Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
Arumi tersenyum semu ketika tanpa sengaja matanya memergoki Narendra yang tengah melirik ke arahnya. Ia lalu membuang muka, memilih menatap jalanan di depan sana.
Sudah hampir dua puluh menit keduanya berkendara. Namun, ketika mobil mulai memasuki sebuah perumahan elit, mata Arumi memicing karena merasa asing dengan perumahan di sini. Setahu Arumi, rumah orang tua Vino bukan di sini, melainkan di sebuah perumahan kelas menengah.
“Katanya mau ke rumah Vino, kok, ke sini?” tanya Arumi tampak keheranan.
“Rumahnya memang ada di sini. Seharusnya kamu sudah tahu, kan, kamu dulu pacarnya Vino?”
“Iya, tapi perasaan dulu nggak di perumahan ini, ini mah perumahan elit, dulu, pas aku ke rumah Vino, rumahnya itu di perumahan kelas menengah. Bagus, sih, tapi nggak semewah perumahan di sini,” ungkap Arumi.
“Mungkin dia berbohong atau mungkin memang punya rumah yang lain. Tapi setahuku mereka nggak pernah pindah dari rumah yang sekarang hendak kita kunjungi.”
Mobil Narendra mulai memasuki pekarangan rumah yang tampak luas. Di sana sudah terparkir mobil Galendra juga dua mobil lainnya, mungkin mobil pemilik rumah.
“Ayo, turun!” ajaknya seraya melepas seatbeltnya.
Arumi mengangguk, sedikit ragu sebab ternyata Vino adalah orang kaya yang bahkan rumahnya melebihi rumah suaminya.
“Aku deg-degan, Ren,” lirih Arumi ketika sudah berhadapan dengan Narendra.
“Tenang, atur napas dulu, setelah itu kita masuk sama-sama.”
Narendra lantas menautkan jari-jarinya dengan Arumi. Pria itu menggenggamnya dengan penuh kekuatan agar Arumi bisa lebih tenang.
“Ayo! Mama, Papa, sama Galen sudah di dalam,” Ajaknya lagi.
Arumi mulai mengatur napasnya, ia juga menatap mata suaminya dengan lekat dan itu mampu membuat Arumi merasa tenang dan dilindungi. Kini, Arumi tidak lagi grogi, ia percaya Narendra mampu melindunginya.
“Hm, ayo!”
Keduanya lantas masuk dengan saling bergandengan tangan. Sesekali Arumi melirik tangannya yang bertaut pada tangan Narendra. Lagi, perasaan aneh kembali muncul, dadanya kembali berdebar kencang. Namun, Arumi mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu karena fokusnya saat ini hanya untuk bertemu mantan calon suaminya.
Terlihat di ruang tamu, Vino dan kedua orang tuanya tampak berbincang dengan seorang pria paruh baya berpenampilan rapi yang Arumi yakini jika pria itu adalah pengacara kakek dari Narendra.
“Selamat malam, maaf saya terlambat,” sapa Narendra begitu masuk ke rumah.
Semua orang yang berada di ruang tamu lantas menoleh, ada yang senang, juga ada yang terkejut dengan kedatangan Narendra yang menggenggam tangan Arumi.
Deg!
Vino melotot melihat Narendra datang bersama dengan seorang wanita yang tampak tidak asing di sebelahnya. Mata pria itu terus mengikuti pergerakan yang dilakukan oleh Narendra.
“Maaf, Om, Tante, Pak Hasbi, saya terlambat,” ucap Narendra.
“Oh, ya, Sayang. Kenalkan, ini Om dan Tanteku, dan ini sepupuku, Vino.” Narendra berbasa-basi memperkenalkan keluarganya yang lain.
Arumi terkejut mendengar panggilan dari Narendra,tetapi wanita itu dengan cepat menguasai dirinya. “Halo, selamat malam, Om, Tante, saya ARUMI.”
Arumi sengaja menekan ketika mengucapkan namanya agar mereka tahu, jika wanita di hadapan mereka saat ini adalah mantan calon menantu yang mereka tinggalkan.
Narendra mengajak Arumi untuk duduk di sofa yang masih kosong, di samping mamanya.
Baik Bastian, Silvi, maupun Vino terlihat melotot tidak percaya dengan wanita yang dibawa Narendra. Ternyata dugaannya beberapa menit yang lalu memang benar, bahwa wanita yang dibawa Narendra adalah Arumi, mantan calon istri Vino.
“Arumi, kamu ngapain ke sini? Kenapa bisa sama mereka?”
