FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Terasa Berat
°°°
Revan bisa menebak apa yang dirasakan istrinya saat ini, ketika melihat sang istri menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Kau bisa sesak nafas jika seperti itu terus," ujar Revan sebelum akhirnya ia masuk dalam kamar mandi untuk berganti baju.
Setelah mendengar pintu kamar mandi tertutup, perlahan Rara menurunkan selimut yang menutupi hingga kepalanya. Benar juga apa kata Revan, bersembunyi di bawah selimut tebal seperti itu membuat gadis itu merasa pengap.
Huhh... hahh...
Rara seperti kehabisan asupan oksigen.
Aku harus bagaimana, lebih baik aku minta maaf saja karena tadi sempat mengira kak Revan sudah melihat tubuhku. Kalau tidak diselesaikan pasti akan terasa canggung terus nantinya.
Setelah memikirkannya dengan yakin kemudian Rara bangun dan duduk bersandar di sisi ranjang. Menunggu suaminya keluar dari kamar mandi.
Pintu kamar mandi terbuka, Revan keluar dengan memakai kaos dan celana pendek yang biasa ia pakai untuk tidur.
"Kau belum tidur?" tanyanya pada sang istri yang sudah berganti posisi menjadi duduk.
"Belum," jawab Rara seraya memalingkan wajahnya.
Sudut bibir Revan terangkat keatas, melihat tingkah sang istri yang malu-malu.
"Ada apa?" tanya Revan yang saat ini sudah duduk di samping Rara dengan posisi yang sama.
Tangan Rara mere-mas selimut dengan kencang, ia tidak bisa mengontrol kegugupannya.
"Mmmm... ada yang ingin aku bicarakan dengan kak Revan."
"Maaf karena aku pikir tadi kak Revan yang membawaku keluar dari kamar mandi dalam keadaan..." Rara ragu mengatakannya.
Peffttt
"Kau lucu sekali, apa kamu berpikir kalau aku memanfaatkan kesempatan," tebak Revan.
Pernyataan menohok dari suaminya tentu membuat Rara salah tingkah, karena memang benar adanya jika itu yang ia pikirkan sebelum mengetahui kejadian sebenarnya dari bi Mur.
"Maafkan aku Kak, bukan maksudku menuduh tapi sekarang aku sudah tau semuanya." Rara merasa bersalah.
"Aku bukan pria seperti itu, memanfaatkan kesempatan saat seseorang sedang tidak sadarkan diri."
"Satu lagi, kurangi kebiasaan tidur di sembarang tempat. Bagaimana jika kau dalam bahaya saat tertidur."
Revan mengingatkan istrinya yang gampang sekali tertidur pulas di manapun. Akan sangat bahaya jika bukan di tempat yang tepat.
"Iya kak, aku akan lebih berhati-hati lagi lain kali."
"Tidurlah, sudah sangat malam."
Revan mengusap lembut kepala istrinya dan itu adalah kali pertama untuknya. Tidak tau dari mana dia mempunyai keinginan seperti itu.
Mereka mulai merebahkan tubuhnya bersiap untuk tidur, dengan posisi saling memunggungi.
Rara tersenyum, saat mengingat suaminya menyentuh kepalanya tadi. Hanya hal kecil tapi membuat hatinya berbunga-bunga.
Sementara Revan juga sama. Merasakan kelembutan rambut sang istri yang ia rasa tidak pernah mendapatkan perawatan salon tapi bisa sangat lembut dan indah.
Keduanya larut dalam pikirannya masing-masing, hingga tanpa sadar rasa kantuk mendera dan perlahan mulai memejamkan matanya. Memasuki ruang mimpi yang mungkin mempertemukan mereka dalam keadaan berbeda.
,,,
Rara mulai mengerjakan matanya sudah saatnya ia bangun sebelum fajar menyingsing.
Namun, pagi ini terasa berbeda. Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, seakan sesuatu yang berat seperti menimpanya.
Segera Rara membuka matanya, posisi tidurnya benar seperti semalam tapi sebuah tangan melingkar dari di perutnya. Ia berusaha mengangkat tangan itu yang bisa dipastikan milik sang suami.
Semakin Rara berusaha melepaskan tangan suaminya, bukannya lepas Revan malah semakin mengeratkan pelukannya.
Bagaimana ini, panik Rara.
Tidak ada jalan lain, Rara terpaksa membangunkan suaminya dengan cara memanggil dan menggoyang tangan yang melingkar di perutnya.
