Mendadak Nikah Muda

Mendadak Nikah Muda

Episode 1.

Sekolah Menengah Atas Darma Bakti sedang mengadakan acara perpisahan kelas dua belas, para siswa dan guru saling bersalaman dengan penuh haru. Ada beberapa siswa dan siswi yang menangis, ada juga yang biasa saja.

Di pojok aula, Kenan dan teman-temannya sedang berkumpul, kelima orang itu termasuk siswa yang biasa saja, mereka tak merasa haru apalagi menangis seperti yang lainnya, bahkan mereka menganggap teman-teman mereka yang menangis itu terlalu berlebihan.

Tak berapa lama, wanita cantik yang paling populer di sekolah itu pun datang menghampiri mereka.

"Hai, semua," sapa wanita bernama Jessi itu.

"Hai, Jes," balas Han, Ivan dan Radit serentak.

Kenan hanya tersenyum, namun tidak membalas sapaan Jessi, bahkan dia terlihat tak acuh pada wanita itu. Sedangkan Rendy justru memalingkan wajahnya, dia sepertinya enggan menatap Jessi.

"Nanti malam kalian datang, ya. Aku mengadakan pesta perpisahan di Royal Club and Hotel, ini undangannya," pinta Jessi sembari membagikan kartu undangan kepada lima sekawan itu.

"Wah, party!" seru Han.

"Boleh bawa pacar enggak?" tanya Ivan.

Radit mengernyit, "Memangnya kau punya pacar? Kok kami enggak tahu?"

"Pacar orang," jawab Ivan seenaknya.

"Dasar gila!" Han meninju lengan Ivan, membuat semua orang tertawa.

Jessi bergelayut di pundak Kenan, "Kamu datang, kan?"

Kenan mengangguk sambil melepaskan diri dari Jessi. Rendy hanya melirik sinis ke arah mereka, lalu membuang muka, namun di kejauhan dia melihat seorang gadis manis sedang duduk sendiri.

"Aku ke sana dulu, ya," ucap Rendy, dia bergegas meninggalkan Kenan dan yang lainnya.

"Mau ke mana dia?" tanya Ivan.

"Paling mau menemui si cupu," sahut Han sembari menunjuk gadis manis yang duduk sendiri itu.

"Rendy jadian dengan gadis itu, ya? Soalnya aku lihat mereka dekat." Jessi penasaran.

"Kata Rendy mereka cuma teman karena pernah ikut olimpiade sains bareng," jawab Han.

"Dari teman bisa jadi demen, kan?" seloroh Ivan.

"Dia bukan tipenya Rendy, jadi mana mungkin Rendy mau dengannya," sambung Ken.

"Kau jangan salah, Ken. Perasaan cinta itu bisa datang tanpa kita duga, apalagi kalau kita sering bertemu. Cinta bisa perlahan tumbuh dengan sendirinya, bisa saja Rendi jatuh cinta padanya," ujar Radit panjang lebar.

Kenan bergeming memandangi Rendy. Dia sangat yakin jika Rendy tidak mungkin tertarik dengan gadis itu, sebab dia tahu siapa yang sahabatnya itu cintai.

Sementara itu, Rendy duduk di samping seorang gadis manis nan sederhana bernama Nara. Di sekolah ini, satu-satunya orang yang dekat dengan Nara hanyalah Rendy, sementara siswa lain selalu memandang rendah gadis itu karena dia bukan anak orang kaya seperti mereka. Nara hanyalah siswa penerima beasiswa yang beruntung bisa bersekolah di tempat yang notabene isinya anak orang berada semua.

"Setelah ini kamu mau lanjut ke mana?" tanya Rendy.

"Aku enggak lanjut, aku mau bantu Om dan Tanteku saja," jawab Nara.

Rendy mengernyit, "Kenapa? Kan sayang, Ra. Kamu pintar dan berprestasi, masa harus berhenti?"

"Kamu kan tahu kalau aku enggak punya biaya, sekolah di sini saja karena dapat beasiswa."

"Iya, tapi nanti kamu juga bisa mengurus beasiswa untuk kuliah."

Nara menggeleng, "Sudahlah, aku enggak ingin membebani mereka lagi, meskipun mendapat beasiswa, tapi kan juga butuh biaya lain."

Rendy menghela napas pasrah, "Ya sudah, terserah kamu saja."

"Kalau kamu sendiri, setelah ini mau lanjut ke mana?" Nara balik bertanya pada Rendy.

"Aku berencana melanjutkan kuliah ke Amerika, aku mau ambil jurusan kedokteran."

"Wah, keren! Ternyata kamu calon dokter!"