Vino bertanya dengan menggebu-gebu. Ia lupa, jika di sebelahnya ada Karina, sang kekasih yang turut diundang olehnya. Karina menyenggol lengan Vino, tetapi pria itu tidak bereaksi apapun, Vino justru terus memandangi wajah cantik yang sudah duduk di samping Narendra.
Ini benar Arumi? Kenapa bisa berbeda dari sebelumnya? Ia sudah tidak udik dan kampungan lagi, batin Vino yang kini merasa hatinya sedikit menyesal.
Dulu, Vino memang sengaja memacari Arumi karena taruhan dengan teman-temannya.
Vino yang dikenal suka bergonta ganti wanita tentu tertantang setelah salah satu temannya mengatakan bahwa ia baru saja ditolak oleh wanita itu dengan alasan yang kurang masuk akal.
Mereka merasa Arumi terlalu naif dan sok jual mahal sehingga salah satu di antara mereka bertaruh dengan meminta Vino yang terkenal playboy mendekati Arumi dan memacarinya dengan cara apapun.
Jika, Vino berhasil, maka Vino akan mendapatkan mobil incarannya, sementara jika ia kalah, maka mobil sport miliknya akan menjadi hak milik teman-temannya.
Vino tentu saja tidak akan membiarkan mobilnya berpindah tangan. Dengan berbekal pengalaman menjadi penjelajah wanita, Vino segera melancarkan aksinya. Awalnya pria itu kesulitan mendekati Arumi karena wanita itu terus menjauh. Namun, tiba di suatu hari, pria itu berhasil menjebak dan menculik Arumi yang kala itu terlambat pulang setelah bekerja.
Vino berhasil menekan Arumi agar gadis itu mau menjadi kekasihnya, dengan ancaman akan menyebarkan foto-foto syur Arumi yang tengah tertidur bersamanya dan itu berhasil, Arumi sungguh merasa sangat kotor saat itu.
Arumi merasa ketakutan hingga menyanggupi apapun keinginan Vino, bahkan ketika mereka baru saja berpacaran kurang dari dua bulan, Vino sudah mengajak Arumi untuk menikah. Arumi tentu tidak mau, tetapi Vino terus menekan hingga membuat Arumi membangkang orang tuanya dan akhirnya mereka merencanakan pernikahan.
“Maaf, Masnya kenal saya?” tanya Arumi dengan ekspresi kebingungan.
Vino tersadar dari lamunannya, pria itu berkedip cepat kemudian menggeleng.
“Sepertinya saya salah orang,” ujarnya enteng.
Bastian dan Silvi saling berpandangan. Mereka berdua merasa aneh karena Arumi turut bersama keluarga Narendra. Keduanya sedari awal juga tidak menyukai Arumi karena wanita itu bukan tipe menantu idamannya, pun dia bukan orang kaya. Namun, setelah Vino menjelaskan, mereka pun mengikuti kata-kata Vino dengan merestui hubungan keduanya dengan terpaksa.
Pak Hasbi berdeham, membuat suasana menjadi hening.
“Baik, berhubung semuanya sudah berkumpul, di sini, saya akan menyampaikan satu pesan wasiat yang ditinggalkan oleh Tuan Pradipta sebelum beliau menghembuskan napas terakhirnya.” Pak Hasbi menatap satu persatu anggota keluarga Kakek Pradipta kemudian mengeluarkan secarik kertas dari tumpukan berkas yang ia bawa.
“Di sini Pak Pradipta menulis secara jelas bahwa cucu yang pertama kali menikah akan mendapatkan salah satu aset miliknya yaitu berupa perkebunan teh dan juga Villa Adem Asri yang berada di Jawa Barat. Dan di sini Tuan Narendra lah yang sudah menikah, sehingga surat wasiat ini bisa dijalankan.”
“APA!” Bastian berteriak syok hingga beranjak dari duduknya.
Semua orang sangat terkejut, bahkan Narendra yang tahu hal ini akan terjadi pun sangat syok bukan main. Kebun teh adalah tempat yang paling disukai kakeknya dan ia tidak menyangka jika ternyata sang kakek memiliki perkebunan itu bahkan akan diberikan untuk salah satu cucunya.
“Tidak bisa begitu, dong, Pak! Mereka bukan bagian dari keluarga kami, jadi, tidak mungkin hal itu terjadi. Saya, saya adalah cucu tunggal dari kakek Pradipta!” Vino juga berseru marah dengan nada meninggi. Matanya berkilat marah pada Narendra di seberangnya.