Eldric Hugo
Seorang pria penderita myshopobia. Dalam ketakutan akan hidup sebatang kara sebagai jomblo karatan.
Tanpa sengaja ia meniduri seorang pria yang berkerja di club, dan tubuhnya tidak menunjukkan reaksi alergi.
Karina seorang gadis yang memilih untuk menyamar menjadi laki-laki, setelah dia kabur dari orang yang hendak membelinya. Karina di jual oleh ibu yang mengasuhnya selama ini.
Akankan El mengetahui siapa sebenarnya sosok yang bersamanya. Keppoin yuk
Ada dua kisah di sini semua punya porsinya masing-masing.
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu?
Mobil berwarna hitam mengkilap itu baru saja keluar dari mansion, membawa penumpangnya untuk kembali menjalankan rutinitas kerjanya. Karina berjalan masuk, menunduk dengan menggosok gosok kedua pahanya yang terasa kebas. Sudah tiga hari ini Eldric selalu tidur di pangkuannya. Eldric sungguh seperti anak kecil saat bersamanya minta di elus, di suapi. Astaga pria sebesar itu seperti bayi besar yang bermanja padanya.
Berto tersenyum melihat Karina berjalan seperti itu. Ia pun mendekati Karina yang duduk di sofa ruang tamu.
"Apa yang terjadi pada kakimu? apa berat badanmu bertambah?" tanya Berto dengan senyum mengejek. Pria dengan uban yang sudah mulai tumbuh di kepalanya itu duduk di sofa yang berhadapan dengan Karina.
Berto tahu Karina tidak begitu berselera dengan makanan yang ia masak. Mungkin karena ia belum terbiasa dengan masakan Italia seperti selera Eldric, dan juga masakannya sangat memperhatikan kesehatan dan menghitung tiap kalorinya. Berto bahkan pernah memergokinya makan bersama para penjaga dengan nasi padang yang mereka pesan dari luar.
"Paman jangan mengejekku seperti itu," ujar karina dengan bibirnya sudah manyun lima centi.
"Lalu kenapa?"
"Emh ... ini karena Tuan, dia selalu tidur dengan posisi yang aneh sampai pahaku sakit. Paman bayangkan saja kepala seberat itu menindih pahaku sepanjang malam," keluh Karina.
"Mungkin tuan muda merasa nyaman tidur seperti itu."
"Apa masa kecilnya tidak nyaman, sampai harus tidur di pangkuanku setiap malam. Melihat harta yang tuan punya, pasti hidupnya sangat terjamin sejak kecil," ketus Karina, sambil sesekali memijit pahanya.
"Harta tidak menjamin kebahagiaan seseorang Riz. Yang kau lihat saat ini adalah kerja keras tuan muda sendiri, tidak ada campur tangan dari keluarganya. Meskipun keluarga tuan juga sangat kaya, tapi dia tidak mau bergantung pada mereka," ujar Berto menjelaskan.
"Benarkah? tapi kenapa? bukankah Paman pernah bilang kalau tuan adalah anak tunggal?" tanya karina penuh selidik. Sebenarnya ia juga sangat penasaran dengan latar belakang majikannya itu.
Seorang pengusaha besar yang hidup sendirian dalam mansion yang seperti istana. Meskipun begitu banyak penjaga. Namun, Karina bisa melihat kalau pria itu merasa kesepian sama seperti yang ia rasakan.
"Kau akan tahu sendiri suatu saat nanti."
"Ish ... Paman jangan membuat aku penasaran," protes Karina.
"Pikir saja sendiri." Berto bangkit dari duduknya dengan tawa renyah keluar dari mulutnya.
"Paman jawab dulu pertanyaanku."
Karina pun ikut bangkit dari duduknya. Ia berniat mengikuti langkah Berto. Namun, langkahnya terhenti saat ia merasakan sesuatu yang keluar dari area V nya. Karina merasakan basah dan tidak nyaman.
Ia pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Dengan langkah cepat Karina menaiki tangga. Karina masuk ke kamar mandi yang ada dalam kamar. Ia mulai melepaskan celana untuk memeriksa segitiga pengaman miliknya. Benar saja, benda kemerahan itu sudah ada memenuhi pengamannya. Karina berdecak kesal, kemudian ia langsung mencari keberadaan benda penyelamatan di saat seperti ini.
