"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sembilan Belas
Karina melangkah cepat meninggalkan kantor, meninggalkan Mario yang berusaha mengejarnya.
"Karin, Karina ... tunggu!" Mario berteriak, napasnya terengah-engah.
Karina tidak menoleh. Dia membuka pintu mobil dan siap masuk.
Mario mengejar dan menahan tangan Karina. "Jangan pergi, Karina! Aku minta maaf. Aku akan melakukan apa saja agar kamu mau memaafkan aku. Katakan saja, apa yang kamu ingin aku lakukan!" pinta Mario.
Karina merasa terjebak. Dia menatap Mario dengan mata marah. "Lepaskan! Aku tidak mau lagi terjebak dalam kebohonganmu!"
Mario tidak mau melepaskan.Dia tetap memegang tangan Karina, hingga dia mengancam, "Lepaskan, atau aku akan teriak!"
Mario terkejut, lalu melepaskan genggamannya. Karina segera masuk ke mobil dan menutup pintu.
"Karina, tolong!" Mario berteriak, mengetuk kaca mobil.
Karina menyalakan mesin dan membiarkan Mario terdiam di belakangnya. Air mata mengalir saat dia melaju menjauhi kantor.
Mobil Karina melaju di jalan raya, meninggalkan kantor Mario yang sarat kenangan pahit. Awalnya, dia berhasil menahan emosi, tapi saat lampu merah berhenti, tangisnya pecah. Air mata mengalir deras, membasahi wajahnya.
"Bagaimana kamu bisa melakukannya, Mas?" Karina berbisik, kesedihan menghantuinya.
"Jika ada yang bertanya, siapa orang yang paling jahat dihidup'ku, maka akan aku jawab dengan lantang seperti ini, dia yang telah meminang'ku, dia yang telah memilih aku jadi pendampingnya, dia yang telah mengajari aku bagaimana mencintai, dan dicintai tapi dia juga yang menghancurkan mentalku hingga hancur berantakan. Namun, aku selalu ngomong pada diri sendiri, sabar, kuat, dan jangan rapuh. Harus bisa, jangan lemah, harus tetap bertahan sambil nangis dan mengusap air mata. Dada terasa sesak, ternyata menguatkan diri sendiri itu sakitnya luar biasa."
Karina lalu teringat cinta mereka yang dulu begitu murni, kini tercemar kebohongan. Pengkhianatan suaminya terasa seperti pisau yang menusuk hatinya berulang kali.
Karina menyalakan radio, berharap musik dapat menenangkan hatinya. Tapi, lagu sedih yang terputar malah memperburuk kesedihannya.
Saat tiba di persimpangan, Karina memutuskan untuk mengambil keputusan besar. Dia mengarahkan mobil ke bandara, membeli tiket pesawat ke luar kota. Dia ingin meninggalkan kenangan pahit dan memulai hidup baru.
"Selamat tinggal, Mas Mario," gumam Karina, melepaskan napas berat. "Selamat tinggal, kenangan pahit."
Mobilnya melaju, membawanya menjauhi kesedihan dan menuju kebebasan.
Saat tiba di bandara, Karina membeli tiket pesawat ke Bali, tempat yang pernah menjadi impian mereka berdua. Dia ingin menyembuhkan luka hatinya di antara keindahan alam dan kesunyian.
Saat menunggu pesawat, Karina mengirimkan SMS pada Mira. Dia hanya ingin mengucapkan terima kasih.
"Aku sudah pergi, Mira. Aku memutuskan untuk pergi sejenak. Aku membutuhkan waktu untuk menyembuhkan hati. Aku akan menghubungi kamu suatu saat nanti. Terima kasih karena telah membantu aku, membuka mata ini tentang hubungan Zoya dan suamiku."
Setelah mengirim pesan itu, Karina mematikan ponselnya. Dia menarik napas berat. Mungkin kepergiannya ini bukanlah keputusan yang terbaik. Bukan juga karena dia yang ingin melarikan diri. Semua dia lakukan karena hanya ingin tetap menjaga kewarasan diri.
**
Pesawat lepas landas, membawa Karina menjauhi kesedihan dan kekecewaan. Dia menatap jendela, melihat awan putih yang terbentang luas.
"Aku akan bangkit," Karina berbisik pada dirinya sendiri. "Aku akan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya."
