NovelToon NovelToon
Jadi Selir Didunia Kolosal

Jadi Selir Didunia Kolosal

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Time Travel
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Vanilatin

Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.

Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.

Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 32 Jebakan

Xiang Rong berdiri di tengah aula, menatap Ji An dengan pandangan yang sulit ditebak. Perasaan marah, kecewa, dan ragu berkecamuk dalam hatinya. Ia melangkah perlahan mendekati Ji An, yang kini berdiri dengan tangan terikat, wajahnya penuh kepasrahan namun matanya tetap menyiratkan keteguhan.

“Jika kau mengatakan bahwa ini jebakan, siapa yang berani melakukannya?” Xiang Rong bertanya dengan nada dingin, seolah ingin menggali kebenaran langsung dari bibir Ji An.

Ji An mengangkat kepalanya, menatap Xiang Rong dengan keberanian yang tersisa. “Aku tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tapi aku yakin, ini adalah upaya untuk menjatuhkan aku. Seseorang di istana tidak menginginkan aku di sini.”

Sebelum Xiang Rong sempat merespons, suara lembut namun menusuk terdengar dari sudut aula.

“Yang Mulia, izinkan hamba berbicara.”

Permaisuri Yang Yi melangkah maju, senyumnya tipis namun penuh rasa puas. “Bagaimana mungkin Selir Ji An Yi tidak mengetahui siapa yang berani menjebaknya? Seseorang yang tidak memiliki musuh tak akan menjadi target. Mungkin saja, tindakannya sendiri yang membawa masalah ini.”

Ji An menatap Permaisuri dengan tatapan tajam. Dia memang dalangnya, pikir Ji An, tapi bagaimana ia membuktikannya?

“Yang Mulia,” lanjut Permaisuri, “Bukti sudah jelas. Dokumen itu ditemukan di paviliunnya. Tidak ada seorang pun yang diizinkan mendekati dokumen ini tanpa persetujuan Anda. Apakah ada alasan untuk meragukan keabsahan bukti ini?”

Xiang Rong terdiam sejenak, pikirannya bergulat. Ia merasa ada yang tidak benar, namun logikanya berkata lain. Sebagai seorang Raja, ia tidak bisa mengabaikan bukti hanya karena perasaannya terhadap Ji An.

“Bawa Selir Ji An Yi ke ruang tahanan,” perintah Xiang Rong akhirnya, suaranya datar. “Aku sendiri yang akan memutuskan hukumannya setelah penyelidikan selesai.”

Para prajurit segera menggiring Ji An keluar aula. Ji An tidak memberontak, tetapi saat melewati Xiang Rong, ia berbisik pelan, cukup untuk didengar olehnya.

“Aku percaya padamu, Yang Mulia. Tolong jangan tutup matamu terhadap kebenaran.”

Xiang Rong sedikit terkejut mendengar kalimat itu, tetapi ia tetap tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Di Ruang Tahanan

Ji An duduk di sudut gelap ruangan tahanan, udara dingin menusuk tulang dan dinding lembap di sekitarnya hanya menambah rasa putus asa yang melingkupinya. Tangannya terkepal erat, memendam amarah sekaligus ketakutan. "Jika aku tidak bisa membuktikan bahwa aku dijebak," pikirnya dengan getir, "maka ini mungkin akhir dari semuanya."

Tiba-tiba, suara pintu besi berderit keras memecah keheningan. Ji An mendongak, melihat bayangan seseorang memasuki ruang tahanan. Ketika sosok itu melangkah lebih dekat, sinar obor yang redup memperlihatkan wajahnya. Itu adalah Permaisuri Yang Xi, mengenakan jubah mewah yang seolah sengaja dipilih untuk menunjukkan kekuasaannya. Senyum licik terukir di wajahnya, membuat aura ruangan semakin mencekam.

"Ji An Yi..." Permaisuri berbicara dengan nada dingin, matanya menyala penuh kemenangan. "Sungguh malang nasibmu. Awalnya, aku tidak keberatan saat mendengar Xiang Rong ingin menikah lagi. Aku berpikir, mungkin cinta yang ia miliki untukku tidak akan berkurang. Mungkin ini hanya permainan politik akibat ayahmu, Sang Adipati."

Langkahnya perlahan mendekat, sepatu sutranya beradu dengan lantai batu yang keras. Ji An berusaha menahan tatapannya, meskipun tubuhnya sedikit gemetar.

