Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serapah
Ini satu kebetulan karena Gempita tidak tahu ia bakal bertemu Melvin setelah pria itu memutuskan untuk tidak pulang selama belasan hari.
Gempita juga jarang komunikasi karena sudah tahu kalau suaminya di rumah Nindi. Ia malah merasa bebas. Bangun tidak perlu pagi dengan menyiapkan sarapan dan baju kerja.
Ia juga tidak perlu repot masak makan malam, pulang seenaknya, dan berbuat apa saja sesuai keinginan hati. Termasuk menerima undangan makan malam dari seorang teman yang juga merupakan kliennya.
"Sayang, kamu di sini?" Melvin bangkit dari duduknya.
"Nona Gempita." Pria yang menunggu Gempi malah berjalan mendekat, melewati Melvin begitu saja. Ia mengulurkan tangan dan Gempi menerima.
"Sudah lama?"
"Baru saja." Pria ini meletakan tangannya di punggung belakang Gempi, mengajaknya untuk berjalan ke meja. Sampai di sana, Gempi diperlakukan seperti wanita spesial. "Silakan."
Gempita tersenyum saat pria ini menarik kursi untuknya. "Terima kasih, Tuan Yordan."
"Kita pesan makan dulu setelah itu, baru membahas pekerjaan."
"Ya ...." Gempita setuju akan hal itu. Ia tidak menoleh pada Melvin yang masih berada di belakang dan berharap suaminya itu tidak mengacaukan segalanya.
"Dia mengabaikan suaminya." Saat Melvin ingin mengunjungi meja tersebut, ponselnya berdering dan itu panggilan dari Gempita. Kemudian sebuah pesan baru masuk. Istrinya mengatakan tengah melakukan obrolan bisnis, dan tidak ingin diganggu.
"Nindi, sebaiknya kita pulang." Melvin mengulurkan tangan pada istrinya dan Nindi manut saja.
Sampai di mobil, Melvin langsung mengendarai kendaraannya dengan kecepatan maksimal. Ia ingin segera tiba di rumah.
"Jika kamu mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, kita bisa celaka. Buat apa buru-buru?" Nindi kesal bukan main. Ia takut terjadi hal buruk pada janin yang dikandung.
"Malam ini, aku pulang."
"Loh, ini masih hari Rabu. Jatahnya masih sama aku."
"Aku udah lama enggak pulang. Aku menginginkan istriku."
"Aku juga istrimu, Melvin."
"Tapi kamu enggak bisa melayani aku. Siapa suruh hamil, sih? Jadi enggak bisa dipakai."
"Kamu kok begitu ngomongnya. Keluargamu sendiri yang mau punya cucu. Aku menurut saja. Aku masih bisa melayani kamu, asal pelan-pelan mainnya."
"Justru itu yang enggak aku suka. Aku terlalu berhati-hati dan kamu juga takut. Pokoknya aku mau pulang!"
Dalam hati, Nindi mengumpat Melvin. Pria ini hanya bisa dijerat menggunakan kecantikan dan layanan di atas tempat tidur. Seakan bayi yang ia kandung ini tidak ada artinya.
Tiba di rumah, Melvin benar-benar pulang ke tempat Gempita. Meski Nindi memohon agar suaminya menemani dengan alasan janin, tetapi Melvin tetap pada keputusannya. Ia pulang ke tempat istri pertama.
Sementara Gempita juga semangat bicara pada rekan barunya. Ada event di Bali, dan ia dipercaya untuk melakukan persiapan. Yordan ingin beberapa artis datang mengisi acara peluncuran produk terbaru satu perusahaan.
"Terima kasih makan malamnya. Saya harap semua berjalan lancar." Gempita bangkit dari duduknya, begitu pula Yordan.
"Saya juga begitu, Nona." Yordan tersenyum.
"Kalau begitu, saya pamit dulu. Lusa nanti kita bertemu untuk pembahasan yang kedua." Gempita pamit undur diri, dan saat itu juga perasaannya tidak tenang. Kakinya ingin pulang, tetapi hatinya mengatakan jangan.
Ini semua karena Melvin. Sifat pria itu, Gempita tahu. Jika pulang ke rumah, bakal ada pertengkaran. Tapi menghindar, sama saja dengan memperkeruh keadaan.
