Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Jengkel
Setelah tiba di rumahnya, Ayuna mendapatkan sambutan yang begitu baik dari keluarganya. Orang tuanya nampak begitu senang melihatnya sudah kembali, walaupun tidak tahu bahwa dirinya telah mengalami kecelakaan di tempatnya bekerja.
"Sayang, kamu udah pulang?" tanya Lidya, Mama kandung Ayuna.
"Iya, Ma. Capek banget," celetuk Ayuna dengan memasuki rumahnya.
Gadis itu menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu. Rasa lelah begitu membuatnya malas dan ingin sekali segera merebahkan dirinya di kasur.
"Yaudah, kamu lekas mandi, biar seger dan nggak lesu gitu," tutur Lidya.
"Iya bentar," jawab Ayuna dengan memejamkan matanya yang kantuk.
"Apa tadi ada operasi?" tanya Lidya.
Gadis itu mengganggu seharian penuh ia mendapatkan jadwal operasi beberapa pasien dan yang paling membuatnya lelah operasi yang terakhir kalinya, hampir saja gagal.
"Iya, tadi ada jadwal operasi. Orangnya udah sepuh Ma, dia melakukan tranpalasi jantung, kasihan banget dia. Aku takut gagal tadi, tapi syukurlah, dia sekarang membaik, setelah melalui masa kritis," celetuk Ayuna.
Ayuna nampak termenung dengan lamunannya, sang Mama mendekat dan duduk di sebelahnya.
"Kamu lagi ada masalah? Cerita sama Mama, kalau punya masalah, jangan dipendam saja. Cerita sama Mama," tutur Lidya.
Huft, Ayuna menghela nafasnya lelah dengan menyandarkan kepalanya di sofa.
"Barusan aku mengalami kecelakaan Ma," ungkap Ayuna.
"Apa? Kecelakaan? Terus kamu ada yang luka, mana yang luka, kenapa bisa Ayuna?"
Reflek Lidya panik dan langsung melihat kondisi putri bungsunya.
"Nggak ada yang luka Ma, aku tadi nabrak mobil seseorang di parkiran. Aku nggak sengaja waktu memundurkan mobilku. Lagian ini semua bukan salahku, kenapa tuh orang mau parkir di tempat khusus dokter," ungkap Ayuna.
"Ya ampun cerobohnya kamu Yuna, gimana dengan kondisi orang yang kamu tabrak itu? Apa dia terluka, apa dia parah?" tanya Lidya.
"Dia nggak papa, cuma body mobilnya aja yang ringsek. Dia sombong banget, marah-marah juga sama aku," celetuk Ayuna.
"Ck! Jelas aja dia marah, mobilnya udah kamu rusak. Mau dia salah atau bener, yang jelas, kamu juga harus bertanggung jawab. Dia minta pertanggungjawaban nggak?" tanya Lidya.
"Ya jelas iya Ma."
Ayuna kesal, kini hari-harinya terbagi untuk urusan orang yang nggak penting. Harus datangi bengkel di mana mobil itu di servis.
Urusannya bukan lagi menangani pasien di rumah sakit, tapi mengurusi mobil orang yang juga sakit.
"Lain kali kamu itu harus hati-hati, jangan ceroboh. Kalau mau mundurin mobil, lihat-lihat dulu, apa ada orang di belakang, atau ada mobil lain yang tengah lewat," tutur Lidya.
"Iya, aku tadi nggak kepikiran sampai situ, emang bego banget aku, jadi sebel," gumam Ayuna.
"Udah, itu buat pelajaran, lain kali hati-hati, jangan karena kamu capek, jangan karena kamu buru-buru, kamu bisa bahayain diri kamu sendiri dan juga orang lain."
Lidya sebagai ibunya, sebenarnya sangat khawatir dengan Ayuna mengendarai mobilnya sendiri. Karena dulu dia tidak pernah pergi sendiri dan selalu diantar, dan setelah mendapat gelar bertugas sebagai dokter, dia harus ke mana-mana sendirian.
"Yaudah deh Ma, Yuna mau bersih-bersih dulu, mau istirahat. Besok pagi Yuna berangkat lebih awal karena harus mengecek pasien yang tadi operasi. Nggak tega juga aku Ma, keingat sama nenek di Kampung. Melihat pasien itu, aku jadi kangen sama nenek."
Ayuna terseyum samar ketika mengingat pasien yang ditolongnya. Sangat mirip dengan nenek dari Mamanya yang tinggal di kampung.
"Mama juga kangen sama nenek kamu Yuna. Sudah berapa bulan Mama nggak pernah lagi berkunjung ke sana. Hanya video call saja tidak cukup untuk melepaskan rindu pada nenek. Mama cuma kepikiran saja gimana dengan kondisinya yang sudah renta. Semoga saja nenek kamu masih diberikan kesehatan," ucap Lidya dengan senyuman getir.
"Mama yang sabar ya? Nanti kalau Yuna ada waktu cuti, kita kunjung ke rumah nenek ya Ma. Kita juga masih bisa nginep di sana," jawab Ayuna.
"Benarkah Yuna? Mama nggak bisa kemana-mana lagi semenjak omamu datang ke sini. Dulu waktu omamu masih tinggal di Jerman, Mama masih bisa bersosialisasi dengan warga yang lain. Tapi setelah oma sama oppa pulang, Mama udah nggak punya keberanian buat tentang mereka," gumam Lidya.
"Kamu udah datang rupanya Yuna? Mana kakak dan Papa kamu?" tanya Marta.
Ayuna dan Lidya dikejutkan dengan kehadiran Marta yang secara tiba-tiba saja sudah berada di belakang mereka.