"Tapi..." Permaisuri Yang Xi berhenti tepat di depan Ji An, melipat tangan di dadanya sambil menunduk untuk memandang wajah Ji An dengan penuh kebencian. "Saat aku tahu kau, seorang wanita rendahan, berani mencoba menarik perhatian suamiku, itu membuat darahku mendidih. Aku ingin mencabik-cabik wajah cantikmu ini."

Dengan gerakan kasar, Permaisuri Yang Xi menjambak rambut Ji An, menariknya hingga kepala Ji An mendongak paksa. Ji An meringis kesakitan tetapi tetap berusaha tidak menunjukkan kelemahan. Bau harum dari pakaian mewah Permaisuri kontras dengan rasa dingin tajam yang menusuk di ruangan.

"Apa kau pikir, Xiang Rong akan memaafkanmu setelah ini?!" Permaisuri melanjutkan dengan nada mengejek. "Peta strategis kerajaan, Ji An Yi. Itu adalah pengkhianatan tingkat tertinggi. Kau pikir dengan semua bukti yang ada, kau masih punya kesempatan untuk hidup?"

Ji An mencoba menarik napas dalam-dalam, meskipun dadanya terasa sesak. Ia mengumpulkan keberanian untuk berbicara. "Jika Anda begitu yakin saya bersalah, Permaisuri, kenapa Anda harus repot datang ke sini? Apa Anda takut saya akan membuktikan bahwa saya tidak bersalah?"

Ucapan itu menghentikan gerakan Permaisuri sesaat. Mata Yang Xi menyipit, tapi ia segera tertawa kecil, nadanya penuh sindiran. "Kau pikir aku takut padamu? Kau tidak lebih dari bidak kecil yang mudah kuhabisi kapan saja."

Yang Xi melepaskan cengkeramannya, mendorong kepala Ji An ke belakang dengan kasar hingga tubuhnya terjatuh di lantai. Permaisuri melangkah mundur, merapikan jubahnya dengan anggun seolah kejadian itu tak berarti apa-apa baginya.

"Jangan berharap ada yang datang menyelamatkanmu, Ji An Yi. Bahkan Xiang Rong pun akan membencimu setelah ini," katanya sebelum berbalik, meninggalkan ruangan dengan langkah angkuh.

Saat pintu besi tertutup kembali, Ji An menghembuskan napas yang berat. Rasa sakit di kepalanya tidak seberapa dibandingkan dengan kekacauan di pikirannya. "Peta strategis... ini semua jebakan," gumamnya pelan, sambil memandang gulungan rambutnya yang berserakan di lantai.

Namun, di tengah keputusasaannya, sebuah rencana mulai terbentuk di pikirannya. Ji An tahu dia tidak bisa diam saja. Ia harus menemukan cara untuk membersihkan namanya dan membongkar kebohongan Permaisuri Yang Xi—sebelum semuanya terlambat.

Di kejauhan, suara langkah seseorang mendekat. Kali ini, langkah itu lebih ringan dan berhati-hati. Ji An segera mendongak, mencoba menebak siapa yang datang kali ini—kawan atau lawan?

Ji An mendekatkan tubuhnya ke dinding, mencoba menyembunyikan dirinya di dalam bayang-bayang. Suara langkah itu semakin dekat, dan dengan napas tertahan, ia memperhatikan pintu yang terbuka perlahan. Dua prajurit istana berdiri di sana, membawa lentera yang redup.

"Nona, kami datang untuk membantu Anda," ucap salah satu prajurit dengan suara pelan, seolah takut terdengar oleh siapa pun di luar.

Ji An memandang mereka dengan waspada, tangannya mengepal di balik jubahnya. "Membantu? Siapa yang mengirim kalian?" tanyanya, matanya memperhatikan gerak-gerik mereka dengan penuh curiga.

Prajurit itu menunduk hormat, ekspresinya menunjukkan rasa hormat yang terukur. "Kami adalah orang kepercayaan Raja Xiang Rong, Nona. Raja tidak tega melihat Anda menderita, tapi karena tekanan dari para pejabat istana, beliau terpaksa bertindak tegas. Diam-diam, beliau memerintahkan kami untuk membawa Anda ke tempat aman di luar istana. Nyawa Anda dalam bahaya jika tetap di sini," ucap salah satu prajurit dengan nada yang meyakinkan.

