Rahim pengganti atau disebut sewa rahim atau dalam bahasa inggrisnya surogasi, satu kalimat yang sangat ilegal dilakukan di Indonesia tapi legal di luar negeri.
Menceritakan sebuah keluarga yang menantikan kehadiran buah hati selama hampir 5 tahun menikah.
Karena tak kunjung hamil dan sang mertua yang selalu menanyakan apakah sang menantu sudah ada tanda-tanda kehamipan apa belum.
Akhirnya dia meminta sang suami untuk mencari ibu pengganti untuk disewa rahimnya atau disebut rahim pengganti.
Ntah nanti akan dilakukan dengan cara surogasi tradisional ataupun surogasi gestasion.
Simak yuk kisahnya antara Nayra Arasyid, Devandra Ayasi, dan Maya Wardani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum mau cerita
"Tunggu, Kak." Devan menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya Devan cuek, aura dinginnya sudah mulai muncul.
"Ada yang perlu Nayra tanyakan secara pribadi dengan Dr. Salma." jawab Nayra menatap Devan dengan pandangan memohon.
"Hhmmm..jangan lama-lama." Nayra mengangguk mengiyakan.
"Aku keluar dulu ya, Nay." ucap Maya lalu menyusul Devan yang sudah berjalan keluar duluan.
"Iya kak." jawab Nayra.
Setelah melihat Devan, Maya dan juga suster yang membantu Salma, atau bisa disebut sebagai asisten Dr. Salma, Nayra langsung menatap Salma yang menatapnya dengan tatapan menyelidik dan juga terlihat sedih.
"Salma.." panggil Nayra lirih
Bukannya menjawab Salma justru berdiri dari duduknya dan memeluk Nayra erat, Nayra pun juga membalas pelukan Salma tak kalah eratnya.
Salma menangis di pelukan Nayra. Dia tidak percaya hari ini dia bisa bertemu Nayra lagi setelah menghilang selama 4th.
"Kemana saja kamu selama ini?"
"Kenapa kamu tidak pernah memberi kabar padaku?"
"Kamu baik-baik saja kan, Ra?"
"Kenapa kamu tidak bilang kalau Mama sama Lala sudah meninggal?"
"Dan kenapa kamu bisa diusir Paman dan Bibi kamu sendiri dari rumah kakek kamu sendiri?"
"Kenapa, Ra...Kenapa?"
"Apa kamu sudah tidak menganggap ku saudara lagi." dalam tangisnya Salma mencerca beberapa pertanyaan pada Nayra.
Nayra tersenyum bahagia mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Salma, Dia merasa masih ada yang sayang dan peduli sama dia.
Nayra memejamkan matanya membuat air mata yang sedari tadi menetes kini kian deras mengalir di pipinya.
"Maafkan aku, Salma..Maafkan aku." suara Nayra terdengar lirih karena menangis. Dia tidak sanggup untuk berbicara lagi.
"Kamu tidak salah, Ra." Salma melepas pelukannya dan kini dia duduk bertumpuan dengan kedua lututnya.
Salma menghapus air mata yang mengalir di pipinya, kemudian menggenggam kedua tangan Nayra erat. "Kamu tidak salah, Ra. Keadaan yang membuat kamu merasa bersalah. Jadi jangan salahkan diri kamu sendiri." Salma yang sudah tenang pun memberi Nayra ketenangan dan kekuatan jangan sampai Nayra berlarut lagi akan rasa salahnya.
"Tapi semua salah aku, Sal." Nayra menunduk masih menyalahkan dirinya sendiri.
"Sudah jangan pernah menyalahkan diri kamu sendiri. Apa kamu tidak kasihan sama Mama dan juga Lala jika kamu selalu menyalahkan dirimu sendiri?" Salma mencoba mengingatkan.
"Bukannya Mama selalu bilang kalau Rara itu anak cerdas, anak pintar, anak smart, anak pemberani, anak soleha, dan juga anak kesayangan Papa." lanjut Salma.
"Bahkan semua yang ada di rumah mengakui itu semua, termasuk aku, Ra. Jadi aku mohon jangan selalu menyalahkan diri kamu sendiri. Semua itu bukan salah mu. Itu cuma kesalahpahaman yang membuat mu selalu merasa bersalah." sambung Salma.
"Tapi Opa menyalahkan Nayra saat itu, Sal." Nayra menerawang jauh.
"Bahkan Opa memiliki bukti jika aku yang melakukan itu semua. Aku tidak bisa menyangkalnya, karena bukti yang Opa miliki itu semua benar adanya." Salma menggelengkan kepala mendengar cerita Nayra.
"Bahkan Papa sendiri yang mengusir Nayra saat itu." Nayra semakin terisak mengingat kejadian di masa lalu.
"Bahkan Papa juga berani mengusir wanita yang dia cintai gara-gara aku, Sal." Nayra menangkupkan kedua tangan di wajabnya. Salma kembali memeluk Nayra.