Ia mulai frustasi karena tak kunjung menemukan benda itu. Karina mengacak rambut palsunya hingga membuat benda itu terlepas.
"Kenapa nggak ada sih, kalau sampai bocor gimana?" Keluh Karina pada dirinya sendiri.
Karina termasuk wanita yang sangat deras saat menstruasi. Ia bahkan sampai harus merangkap roti tawar agar tidak tembus, dan sekarang ia tidak punya satupun dari benda putih bersayap itu.
Karina duduk di lantai sambil menghentak- hentakan kakinya sendiri. Kesal, tapi mau bagaimana lagi. Itu semua karena kecerobohannya sendiri.
"Bagaimana aku harus bagaimana? apa aku minta tolong pada paman Berto saat belanja nanti. Tapi bagaimana kalau paman bertanya? ish ... itu sama saja bunuh diri. Bagaimana kalau minta tolong pada salah satu pengawal, pasti mereka mau menolongku. Agh ...tapi memalukan, mereka juga pasti akan bertanya untuk siapa. Kalau saja ponselku tidak rusak aku pasti minta tolong sama Tiwi. Tunggu Tiwi, iya aku minta tolong dia saja." Karina segera memakai rambut palsunya dengan asal kemudian bangkit duduknya. Ia pun segera melangkahkan kakinya keluar kamar.
Dengan cepat Karina menuruni tangga. Ia mengayunkan kakinya menuju dapur. Karina ingin segera menemui Berto.
"Paman Berto!" teriaknya saay melihat Berto merapihkan dapurnya. Pria itu memang selalu ada di sana, entah apa saja yang ia kerjakan.
"Astaga, Riz. Aku tidak tuli kau tidak harus berteriak seperti itu!" keluh berto sambil mengusap telinganya yang terasa berdengung mendengar teriakkan Karina.
Gadis itu menyengir memamerkan jajaran giginya putihnya.
"Kenapa apa kau lapar?" tanya Berto tanpa melihat kearah Karina, ia sibuk menyusun botol yang berisi rempah-rempah kering.
"Apa Paman mau memasakkan sesuatu untukku?" tanya Karina dengan matanya yang berbinar, jujur saja ia masih merasa lapar.
Perutnya tidak puas hanya dengan makan roti gandum dan segelas susu di pagi hari. Kalian pasti tahu, bagi warga negara Indonesia. Belum di sebut makan kalau belum makan nasi. Hidup nasi!
"Tentu, apa yang ingin kau makan," jawab Berto.
"Masakin sambel pete pake nasi panas sama tempe dong Paman," rengek Karina sambil menelan air liurnya.
Berto mengerutkan keningnya, Ia meletakkan kembali botol kaca yabg ada di tangannya. Ia melangkah mendekati Karina yang berdiri tidak jauh darinya.
"Pete? bukankah itu makanan yang bau?" tanya Berto dengan sungguh-sungguh.
Meskipun ia sudah lama di Indonesia akan tetapi Berto belum pernah memasaknya. Ia pernah melihatnya di supermarket market. Namun, ia tidak pernah menyentuhnya.
"Apa Paman pernah memakannya?" Karina balik bertanya pada Berto.
"Aku yang duluan bertanya, jawab dulu."
"Hem ...bau sih, tapi itu adalah kenikmatan yang hakiki. Bagaimana aku menjelaskannya, aku lebih memilih sambal terasi pake Pete dari pada sepiring spaghetti bolognese," jawab Karina dengan mata berbinar, ia benar benar membayangkan sambal itu ada di hadapannya.
"Apa seenak itu?"
Karina mengangguk cepat.
"Apa Paman mau memasaknya untukku?"
"Tidak, makanan yang keluar dari dapurku haruslah makanan sehat. Aku tidak mau memasak sesuatu yang aku belum tahu kadar gizinya!" tegas Berto.
"Itu sangat sehat Paman, itu bisa membahagiakan jiwa dan lambung kita," ujar Karina penuh kesungguhan.
"Kau ada-ada saja." Berto menggelengkan kepalanya, ia pun beranjak dari sisi Karina untuk melanjutkan perkerjaannya.
Seer
Karina merasakan cairan kental itu keluar dari rahimnya. Ia begitu sibuk membicarakan pete sampai tujuan utamanya. Karina meremas ujung kemeja yang dipakainya. Takut, tapi dia juga sangat membutuhkannya.