Ji An memandangi mereka dengan tatapan penuh keraguan. Hatinya bergolak. Ia sulit percaya bahwa Xiang Rong, yang dengan dingin memenjarakannya, kini ingin menyelamatkannya secara diam-diam. Tapi, jika itu benar? Jika ini adalah jalan yang bisa membantunya melanjutkan misinya?

"Apa benar Raja Xiang Rong yang mengirim kalian?" tanyanya dengan hati-hati. "Bukankah dia sendiri yang menjatuhkan hukuman padaku?"

Prajurit itu menunduk sedikit lebih dalam, seolah menyesali situasi. "Benar, Nona. Tapi Yang Mulia tidak punya pilihan. Hatinya sebenarnya tidak tega melihat Anda diperlakukan seperti ini. Beliau memerintahkan kami dengan sangat rahasia untuk memastikan keselamatan Anda."

Ji An menatap kedua prajurit itu dalam diam. Kata-kata mereka seolah masuk akal, tetapi ada sesuatu yang tidak nyaman dalam hatinya. Namun, ia tahu bahwa tetap di dalam penjara tidak akan membawa ke mana-mana. Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya mengangguk perlahan.

"Baiklah. Aku akan ikut. Tapi ingat, jika kalian berbohong, aku tidak akan memaafkan kalian."

Kedua prajurit itu saling bertukar pandang sebelum mempersilakannya melangkah. Mereka mulai memandu Ji An keluar melalui lorong-lorong gelap yang tidak pernah ia ketahui ada. Suasana malam semakin mencekam, dengan hanya suara langkah kaki dan dengung angin yang mengiringi perjalanan mereka.

---

Mereka berjalan jauh dari istana, melewati jalan setapak sempit yang penuh dengan ranting-ranting tajam. Ji An mulai merasa gelisah. Jalan itu semakin menurun tajam, menuju hutan kecil yang terlihat gelap di bawah sinar bulan yang redup.

"Kenapa kita harus melalui jalan ini? Bukankah ada pintu rahasia lain yang lebih aman?" tanya Ji An dengan curiga, menghentikan langkahnya.

"Ini satu-satunya jalur yang tidak diawasi oleh penjaga istana," jawab prajurit pertama tanpa menoleh.

Ji An mulai memperlambat langkahnya. Ada sesuatu yang salah. Hawa dingin di malam itu terasa menusuk lebih dari biasanya, seperti ada bahaya yang mengintai dari balik bayangan.

Tiba-tiba, saat mereka mencapai tepi sebuah jurang curam, kedua prajurit itu berhenti. Ji An memandang mereka dengan waspada.

"Kenapa kita berhenti di sini?" tanyanya, mencoba tetap tenang meski dadanya mulai berdebar kencang.

Prajurit kedua berbalik, senyumnya berubah sinis. "Maafkan kami, Nona. Tapi perintah kami bukan untuk menyelamatkan Anda, melainkan memastikan Anda tidak pernah kembali."

Sebelum Ji An sempat bereaksi, prajurit pertama dengan cepat mendorongnya ke tepi. Ji An terhuyung, kehilangan keseimbangan, dan jatuh ke tanah. Tubuhnya yang lemah kini tergelincir ke jurang.

1
Hana Agustina
jejak kaki ku disini thor.. pake mawar juga..
Haraa Boo
semangat kaka,
jangan lupa mmpir balik ya🥰
Hana Agustina
nyebelin banget sih thor.. permaisuri sllu dikasih kesempatan.. si ji an yi seolah g dpt ruang gerak utk dia bs membela diri... males dahh lama lama.. geregetan
Vanilatin
suka siapa ni visual nya?/Drool/
yanah~
Mampir kak 🤗 visualnya kesayangan aku 😍
Armyati
tentu saja trs bertahan n takkan pernah menyerah sampai kau sang raja yg akhirnya akn sangat sangat sangat menyesal nantinya 😏 semangat selir ji an yi n semangat jg buat author 💪💪💪💪
Hana Agustina
ku tinggalin jejak yaaa Thor
_arruaa
mant
Shion Fujino
Terus berinovasi ya author, semoga sukses dengan ceritanya!
~abril(。・ω・。)ノ♡
Gak bisa berhenti baca
khun :3
Dari awal sampai akhir, cerita ini membuatku terkesima. Bagus banget thor 👌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!