Rendy tersenyum, "Dari kecil aku sudah bercita-cita menjadi dokter, mengikuti jejak papaku. Apalagi sejak mamaku meninggal dunia karena sakit, aku semakin bertekad untuk bisa menjadi dokter yang hebat, agar bisa mengobati banyak orang."

"Kamu pasti akan menjadi dokter yang hebat seperti cita-cita mu, aku yakin itu," ujar Nara dengan senyum yang mengembang.

"Aamiin," balas Rendi.

Dari kejauhan Kenan bersama yang lainnya hanya memperhatikan interaksi Rendy dan Nara, bukan mereka saja, bahkan beberapa siswa lain mulai berbisik-bisik melihat kedekatan dua orang itu.

"Oh iya, Ra. Kamu datang ke pesta perpisahan yang diadakan Jessi?"

Nara mengerutkan keningnya, "Pesta perpisahan?"

"Iya, memangnya kamu enggak tahu?"

Nara kembali menggeleng, "Lagian kalau pun diundang, aku enggak bisa."

"Kenapa?"

"Kan kamu tahu aku harus membantu Om dan Tante berjualan nasi goreng sampai malam."

"Oh iya. Kalau begitu aku juga enggak datang, ah."

Nara mengernyit, "Loh, kenapa?

"Habis enggak ada kamu, enggak asyik!" sahut Rendy.

"Kan ada teman-teman yang lain."

"Tetap saja engga asyik, Ra! Mending tidur di rumah," pungkas Rendy.

Nara tersenyum menanggapi ucapan Rendy, jujur sebenarnya dia menyukai pemuda itu, tapi Nara cukup tahu diri dan dia juga tak ingin membuat hubungan pertemanan mereka rusak. Bisa menjadi teman Rendy saja sudah cukup baginya.

***

Kenan dan teman-temannya sedang berpesta, lantunan musik DJ dan gemerlap lampu menemani malam mereka. Beberapa dari mereka sudah mulai mabuk karena terlalu banyak minum minuman keras, termasuk Kenan sendiri.

"Lanjut sampai pagi!" teriak Han dan berjoget heboh.

Kenan merasa kepalanya mulai berat dan pusing, dia terduduk lemas. Tiba-tiba ponselnya bergetar, dengan malas Kenan mengeluarkan telepon genggamnya dan sontak berdecak sebal saat melihat yang menelepon adalah sang ayah. Kenan mengabaikan panggilan itu sampai akhirnya mati, lalu tak lama kemudian sebuah pesan masuk.

"PAPA DAN MAMA SUDAH DIPERJALANAN PULANG, SEBENTAR LAGI KAMI SAMPAI. KAMU MAU PESAN SESUATU?"

Mata Kenan membulat membaca pesan itu, dia langsung bangkit dan buru-buru pergi.

"Ken, mau ke mana?" Jessi berteriak tapi Kenan tak menggubrisnya.

Wajah Jessi berubah masam karena pria yang dia sukai itu pergi begitu saja.

Kenan segera masuk ke dalam mobilnya dan memacu kendaraan itu dengan kecepatan tinggi. Dia harus tiba di rumah sebelum orang tuanya.

Sementara itu, Nara sedang membantu Heri dan Anna berjualan nasi goreng di pasar kaget seperti biasanya, sejak ayah dan ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu, Nara tinggal bersama Om dan Tantenya itu yang kebetulan belum memiliki momongan.

Heri yang merupakan adik kandung ibunda Nara menerima amanah sang kakak untuk menjaga putrinya itu, walaupun sang istri merasa tidak senang dan keberatan, Heri tak peduli sebab dia punya tujuan tertentu melakukan semua itu.

"Ra, telur habis. Kamu beli, dong!" pinta Anna sambil menyodorkan uang kepada Nara.

"Iya, Tante." Nara bergegas pergi ke salah satu warung yang berada di seberang jalan.

Nahas saat hendak menyeberang, sebuah mobil melaju kencang dan langsung menabrak tubuh Nara hingga terpental ke aspal, lalu banting setir ke kiri dan menabrak pohon. Darah segar langsung keluar dari kepala Nara yang terluka.

Heri dan semua orang yang melihatnya sontak histeris.

"Nara!" pekik Heri yang segera berlari menghampiri tubuh sang keponakan yang tergeletak tak bergerak. Sedangkan Anna hanya memperhatikan dengan cemas dari kejauhan sebab tak mungkin meninggalkan dagangannya.

***

Terpopuler

Comments

Rismawati Rismawati

Rismawati Rismawati

baru mampir kliatan nyaa sii seru🤭

2023-07-18

1

Nayra Syafira Ahzahra

Nayra Syafira Ahzahra

baru mampir thor

2023-01-26

3

Enisensi Klara

Enisensi Klara

Nara apa keyra kakak.

2023-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!