"Kak..."
"Hmm..."
"Kak, bisa tolong lepaskan tangan kakak. Aku mau ke kamar mandi," lirih Rara.
"Sebentar lagi, ini masih malam."
Entah Revan sadar atau tidak dengan ucapannya, sekarang ia bahkan menelusupkan wajahnya di tengkuk istrinya.
Rara menahan nafasnya saat merasakan kehangatan hembusan nafas sang suami di belakang tengkuknya. Ia tau saat ini suaminya belum sadar dengan apa yang dia lakukan.
"Kak..." Rara mulai tidak nyaman karena Revan terus menggerakkan kepalanya mencari kenyamanan.
Sementara Revan saat ini benar-benar merasa tidak ingin bangun dari tidurnya, baru kali ini ia merasa sangat nyaman dan tidak ingin terbangun dari mimpinya. Harum rambut Rara membuatnya semakin terlelap.
"Kak... tolong lepas dulu." Kali ini Rara sedikit menambah volume suaranya. Bukan ia tidak mau di sentuh tapi adzan subuh telah berkumandang saat ini. Hampir satu jam ia membiarkan suaminya memeluknya dan sekarang ia harus bangun untuk sholat subuh.
Akhirnya Revan mulai sadar dan membuka mata setelah mendengar suara istrinya.
"Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu."
Revan segera melepaskan pelukannya dan menjauhkan tubuhnya saat ia menyadari jika yang ia peluk bukannya guling tapi istrinya.
"Tidak apa-apa kak," lirih Rara dan wajahnya berubah sendu. Buru-buru ia beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Melihat wajah istrinya yang terlihat sedih Revan jadi merasa bersalah, pikirnya Rara pasti kecewa karena ia menyentuhnya.
Sementara bukan seperti itu yang dirasakan Rara, ia tidak marah karena sang suami memeluknya meski dilakukan dalam keadaan tidak sadar. Akan tetapi, ia sedih karena Revan justru meminta maaf padanya setelah ia sadar. Yang berarti suaminya itu menyesal dengan apa yang ia lakukan, menyesal karena telah menyentuhnya.
Rara melaksanakan kewajibannya, sholat subuh di lantai dekat ranjang. Ia berdoa agar selalu diberikan kesabaran dan ketabahan, tidak lupa ia juga selalu menyelipkan nama suaminya dalam doa yang ia panjatkan.
'Ya Allah, lancarkan lah urusan suamiku hari ini. Agar ia bisa lulus dengan nilai yang terbaik.'
Setelah selesai melakukan kewajibannya, Rara langsung keluar dari kamarnya untuk memasak sarapan pagi ini. Ia ingin membuat sarapan spesial agar suaminya semangat untuk menghadapi sidang skripsinya.
Sementara Revan kembali masuk ke dalam dunia mimpinya karena ia tidak terbiasa bangun terlalu pagi. Bukan dia tidak mau melakukan kewajibannya tapi karena hatinya belum tersentuh untuk melaksanakannya.
Rara sendiri belum berani mengajak suaminya untuk melaksanakan sholat lima waktu, apalagi memaksa dan menyuruh. Karena menghadap sang pencipta harus tulus dari hati bukan karena terpaksa dan dipaksa.
"Bi apa ada kepala ikan?" tanya Rara saat ia sudah berada di dapur.
"Ada non, sebentar bibi ambilkan."
"Terimakasih bi."
Begitulah Rara yang tidak pernah lupa untuk mengatakan terimakasih, meski pada pelayan yang notabenenya memang melayani majikannya.
"Ini Non," ujar bi Mur membawa pesanan nonanya.
"Oh iya terimakasih Bi."
"Apa Nona akan memasak sup kepala ikan?" tanya bi Mur.
"Iya Bi, untuk kak Revan yang hari ini sidang skripsi."
Rara pernah membaca di sebuah artikel mengenai nutrisi yang terkandung dalam kepala ikan, sangat bagus untuk meningkatkan daya ingat otak manusia.
Sebagai seorang istri Rara ingin selalu menjadi pendukung yang pertama untuk suaminya. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membantu sang suami dalam menghadapi ujian akhir dari perjalanan panjangnya menempuh pendidikan.
Hal yang bisa ia lakukan sebagai seorang istri saat ini hanya dengan doa dan memasak makanan yang baik sebagai bekal untuk suaminya.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang...