(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesuatu yang tertunda
Hari demi hari terus berlalu. Hampir dua minggu Lyla dirawat di rumah sakit. Keadaannya mulai membaik, sehingga diizinkan pulang oleh para dokter.
Pagi hari gadis kecil itu terlihat sangat bahagia. Ia akan pulang ke rumah opanya setelah sekian lama tinggal di rumah sakit. Walaupun Via sering membujuknya agar mau pulang ke rumah Wira, nyatanya Lyla tetap menolak dan memilih tinggal di rumah opa nya.
"Lyla Sayang ... nanti di rumah opa tidak boleh nakal, ya... Lyla harus jadi anak baik," ucapnya membelai wajah Lyla.
"Iya, Bunda," jawabnya sambil mengangguk pelan.
Sementara Wira sedang berada di ruangan seorang dokter yang menangani Lyla selama dirawat di rumah sakit.
"Untuk saat ini kondisi Alyra masih stabil. Kami akan terus memantau nya. Yang terpenting adalah menjaga emosinya. Jangan sampai trauma terulang kembali," jelas dokter wanita itu.
"Baik, Dokter. Tapi kapan hasil pemeriksaannya akan keluar?" tanya Wira.
"Paling cepatnya hasil pemeriksaan akan keluar Minggu depan. Untuk sementara kita hanya bisa berdoa. Semoga hasilnya positif, sehingga Pak Wira bisa menjadi pendonor sum-sum untuk Alyra."
Wira menyahut dengan anggukan diiringi senyum. Ia sangat berharap hasil tes cocok sehingga Lyla dapat tertolong.
Baiklah, jadi saat aku kembali dari luar kota hasilnya sudah keluar. batin Wira.
*********
_
_
_
_
Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi ketika Via dan Lyla baru saja tiba di sebuah rumah mewah. Lyla memandangi rumah itu dengan perasaan bahagia. Kedatangannya pun disambut oleh seluruh penghuni rumah. Tak terkecuali sang Oma yang kini telah mulai pulih dari sakitnya. Mengetahui cucunya telah kembali, wanita paruh baya itu sangat bahagia.
Wanita paruh baya itu memeluk Lyla dan Via bergantian. Ia tak dapat menyembunyikan gurat kebahagiaannya. Sementara di sisi lain, Wira hanya menatap dari kejauhan. Sebab Lyla masih begitu takut padanya.
"Lyla, mulai sekarang Lyla akan tinggal di rumah opa. Lyla boleh minta apa saja sama opa dan oma," ucap sang opa lalu memeluk tubuh kecil cucunya itu.
"Lyla boleh minta boneka yang banyak, kan opa?" tanya Lyla penuh harap.
"Opa sudah siapkan kamar yang cantik untuk Lyla. Di sana ada banyak boneka."
"Lyla mau lihat, Opa."
Pria paruh baya itu meraih tubuh Lyla dan menggendongnya menuju lantai dua, dimana kamar Lyla berada. Sebuah kamar yang sebenarnya telah disiapkan sebelum kelahiran gadis kecil itu. Sementara Via mengekor di belakangnya.
Dengan senyum bahagia, Lyla memasuki sebuah kamar yang selayaknya sebuah istana baginya. Ia benar-benar mendapatkan sebuah kamar impian dengan cat warna pink kesukaannya. Kamar itu telah dipenuhi berbagai macam boneka dan mainan lainnya. Ia bahkan tak berkedip menatap kamar yang kata opa adalah miliknya.
"Bunda, Kamal ini buat Lyla ya?" tanya nya dengan penuh semangat.
"Iya, Sayang. Ini kamar Lyla," jawabnya.
"Wah ... bonekanya banyak syekali. Lyla boleh Bobo di sini kan, Bunda?" Lyla menatap opa dan bundanya bergantian. Seolah ingin benar-benar memastikan.
"Iya, Sayang. Lyla akan tidur di sini. Lyla senang, kan?"
"Senang, Bunda," jawabnya sambil mengangguk.
"Ayo, bilang apa sama opa dan Oma. Sudah kasih Lyla kamar yang bagus--"
Dengan ceria, Lyla mendekat ke arah opa dan memeluknya. "Makasih, Opa. Lyla suka kamalnya. Kamalnya bagus, tidak sepelti di lumah Om Wila. Kamal di lumah Om Wila panas. Lyla bobonya dikipasin Bunda teyus."
Mendengar jawaban polos Lyla membuat gurat kesedihan terlihat di wajah pria paruh baya itu. Begitu pun dengan Wira yang sejak tadi berdiri di ambang pintu. Via menoleh ke arah dimana suaminya berada. Ia pun dapat melihat wajah suaminya yang menunjukkan penyesalan yang dalam.
Tuan Gunawan mengusap rambut cucunya dengan sayang, "Tapi sekarang Lyla sudah punya kamar yang bagus. Pokoknya Lyla mau apa tinggal bilang opa. Nanti opa beri semua yang Lyla mau."
"Lyla mau pake baju baju Lyla yang dijahit Bunda, Opa. Lyla juga mau pake. Bial sama kayak boneka ini." Ia menunjukkan boneka berpakaian biru di tangannya.
"Nanti bunda ambilkan, ya. Baju nya kan masih di rumah Ayah ..."
Lyla tidak menyahut. Ia masih belum bisa terima jika sang bunda menyebut Wira sebagai ayahnya.
"Ambilin ya, Bunda. Lyla mau pake juga."
"Iya, Sayang..."
*******
_
_
_
_
_
_
"Via, aku akan keluar kota sore ini bersama Ivan. Titip Lyla, ya?" ucap Wira sembari mengusap rambut Via. Mereka sedang berada di sebuah ruangan. Wira harus menyembunyikan dirinya saat berada di rumah itu agar Lyla tidak melihat.
"Iya, Mas. Tapi berapa hari Mas Wira di luar kota?"
"Seminggu. Jadi begitu aku kembali, hasil tes dari rumah sakit sudah keluar."
Via mengangguk pelan setelahnya. Kini harapannya untuk kesembuhan putri kecilnya semakin besar. "Semoga hasilnya positif," ucap Via.
"Iya. Semoga saja."
Selama beberapa menit terjadi drama tatap-tatapan di sana, yang membuat wajah Via bersemu merah.
"Baiklah, aku harus segera pergi. Aku belum menyiapkan apapun di rumah." Wira berdiri dari duduknya diikuti Via.
"Apa aku ikut Mas Wira ke rumah? Aku bisa membantu menyiapkan pakaian Mas Wira."
Sambil tersenyum Wira menggeleng. "Tidak usah. Aku bisa. Kau di sini saja bersama Lyla." Wira mendekat, lalu memeluk istrinya itu.
"Maafkan semua kesalahanku," bisiknya di telinga Via. Wanita muda itu hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Hingga beberapa saat kemudian, Wira melepas pelukannya. Ia menatap Via dengan senyum yang tulus. "Baiklah, aku harus pergi."
"Iya, Mas."
Wira menangkup wajah Via dengan kedua tangannya, lalu mengecup keningnya dengan sayang. Dalam dan lama. Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya selama beberapa bulan sejak menikah. Dan, tatapan mereka kembali bertemu. Irama jantung keduanya pun semakin tidak beraturan. Wira mendekatkan wajahnya. Semakin lama semakin dekat hingga tersisa jarak beberapa centi saja. Kedua bibir itu sudah hampir menempel. Namun tiba-tiba...
"Bundaaa...." Terdengar suara Lyla memanggil.
*****
😁😁😁