"Paman, apa aku boleh meminjam ponselmu?" tanya Karina dengan gugup.
"Untuk apa?"
"Aku ingin menghubungi temanku, ada barang milikku yang belum ia kembali dan aku membutuhkannya sekarang," bohongnya pada Berto. Sebenarnya Karina tidak ingin membohongi pria yang sudah begitu baik kepadanya itu. Namun, Karina tidak punya pilihan lain.
"Ini," Berto menyodorkan ponsel miliknya.
Karina menatap pria itu dengan matanya yang berkaca-kaca. Ia sungguh sangat terharu. Karina sangat bersyukur bertemu dengan orang-orang yang sangat baik disekitarnya.
Grep
"Terima kasih Paman." Karina memeluk erat tubuh pria itu.
"Sama-sama, cepat lepaskan aku. Aku harus segera membereskan perkerjaanku," kilah Berto.
Ia sebenarnya hanya tidak ingin mendapatkan masalah karena Karina memeluknya. Mansion ini di penuhi oleh cctv, Berto akan mendapatkan masalah kalau sampai Eldric melihatnya.
Karina segera melerai pelukannya. Ia menyengir kuda, lalu mengambil ponsel yang ada di tangan Berto. Dengan secepat kilat ia mengirimkan pesan pada sahabatnya. Setelah Tiwi membalas pesannya, Karina pun bernafas lega.
"Terima kasih Paman." Karina mengembalikan ponsel milik Berto.
"Apa sudah selesai?"
"Sudah, aku akan menunggunya di depan." Karina segera mengayunkan kakinya keluar mansion, ia memutuskan untuk menunggu Tiwi di gerbang depan.
Setelah cukup lama nunggu akhirnya. Akhirnya sebuah sepeda motor matic berhenti di depan pintu pagar mansion. Karina segera meminta penjaga untuk membuka gerbang.
"Wah, gila jauh banget tau," Keluh Tiwi sembari turun dari motornya. Karina hanya menyengir kuda mendengar ocehan sahabatnya.
Ini rumah apa istana?" Tiwi berdecak kagum kagum melihat bangun megah di hadapannya.
"Ish ... biasa aja kali, mana pesanan aku kamu bawa kan?" tanya Karina dengan tidak sabar. Ia sudah merasa tidak nyaman dengan pengamannya yang terasa becek.
"Kamu tuh, tiba-tiba ngilang. Pindah kos nggak pamit, pindah kerja nggak pamit. Kalau kayak gini aja baru deh hubungi aku. Kami tuh ya, kali ada apa-apa ngomong sama aku. Aku kan sedih nggak ada kamu!" cerocosnya pada Karina.
"Maaf," ucap Karina sendu.
"Kau taukan ponsel aku rusak dan kamu tau juga kenapa aku pindah kost. Sebenarnya aku juga nggak sengaja pindah kerja ke sini, ceritanya panjang. Lain kali aku ceritain ya." Karina menggenggam tangan sahabatnya dengan matanya yang sudah berkaca-kaca. Ia tidak mungkin menceritakan perkerjaannya di mansion ini.
"Em ... jangan gitu dong aku kan jadi ikutan mewek," Protes Tiwi.
Keduanya pun kemudian berpelukan. Tiwi tau pasti apa yang di alami sahabatnya. Namun, ia tidak bisa membantu banyak. Tiwi hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Karina. Keduanya larut dalam haru. Setelah beberapa saat Karina meleraikan pelukannya.
"Maaf ya aku bisa lama, aku harus masuk lagi," ucap Karina sendu, ia sebenarnya masih sangat merindukan sahabatnya itu.
"Iya nggak apa-apa aku ngerti kok, ini roti tawar bersayap kamu. Jangan lupa kabari aku ya, Say."
"Pasti."
Keduanya pun bercipika-cipiki sebelum berpisah. Tiwi kembali naik keatas motornya lagi, sebelum ia melajukan motornya Tiwi melambaikan tangan dan memberikan cium jauh pada sahabatnya. Karina menunggu sampai motor yang di tumpangi sahabatnya benar-benar hilang dari pandangannya. Setelahnya, Karina segera masuk kembali ke mansion.