"Sudah jangan bersedih berlarut begitu. Kamu harus tenang, semua yang terjadi hanya kesalahpahaman saja. " Salma mengelus pelan punggung Nayra.
"Apa aku harus cerita sama Rara tentang semua yang terjadi waktu itu hanya kesalahpahaman saja yang dibuat Opa." batin Salma dalam hati.
"Tapi kata Faiz jangan sampai cerita jika bukan Opa sendiri yang berbicara." ucapnya dalam hati.
"Apa kamu gak ingin pulang, Ra?" Salma menatap Nayra lekat setelah melepas pelukannya.
"Aku gak tahu. Pulang pun aku juga tidak mungkin diterima lagi oleh keluarga itu, Ra. Semua orang sudah menyalahkan aku atas kejadian waktu itu, Sal." ucap Nayra menatap Salma
"Aku juga sudah menikah sekarang, Sal. Jadi aku gak bisa pergi kemanapun tanpa ijin dari suami aku." Nayra masih menatap Salma dengan air mata yang masih menetes meski tidak sederas tadi.
Salma menghembuskan nafas kasar memejamkan mata untuk mencari ketenangan.
"Kenapa kamu bisa menikah dengan pria beristri, Ra?" Salma heran dengan Nayra, bisa-bisanya dia menikah dengan pria beristri. Dimana Nayra yang dia kenal dulu. Nayra yang selalu berfikir dulu sebelum bertindak. Nayra yang selalu menentang keadilan yang berakhir pengusiran oleh Papanya sendiri.
"Karena aku....." Nayra belum siap untuk menceritakan pada Salma apa yang sebenarnya terjadi padanya. :
"Kamu kenapa?" tanya Salma
"Aku....akan aku ceritakan nanti kalau kita bertemu lagi" ucap Nayra berharap bisa bertemu Salma di kemudian hari.
"Yasudah tak apa. Tapi pintu rumah aku selalu terbuka buat kamu, kamu bisa datang kapan saja kamu mau. Aku kasih alamat aku juga nomor HP aku. Kamu bisa hubungi aku kapanpun kamu mau." Salma berdiri dan membuka laci meja kerjanya untuk mengambil kartu namanya untuk diberikan ke Nayra.
"Ini kamu simpan. Kamu bisa menghubungi aku kapanpun kamu mau. Aku siap mendengar semua cerita dari kamu." Salma menaruh kartu namanya di genggaman tangan Nayra.
"Sampai disini saja dulu, kita sudah terlalu lama. Aku takut suami kamu juga madu mu curiga. Aku juga masih banyak pasien yang menunggu." Salma mengambil tisu juga pouch make up nya dan memberikan ke Nayra.
"Ini kamu usap dulu air matamu, dan perbaiki juga riasan make up mu biar tidak sembab begitu."
Nayra diam tidak mengeluarkan suaranya, tapi dia melakukan apa yang Salma minta.
"Kamu gak mau cerita sedikit aja gitu sama aku?" tanya Salma yang melihat Nayra masih membenahi riasannya. Salma begitu penasaran, kenapa bisa Nayra menikah dengan pria beristri. Kalau hamil duluan tidak mungkin, Nayra tadi bilang kalau dia masih perawan. Terus kenapa dia bisa nikah sama pria beristri itu, pikir Salma
"Nanti aku ceritakan kalau kita ketemu. Tapi tidak sekarang." suaranya terdengar serak karena lama menangis.
"Baiklah.." Salma menganggukkan kepala.
"Jangan lupa untuk menghubungi aku terlebih dahulu. Aku tunggu kabar dari kamu. Dan jangn sampai menghilang lagi, atau aku datangi ke rumah kamu." ancam Salma.
Nayra tertawa kecil mendengar ancaman Salma.
"Memang kamu tahu alamat aku sekarang?" tanya Nayra mengejek.
"Ya tahu lah..Salma gitu loh." Salma menyombongkan dirinya sendiri.
Salma tertawa melihat Nayra yang akhirnya kembali tertawa meski masih ada raut kesedihan di wajahnya.
"Tidak pernah berubah ya kamu dari dulu."
"Ini.." Nayra mengembalikan pouch make up ke Salma. Nayra sudah terlihat segar kembali meski mata sembab Nayra masih sedikit terlihat.
"Kalau aku berubah, kamu tak akan pernah mengenali aku,Ra. Yang ada kamu akan makin sombong sama aku." seru Salma
"Gak salah tuh yang kamu ucapin?"
"Nggak...udah ayo aku antar keluar."
Salma mendorong kursi roda Nayra keluar dari ruangan Salma.
"Terimakasih ya Dokter." ucap Nayra dengan menekan kata dokter dan senyum mengejek.
"Sama-sama Nyonya Devan" balas Salma dengan penuh tekanan dan senyum sinis.