"Oma! Oma itu ya? Ngagetin ajaaja," seru Ayuna menoleh sebal pada omanya.
"Emangnya kamu nggak tau kalau oma berdiri di sini?" tanya Marta.
"Ya enggak lah, mana oma dateng macam siluman. Nggak ada suaranya sama sekali," jawab Ayuna menggerutu.
Marta duduk di sofa dengan menatap pada Lidya dan Ayuna bergantian.
"Yuna, Lidya. Memangnya kalian mau ada rencana buat pergi ke mana?" tanya Marta menatap datar pada Lidya.
"Em, anu Ma. Sebenarnya aku ingin berkunjung ke rumah Ibu di kampung. Sudah lama aku nggak pernah berkunjung ke sana Ma, aku kangen banget sama Ibu. Aku juga kepikiran sama kondisi kesehatan ibu di sana. Semoga saja ibu masih baik-baik saja," ungkap Lidya.
"Kamu itu, masih baik anakku menikahimu. Jangan minta ya aneh-aneh, kalau kamu lebih suka kehidupan seperti yang saat ini kamu jalani, alangkah baiknya kalau kamu tidak perlu pergi ke kampung. Buat apa kamu harus pergi ke kampung, kalau di sana tidak ada hal yang bikin kamu seneng. Yang ada kamu hanya direcokin sama keluargamu. Dan itu sangat meresahkan. Aku nggak akan kasih kamu izin buat pergi."
Deg
'Ya Tuhan, aku ingin menemui orang tuaku saja tidak diberi izin. Tapi apa salahku hanya ingin menemui orang tuaku sendiri. Kenapa menikah dengan orang berada seperti ini, harga diriku diinjek-injek terus. Aku tidak pernah dihargaiya Tuhan.'
Ayuna pun mengepalkan tangannya dengan pelototan matanya yang tajam.
"Oma! Oma nggak boleh seperti itu. Jangan halangi Mama buat bertemu dengan orang tuanya. Biar bagaimanapun juga, Mama masih punya orang tua yang wajib buat dikunjungi. Jangan suka merendahkan orang lain," bantah Ayuna.
"Apa katamu Yuna? Kamu sudah berani bantah omongan oma. Dengerin oma ya Ayuna, di sini yang berkuasa untuk mengambil keputusan adalah oma sama oppa. Kalau kalian masih menganggap kami ini keluarga kamu, maka turuti lah apa yang sudah menjadi keputusan kamu. Do you understand?"
"Egois! Oma egois!"
Ayuna beranjak dari sofa. Dia sangat benci akan ucapan dari omanya.
Lidya jadi salah tingkah, sebagai menantu yang tidak pernah dihargai, dia hanya bisa menahan rasa sakit saat ucapannya tidak pernah dianggap oleh mertuanya.
"Sayang? Kamu jangan gitu ya nak," ucap Lidya ikut berdiri.
"Lihatlah didikanmu, tidak bisa menghargai orang tua. Hidup kalian di sini, enak, nggak ikut sengsara, tapi kalian kebanyakan tingkah," seru Marta.
"Maafkan kami Ma," ucap Lidya dengan menundukkan wajahnya.
Ayuna pergi meninggalkan mereka berdua. Dia menuju kamarnya dengan raut muka kecewa dan juga geram oleh ucapan dari omanya.
Lidya pun sama, dia seperti orang yang tidak dihargai sebagai menantunya. Hanya karena dirinya turunan dari keluarga sederhana, dia selalu saja disudutkan oleh mertuanya.
"Oma bener-bener keterlaluan. Dia berfikir orang miskin tidak punya perasaan apa? Mentang-mentang dia orang berada, dengan semaunya sendiri mengambil keputusan tanpa berfikir sudah menyakiti orang lain."
Ayuna menggerutu, sangat kasihan pada orang tuanya yang tidak pernah dihargai.
Terdengar dering di ponselnya, dia membukanya, mengerutkan dahinya mendapati panggilan yang tidak dikenal. Ragu-ragu dia mengangkatnya, takut ada hal penting mengenai pasiennya di rumah sakit.
"Hallo, dengan siapa ya?" tanya Ayuna dengan sopan.
"Syukurlah, nomornya asli. Aku cuma memastikan, apa nomor yang kau berikan padaku itu asli atau palsu," ucap orang dari seberang.
"Oh, rupanya kau, kukira nomor penting. Apa kau pikir aku ini seorang pembohong. Tenang saja, aku tidak akan membohongimu, bawa saja mobil rongsokan itu ke bengkel. Biar aku yang membayarnya."
Ayuna sudah sangat kesal karena ulah pemuda itu. Dengan perasaannya yang kesal dengan permasalahan yang dihadapinya, diapun mengejek pemuda itu.
"Eh! Sembarangan saja kamu ngatain mobilku ini rongsokan. Ini mobil pengeluaran baru dengan harganya yang cukup mahal, kurasa kau tidak akan sanggup membelinya."
Pemuda itu juga sangat kesal karena diejek oleh Ayuna.
"Kamu pikir, kamu saja bisa membeli mobil butut seperti itu. Mobil nggak bermutu, disenggol dikit aja udah penyok, loakin aja di gudang rongsokan."
"Dasar perempuan! Kau itu sudah sangat..."
Tut... Tut... Tut....
Ayuna langsung mematikan sambungannya, sangat malas berdebat dengan orang yang tidak penting.
Ia merutuki kecerobohannya hingga memiliki masalah besar dengan pria asing yang tidak dikenalnya.
seperti nya Martha ini operasi plastik niru wajah nya istri sah Alexander deh