Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Tunggu Pembalasanku!
“Nona, apa anda mimpi buruk?” Emma mengelus Alena yang terasa gemetaran, Alena terisak dan menatap Emma sekali lagi.
“M-mimpi buruk?” Gumam Emma, dia melangkah menuju ke hadapan cermin di kamar tersebut. Pantulan seorang gadis berusia 20 tahun dengan rambut merah dan tubuh gemuk, Alena mencubit pipinya sendiri dengan sangat kencang.
“AW! Seet!” Alena merasakan sakit, dan pipinya kini nampak memerah. Alena menatap sekeliling dan melihat matahari yang sudah sampai di atas kepala itu.
“Sudah tengah hari,” Gumam Alena, kebiasaan Alena saat muda adalah bangun siang dan tidur sepanjang waktu yang dia miliki. Hingga dia tak mencerminkan sebagai sosok Nona Bangsawan, dia memiliki perawakan yang besar dan tubuh berisi.
“Emma, aku mau mandi.” Emma mengangguk, sedangkan Alena kembali menangis dan menekan dadanya yang sesak. Emma sendiri pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan air mandi untuk Nona mudanya.
Alena terisak dan sangat terasa sakit dadanya kala itu, alam semesta memberinya kesempatan kedua. Alena merasakan darahnya mendidih oleh kebencian yang meluap-luap seperti magma yang bergejolak.
“Tunggu pembalasan ku!” Alena mengepalkan tangannya dan nafasnya yang tersengal berusaha kembali di tenangkan.
“Nona, air mandi anda sudah siap.” Ucap Emma, Emma terkejut saat melihat air mata mengaliri kedua pipi Nona mudanya.
“Anda jangan bersedih Nona, semua itu hanya mimpi. Dan anda sekarang baik-baik saja, Nona pasti bermimpi sangat buruk sekali. Namun mimpi hanyalah mimpi Nona, apapun itu, tak akan menjadi nyata.” Emma memeluk Alena, Alena mengangguk setuju dan melangkah bersama Emma menuju kamar mandi.
“Emma, aku ingat saat kau ingin menjadi pelayan di sini katanya kau punya seorang anak kecil.” Tanya Alena yang teringat dengan sebuah kenangan.
Emma sendiri adalah seorang janda, selama dia menikah dia selalu disiksa oleh sang suami dan memiliki banyak lebam saat melamar perkejaan sebagai pelayan. Kala itu usia Alena masih 12 tahun, dan Emma juga memiliki anak berusia 3 tahun saat itu.
Di kehidupan sebelumnya, Emma mati bersama seluruh keluarga Arganta dan putranya yang masih kecil mengabdi menjadi pasukan Harimau Putih bersama dengan seseorang.
Senyum terukir di bibir Alena, benar semuanya tidak akan berjalan dengan terlalu buruk. Banyak hal yang mungkin akan lebih menyenangkan saat ini, terutama Alena teringat dengan seorang pria yang mengungkapkan perasaannya saat akan mati.
“Emma, bisakah anda membawa Putra anda untuk tinggal di sini juga?” Pinta Alena, Emma terkejut dan tersentuh.
“Anda sangat baik Nona, saya sangat berterima kasih. Namun cita-citanya adalah untuk menjadi seorang Kesatria, saya tak ingin menghalangi mimpinya. Nona, maafkan saya bila saya lancang mengatakan hal yang tidak seharusnya. Namun, anda terlalu baik dan sangat baik hingga membuat saya merasa bila anda akan sulit membedakan mana madu dan mana racun.” Alena terdiam mendengar penuturan pelayannya sendiri, namun apa yang dikatakan Emma memang benar adanya.
Di kehidupan sebelumnya, Alena tak dapat membedakan mana orang baik dan tulus, dan mana orang jahat dengan kedok kebaikan. Alena juga sosok yang mudah tersentuh, dan itulah mengapa para warga di wilayah Arganta begitu menyayanginya.
“Anda benar Emma, ah ya? Bagaimana bila aku berubah saja jadi rubah agar punya otak licik, atau menjadi kancil agar sedikit lebih cerdik?” Tanya Alena bercanda, Emma juga terkekeh dan mereka akhirnya sampai di kamar mandi.
Perbincangan kecil terjadi di kamar mandi, Alena sedikit banyaknya kini tahu kembali ke mana. Saat ini usianya baru 20 tahun, kata Emma, semalam dia habis marah pada sang Ayah dan meminta agar dia memohon pada Raja untuk membuat perjodohan untuk Alena dengan sang Pangeran Mahkota.
Alena akhirnya selesai bersiap, ada banyak hal yang harus dia lakukan hari itu. Dia ingat bila siang itu Ayahnya akan berangkat ke Istana dan memohon pada sang Raja. Alena melangkah dengan cepat di antara koridor kediaman Arganta.