Tiba di kediaman, Gempi melihat mobil suaminya terparkir di halaman. Sudah ia duga selama berada di perjalanan tadi.
Pintu rumah terbuka, Melvin muncul dengan wajah yang tidak enak dilihat. Pria ini paling tidak suka diabaikan dan Gempi tadi melakukannya.
"Masih ingat pulang rupanya. Kirain masih mau bulan madu." Gempi melangkah masuk saat Melvin bergeser.
Terdengar suara klop pintu yang ditutup serta di kunci. "Saat pulang, aku sempat kaget dengan rumah. Terlihat berbeda."
"Aku pernah bilang buat mengubahnya, kan?"
"Siapa dia?" Melvin memandang Gempita lekat.
"Teman kerja. Aku juga sudah bilang tadi."
"Harus ketemuan malam-malam? Kamu juga pakai baju yang terbuka dan riasan tebal. Buat apa? Bikin dia tertarik?"
"Kok, kamu malah kritik aku. Nindi pakai rok mini saja kamu enggak marah."
"Jangan bawa-bawa Nindi dalam urusan kita. Lihat ini." Melvin mendekat dan langsung menarik jas yang Gempita pakai. Istrinya tidak memakai dalaman, tetapi hanya lakban khusus bagian sensitif yang ditempelkan pada ujungnya.
"Kamu apa-apaan, sih? Begini kamu perlakukan aku?"
"Kamu yang apa-apaan. Merasa bebas karena aku jarang pulang. Sengaja mengubah penampilan biar banyak laki-laki yang tertarik sama kamu, kan? Ngaku!" bentak Melvin.
"Tuduhanmu enggak beralasan. Ini hidupku! Aku berhak ngelakuin apa saja."
"Hidupmu ada di tangan suamimu, Gempi!"
"Kamu bukan suamiku lagi." Gempi mendorong Melvin. "Enggak ada suami yang enggak pernah pulang kayak kamu. Masih ingat sama istrimu ini? Pulang sana! Jangan balik ke sini!"
"Makin hari kamu makin kurang ajar." Melvin pun membalas perbuatan Gempi dengan mendorongnya hingga jatuh ke sofa. "Suami pulang bukannya dilayani dengan baik malah marah-marah."
"Aku enggak mau!" Gempi melayangkan tangan hingga mengenai pipi Melvin. "Jangan paksa aku. Kalau kamu masih anggap aku istri, jangan pernah sentuh aku."
Melvin kaget atas ucapan Gempi. Ia menghela napas panjang seraya mengusap wajah secara kasar. "Kamu ... aku capek kita selalu bertengkar kayak gini."
"Kamu kira aku enggak capek. Kamu yang mulai."
"Kamu juga yang mancing. Kamu pergi makan sama pria lain tanpa mikirin aku sebagai suamimu. Aku pulang buat kamu. Tapi kamu ...."
"Pulang buat apa? Cuma buat nidurin aku aja. Iya?"
"Aku enggak pulang karena ada alasannya. Nindi tengah hamil! Dia butuh aku. Dia mengalami fase ngidam yang enggak pernah kamu rasain."
Gempi meraih tas yang sempat terjatuh di sofa, lalu memukul Melvin. Ada yang menusuk hati ini, rasanya sangat menyakitkan. Ia rela tidak hamil demi bentuk badan yang sempurna, tapi suaminya malah membuat istri kedua mengandung.
"Aku enggak bakal restuin kalian. Aku enggak bakal bikin pernikahan kalian resmi di mata hukum." Gempita melotot. "Aku enggak peduli kamu bilang aku kejam atau apalah. Anak itu enggak akan pernah bisa masuk dalam daftar hak waris."
"Kenapa malah bahas ini, sih?"
"Kamu pikir untuk apa istri keduamu hamil. Gini, ya, Melvin. Aku sumpahin kamu miskin sekalian."
Satu tamparan mendarat di pipi Gempi. "Keterlaluan! Kamu pikir hidup mewahmu ini dari mana?"
"Aku enggak peduli! Aku cuma mau lihat kamu ditinggalin sama istri mudamu itu. Lihat, apa dia masih setia saat kamu miskin."
"Gempita!" Melvin ingin menampar lagi, tetapi ia urung.
Gempita yang sakit hati, langsung pergi meninggalkan suaminya menuju lantai atas. Sementara Melvin terduduk di sofa.