Semua yang mereka lakukan tidak lepas dari pengawasan Eldric.
Eldric. Pria itu segera pulang dari kantor, meninggalkan rapatnya begitu saja saat melihat sesuatu yang membuat darahnya mendidih. Dengan langkah lebar ia menaiki tangga, menuju sebuah kamar yang bukan miliknya.
"Rizky buka pintunya," teriak Eldric. Ia mengendor pintu kamar Karina dengan keras.
"Tuan ada apa?" tanya Berto, pria itu panik mendengar teriakkan Eldric. Ia pun langsung berlari menemui Tuannya.
"Diam kau!" hardik Eldric.
"Apa aku mengijinkanmu menyentuh milikku tanpa ijin!" ucapnya geram.
Berto langsung menundukkan kepalanya, ia faham kemana arah pembicaraan itu.
"Maafkan saya Tuan," ucap Berto.
"Kau tau aku Berto. Meskipun kau mengasuhku sejak kecil, aku tidak akan semudah itu memaafkan kesalahanmu!"
"Saya akan menerima apapun hukuman dari Anda."
"Bagus, cepat pergi dari hadapanku! aku harus mengurusnya lebih dulu."
"Baik Tuan." Berto segera melangkah pergi, ia tidak ingin membuat Eldric semakin marah.
Semoga Tuan tidak bertindak berlebihan padamu Riz. gumam Berto dalam hatinya.
"Rizky!" panggil Eldric lagi.
Karina yang baru saja selesai membersihkan dirinya di kamar mandi pun segera berlari membuka pintu. Ia begitu terkejut melihat Eldric yang berdiri di depan kamarnya.
"Tuan," sapanya dengan gugup. Eldric terlihat begitu marah.
Eldric mengeraskan rahangnya. Ia langsung mengangkat tubuh Karina, membawanya seperti karung beras di atas bahunya. Kemudian membawa gadis itu ke kamarnya.
"Tuan, tolong turunkan saya."
Seakan-akan tuli, Eldric terus melangkah. Eldric menghempaskan tubuh Karina di atas ranjangnya. Eldric menatapnya tajam dengan matanya yang memerah. Karina memberingsut mundur. Eldric sungguh membuatnya takut.
"Siapa wanita itu? pacarmu?" tanya Eldric.
Karina mengerutkan keningnya. Pacar? siapa yang Eldric tanyakan? Netra Karina melebar. Apakah yang Karina pikirkan itu benar. Eldric cemburu pada Tiwi.
"Kenapa diam saja, siapa wanita itu? cepat jawab!" hardik Eldric.
"Di- dia hanya teman saya Tuan," jawab Karina dengan terbata.
"Teman hem ...teman tidak akan memeluk dan mencium pipimu seperti itu Riz!"
Glek
Karina menelan ludahnya. Bagaimana ia harus menjelaskannya, mereka berdua sahabat baik dan kedua sama-sama perempuan, itu hal yang wajar dan normal di kalangan remaja.
"Kenapa diam Riz."
Eldric mengendurkan dasinya. Ia mengungkung tubuh kecil Karina. Ia menatap dalam dua netra bening yang ada di bawahnya.
"Aku tidak suka barang milikku di sentuh orang lain. Apa kau mengerti maksudku," ucap Eldric dengan menajamkan matanya.
Barang? aku barang bagimu?
Entah kenapa Karina merasa kecewa mendengar Eldric berkata seperti itu.
"Mengerti Tuan."
"Bagus." Eldric turun dari atas Karina.
"Cepat bersihkan tiap inci dirimu, jangan sampai ada bekas temanmu yang menempel di sana. Setelah itu cepat kembali dan temani aku istirahat!" titahnya pada Karina.
Karina mengangguk cepat, ia segera melompat turun dari ranjangnya. Tidak ingin membuat Tuannya semakin marah Karina secepat kilat berlari ke kamarnya.
Eldric mengusap wajahnya kasar. Ia tidak menyangka bisa semarah ini melihat Rizky bersentuhan dengan orang lain. Untungnya Eldric masih berusaha waras untuk tidak bertindak lebih jauh pada Rizky.
Ingat El, dia laki-laki. Cukup dia di sampingmu, jangan menyakiti fisiknya.
El menghembuskan nafas panjang.
"Tetaplah waras El, kendalikan dirimu."