Dua kali Kenan melakukan kesalahan pada Nara. Pertama menabrak dirinya dan kedua merenggut kesuciannya.
Kerena perbuatannya itu, Kenan terpaksa harus menikah dengan Nara. Namun sikap Kenan dan Mamanya sangat buruk, mereka selalu menyakiti Nara.
Bagaimana perjalanan hidup Nara?
Akankah dia mendapat kebahagiaan atau justru menderita selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZiOzil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33.
Setelah Kenan pergi, Nara melangkah mendekati Rendy lalu menghidangkan minuman yang dia bawa.
"Silakan diminum, Ren."
"Ra, kamu baik-baik saja?" Rendy memastikan sebab melihat wajah Nara yang tampak sedih dan pucat.
Nara menoleh menatap Rendy dan memaksakan senyuman, "Aku baik-baik saja."
"Apa enggak sebaiknya kamu ke dokter, Ra?" tanya Rendy.
"Enggak usah, Ren. Aku sudah baikan, kok," jawab Nara.
"Tapi wajah kamu pucat banget, Ra. Aku takut kamu terkena penyakit yang serius."
"Jangan khawatir! Aku cuma demam dan masuk angin saja, nanti juga sehat lagi." Nara berusaha menenangkan Rendy.
"Ra, jangan sepele! Demam itu pertanda bahwa sistem kekebalan tubuh kita sedang melawan bakteri, virus atau kuman. Bisa juga karena ada infeksi atau penyakit serius yang sedang menyerang tubuh kamu, jadi alangkah baiknya kalau kamu cek ke dokter. Atau kamu mau aku ajak papaku ke sini? Biar dia yang periksa kamu," ujar Rendy panjang lebar.
Nara menggeleng, "Eh, enggak usah, Ren! Aku benaran sudah baikan, kok. Demamnya juga sudah turun," bantah Nara.
"Mana? Coba sini aku cek!" Tanpa basa-basi Rendy meletakkan punggung tangannya di dahi Nara.
Memang benar suhu tubuh Nara sudah normal, tidak sepanas beberapa jam yang lalu.
"Sudah enggak demam, kan?"
Rendy menarik tangannya, "Iya, tapi bisa saja nanti panasnya naik lagi."
"Aku bisa minum obat penurun panas, jadi Pak dokter tenang saja!" ujar Nara sambil meledek teman baiknya itu.
"Kamu ini keras kepala sekali!" gerutu Rendy sembari menarik hidung Nara.
"Aw, sakit, Ren!" keluh Nara.
Rendy pun melepaskan hidung mancung Nara lalu merogoh sesuatu dari dalam saku celananya.
Keduanya tak menyadari jika sejak tadi Kenan mengawasi mereka dari lantai atas, entah mengapa pemuda angkuh dan gengsian itu merasa tak suka Rendy menyentuh Nara.
"Ini buat kamu!" Rendy memberikan sekotak suplemen vitamin yang dia bawa dari rumah.
Nara mengernyit, "Apa ini, Ren?"
"Itu vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh kamu, biar cepat sembuh dan enggak gampang sakit," ujar Rendy.
"Terima kasih, ya, Ren."
Rendy mengangguk sambil tersenyum, dia memang sengaja meminta suplemen itu dari sang ayah yang selalu menyetok nya di rumah.
"Ra, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu tiba-tiba bisa demam dan masuk angin begini?" tanya Rendy penasaran, karena kemarin saat mengobrol dengannya di telepon, Nara masih baik-baik saja. Kenapa mendadak jatuh sakit?
"Aku jatuh ke kolam renang dan enggak sadarkan diri, Ren," adu Nara.
Rendy terkesiap, "Loh, kok bisa?"
"Aku sedang membersihkan kolam renang lalu terpeleset, karena aku enggak bisa berenang, jadinya aku tenggelam, deh."
"Kamu membersihkan kolam renang?"
Nara mengangguk, "Di suruh mamanya Kenan."
"Benar-benar keterlaluan! Lalu siapa yang menyelamatkan kamu?"
"Kenan."
Rendy termangu, dia tak menyangka Kenan bisa berbuat baik juga pada Nara.
"Kata Bi Ani dia langsung lompat ke dalam air saat tahu aku tenggelam, dia juga memberikan napas buatan dan menggendong aku ke kamar," beber Nara dengan wajah yang merona, dia rasanya malu sekali saat Bi Ani mengatakan jika Kenan memberikan napas buatan untuknya.
"Kenan melakukan itu?"
Nara menganggukkan kepalanya.
"Lalu saat kamu sakit, apa dia merawat mu?" Rendy memastikan lagi.
"Iya, dia menyuapi aku makan dan minum obat."
Lagi-lagi Rendy terdiam tak percaya, benarkah Kenan melakukan hal itu? Dibalik sikap angkuh dan kasarnya terhadap Nara, rupanya dia masih peduli pada istrinya itu.
"Apa kalian sudah berbaikan?"
Nara tertunduk sedih bercampur kesal, "Enggak, hubungan kami masih sama seperti sebelumnya. Kamu dengar kan tadi, dia bilang akan dengan senang hati melepaskan aku."
"Kalau begitu berpisah lah dari dia!" pinta Rendy tegas.
Nara sontak mengangkat kepalanya, menatap Rendy dengan wajah tegang.
"Ra, kamu itu berhak memilih jalan hidupmu sendiri, kamu pantas bahagia bersama orang yang lebih baik dari Kenan. Jangan sia-siakan hidupmu untuk bertahan dalam hubungan yang enggak sehat ini."
Nara tertegun, apa yang dikatakan Rendy ada benarnya, dia tak dianggap dan diperlakukan dengan baik, jadi apa lagi yang dia harapkan dari pernikahan terpaksa ini? Namun jika dia berpisah dari Kenan dan keluar dari rumah ini, dia akan ke mana? Dia tak punya saudara ataupun tempat untuk berlindung.
Melihat Nara melamun, Rendy lantas menggenggam erat tangan Nara dan menatap dalam-dalam manik hitam wanita itu, "Ra, dengarkan aku! Kalau kamu berpisah dari Kenan, aku janji akan selalu menjaga dan melindungi mu. Aku akan minta Papa membiayai kamu kuliah dan kamu bisa mengejar cita-cita mu, memperbaiki masa depanmu."
"Aku enggak mau menyusahkan kamu dan ayahmu, Ren. Aku enggak ingin jadi beban kalian."
"Ra, kita ini teman, sudah seharusnya kita saling membantu. Jadi kamu jangan sungkan, aku ikhlas menolong kamu."
Nara bergeming.
"Aku ingin kamu terbebas dari keluarga ini dan hidup bahagia," lanjut Rendy.
Dari tempatnya berdiri, Kenan mengeraskan rahangnya menahan kesal karena Rendy menggenggam tangan Nara cukup lama dan istrinya itu tak menolak sama sekali.
"Dasar dua manusia munafik! Murahan!" gumam Kenan pelan sambil mengepalkan tangannya dengan kuat.
***
beruntung papa Hendra bersikap tegas