itulah Dirga menelepon Wildan. Dia memberitahukan kalau Wildan bisa melakukan pekerjaannya jam sebelas siang di hari itu. Tanpa pikir panjang, Wildan bersiap untuk pergi.
kira-kira glenda tau nggak ya... secara dia kan punya kenalan makhluk halus ...
bakal perang nggak ya....
ke cililitan lewat dewi sartika
Natasha memang cantik jelita
tapi wildan lebih cints sama Glenda
ke cililitan lewat dewi sartika
Nathasya memang wanita jelita
tapi sayang wildan suka sama GLENDA
awas Dan jgn macem macem ,mata mata Glenda tak terlihat olehmu ,lebih cepat pula 🤣🤣🤣
nathasa lagi patah hati...
iklasin aja lah Nat... masih banyak cowok yang suka sama kamu... jangan nikung teman sendiri....
entar nyesel lo...Wildan nggak dapat, teman pun pergi...