“Ayah!” Pekik Alena saat melihat sang Ayah nampak sudah akan menaiki kereta kuda, Duke Arganta atau Sebastian Arganta adalah sosok seorang Pria yang amat mencintai Putrinya.
Sebastian Arganta adalah saudara jauh dari sang Raja yang menjabat saat ini, mereka sangat dekat hingga dapat memahami satu sama lain. Namun keduanya juga merupakan sosok penyayang, wajah Duke Arganta nampak pucat saat itu.
“Alena? Hati-hati!” Pekik Duke Arganta saat Alena berlari dan nampak terseok-seok seolah akan terjatuh.
Bruk!
Begitulah orang tua, Duke Arganta seolah sudah tahu bila Putrinya akan terjatuh dan benar saja Alena benar-benar terjatuh dan menghimpit ayahnya sendiri.
“Hahaha, maafkan aku Ayah.” Alena tertawa melihat ekspresi sang Ayah yang seolah mengatakan, tuh kan apa Ayah bilang?
“Tidak ada yang terluka Nak?” Tanya Duke Arganta memperhatikan kaki Alena dan tangan Alena.
“Berkat Ayah yang mau jadi kasur penyelamat untukku, apa Ayah baik-baik saja?” Tanya Alena menatap tangan sang Ayah yang lecet.
“Oh ternyata tidak baik-baik saja ya? Ayah, bisakah anda jangan dulu pergi? Saya ingin mengobati luka Ayah dulu?” Pinta Alena, Duke Arganta tersentuh dan mengangguk.
“Tentu saja, mari.” Duke Arganta menggandeng tangan Alena menuju taman yang tak jauh dari sana, Emma sigap membawakan kotak obat dan Alena merawat luka sang Ayah.
“Ayah, maafkan saya atas apa yang saya ucapkan semalam. Anda pasti sangat terluka dengan kata-kata saya yang tajam. Ayah, aku tak ingin jadi Putri Mahkota, aku telah berpikir dengan sangat baik dan akhirnya aku memutuskan untuk menjadi seseorang yang lain saja.” Alena tersenyum, sedangkan Duke Arganta tak Percy begitu saja dengan perkataan Putrinya.
“Ayah juga tak ingin melihatmu terluka, jangan tekan perasaan mu Nak, bila memang mencintai Pangeran Mahkota, Ayah akan berusaha menyatukan kalian dengan berbagi hal.” Alena terkekeh mendengarnya, dia menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak tertarik pada Pangeran Mahkota Ayah, setelah di pikir-pikir lagi. Dia bahkan tidak lebih tampan dari anda, saya ingin menikah dengan pria yang setidaknya lebih tampan dari anda dan memiliki wajah imut seperti serigala yang menggemaskan.” Ucap Alena jujur, Duke Arganta nampak terkekeh mendengar sang Putri.
“Yang benar saja, tak ada serigala yang menggemaskan di dunia ini sayang.” Duke Arganta tertawa renyah.
“Ah baiklah Ayah, tapi aku serius bila aku tak ingin menjadi Putri Mahkota. Yang aku inginkan saat ini bukan seorang pria atau perjodohan. Ayah, bisakah aku meminjam uang anggaran rumah? Aku ingin beli sesuatu.” Alena memohon, Duke Arganta tersenyum dan mengangguk.
“Ambilah berapapun yang kamu inginkan, Ayah akan berusaha mengembalikan uang yang lebih besar dari yang kamu habiskan Nak,” Alena tertawa saat mendapatkan token bendahara Arganta.
“Baiklah, aku akan menggunakan uangnya dengan bijak. Ayah, aku sangat menyayangimu.” Alena mengecup pipi sang Ayah dan nampak begitu girang, Emma juga melihat itu sangat senang.
Duke Arganta juga tersenyum melihat Putrinya yang sangat bahagia, sedangkan di sisi lain seorang gadis berusia 18 tahun nampak mengintip. Rambutnya yang pirang dan matanya yang biru seolah dipenuhi kebencian.
“Si*alan*!” Gertaknya, dia mengepalkan tangannya dan menggigit kuku jarinya hingga patah.
Sedangkan Duke Arganta akhirnya memilih untuk tidak pergi ke Istana dan bermain bersama dengan Alena, menikmati waktu yang menjelang sore dan Alena kini sadar bila segala sesuatunya dapat berbuah.
Hal pertama yang ingin diubah oleh Alena telah berhasil, dan kini masa depan Keluarganya juga harus berubah. Dia tak akan pernah membiarkan sang Ayah kembali dalam bahaya.