Akhirnya setelah beberapa saat pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali. Karina keluar dari bandara, disambut udara hangat dan pemandangan indah pulau dewata. Dia merasa lega, meninggalkan kesedihan di belakang. Dia butuh waktu untuk dapat menerima semua kenyataan ini.
Karina memesan taksi dan menuju ke hotel di Kuta. Di dalam kamar, dia merasa lelah dan terpuruk. Tapi, dia memutuskan untuk tidak terjebak dalam kesedihan.
Dia keluar dari hotel dan berjalan-jalan di sepanjang pantai Kuta, menikmati sunset yang indah. Angin laut dan suara ombak meredakan hatinya. Melupakan sejenak kepedihan dihati.
Karina berjalan sendirian di sepanjang pantai Kuta, Bali, menikmati sunset yang spektakuler. Angin laut membelai rambutnya, membawa kesegaran dan kebebasan. Dia mencoba melupakan kenangan pahit perselingkuhan Mario, suaminya.
Matahari terbenam, meninggalkan jejak emas di cakrawala. Karina merasa lega, seolah beban hidupnya berkurang. Dia duduk di atas pasir, merasakan kehangatan yang menenangkan.
Seorang anak kecil berlari mendekati Karina, menawarkan bunga kamboja. "Bunga untuk Tante yang cantik, hanya lima ribu saja," kata bocah itu dengan senyum.
Karina membalas dengan tersenyum juga, dan membeli bunga itu. "Terima kasih, Nak. Kamu bisa membuat aku tersenyum."
Anak kecil itu berlari pergi, meninggalkan Karina dengan pikirannya. Dia memandang bunga kamboja, simbol cinta dan kesucian. Air mata mengalir, mengingatkan dia pada cinta yang pernah dimilikinya dengan Mario.
"Tapi aku tidak akan terjebak lagi," Karina berbisik pada dirinya sendiri. "Aku akan bangkit, aku akan melupakan semua hal yang menyakitkan hati ini."
"Saat aku berjuang untukmu, aku menyadari bahwa aku berjuang untuk dibohongi, berjuang untuk menerima begitu saja, berjuang untuk kecewa, dan berjuang untuk terluka lagi ... Jadi sekarang aku mulai berjuang untuk melepaskannya"
Malam itu, Karina berjalan-jalan di sepanjang Jalan Legian, menikmati keramaian dan musik. Dia merasa bebas, siap meninggalkan masa lalu dan memulai hidup baru.
Saat berjalan, Karina menemukan sebuah kafe kecil dengan musik akustik yang menenangkan. Dia memasuki kafe itu dan memesan secangkir kopi. Pemilik kafe, seorang pria paruh baya bernama Wayan, menyambutnya dengan ramah.
"Selamat datang, Mbak. Apa yang membawa Anda ke Bali?" Wayan bertanya dengan senyum.
Karina tersenyum. "Cari kebahagiaan dan melupakan kesedihan."
Wayan mengangguk. "Bali memiliki kekuatan untuk menyembuhkan hati. Anda akan menemukan kebahagiaan di sini."
Karina merasa terinspirasi oleh kata-kata Wayan. Dia mulai merasa lega dan bersemangat untuk menjelajahi pulau ini.
Malam itu, Karina kembali ke hotelnya dengan hati yang lebih ringan. Dia merasa siap menghadapi masa depan dengan penuh harapan.
Karina duduk di tepi tempat tidur, menatap jendela kamar hotelnya yang menghadap ke laut. Dia merasa sunyi, terisolasi dari keramaian dunia. Pikirannya kembali terhanyut ke masa lalu, ke pengkhianatan yang suaminya lakukan.
"Aku tidak percaya kamu bisa melakukannya, Mas," Karina bergumam pada dirinya sendiri, air mata mengalir. "Dulu aku percaya cinta kita tak tergantikan, tapi ternyata semua omong kosong. Kau mengkhianatiku dan menghancurkan hatinya sehancur-hancurnya!"
"Mengapa kamu melakukan ini padaku, Mas? Apa yang kurang dari aku?" Karina bertanya pada dirinya sendiri.
Dia merasa terjebak dalam labirin kesedihan, tidak tahu arah keluar. Tapi, dia tahu dia harus bangkit, untuk dirinya sendiri.
"Aku tidak akan terjebak lagi," Karina berjanji pada dirinya. "Aku akan melupakan semua dan memulai lembaran baru. Walau sulit, aku harus lakukan!"
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya