dengan gemetar... Alya berucap, "apakah kamu mau menjadi imam ku?? " akhirnya kata kata itu pun keluar dari lisan Alya yg sejak tadi hanya berdiam membisu.
"hahhh!!! apa!!... kamu ngelamar saya? "ucap afnan kaget
sambil menunjuk jari telunjuknya ke mukanya sendiri.
dengan bibir yg ber gemetar, Alya menjawab" i ii-iya, saya ngelamar kamu, tapi terserah padamu, mau atau tidaknya dgn aku... aku melakukan ini juga terpaksa, nggak ada pilihan.... maaf kalo membuat mu sedikit syokk dgn hal ini"ucap Alya yg akhirnya tidak rerbata bata lagi.
dgn memberanikan diri, afnan menatap mata indah milik Alya, lalu menunduk kembali... karna ketidak kuasa annya memandang mata indah itu...
afnan terdiam sejenak, lalu berkata "tolong lepaskan masker mu, aku mau memandang wajahmu sekali saja"
apakah Alya akan melepaskan masker nya? apakah afnan akan menerima lamaran Alya? tanpa berlama-lama... langsung baca aja kelanjutan cerita nya🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
berdarah dingin.
Shaka Askara Dirgantara berdiri di bawah bayang pepohonan, tubuhnya tertutup hoodie hitam dan masker yang menyamarkan ekspresi dingin di wajahnya.
Tatapannya tajam mengunci rumah kost sederhana di depannya. Informasi dari Roby memastikan satu hal—Nila ada di sana.
“Jadi di sini kau bersembunyi,” gumam Shaka pelan, suaranya nyaris seperti desis angin yang menggugurkan daun.
Langkah kakinya tenang, namun penuh tekad. Tanpa suara, dia menyelinap masuk ke halaman kost.
Dalam sekejap, dia sudah berdiri di depan pintu kamar Nila, menyaksikan gadis itu yang sedang menyisir rambutnya dengan santai, tak menyadari bahaya yang mendekat.
Dengan sapu tangan berisi cairan bius di tangannya, Shaka maju perlahan hingga melepas masker nya dan menampakkan diri di hadapan Nila.
“Hah?! Siapa kamu?!” Nila tersentak ketakutan.
Sebelum sempat ada perlawanan, Shaka bergerak cepat. Tangannya menutup mulut Nila dengan sapu tangan tersebut. Gadis itu memberontak sekuat tenaga, namun tubuhnya lemah tak berdaya dalam hitungan detik.
Tubuh Nila jatuh ke pelukan Shaka yang tetap dingin dan tanpa ekspresi.
“Roby, siapkan mobil. Kita angkat gadis ini sekarang,” perintahnya tanpa emosi. Roby, yang menunggu di dekat mobil, bergerak cepat mengikuti instruksi.
Saat mereka hendak pergi, suara teriakan memecah keheningan malam.
“Hei! Mau kalian bawa ke mana pacar gue?!”
Seorang pria berlari panik ke arah mereka, wajahnya merah oleh amarah dan kepanikan.
Shaka hanya melirik dingin dari balik masker. “Roby, percepat,” ujarnya tegas.
Mesin mobil meraung keras, membawa mereka menjauh dengan kecepatan tinggi. Pria itu berusaha mengejar, namun sia-sia—bayangan mobil yang membawa Nila hilang di kegelapan malam.
Di sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi lampu redup, Nila mulai tersadar dari pengaruh bius. Matanya membelalak saat mendapati dirinya terikat dengan mulut yang dibungkam. Ketakutan menjalari tubuhnya.
Shaka duduk di depannya, tatapan tajamnya membekukan udara di sekitar mereka. Dengan kasar, dia membuka penutup mulut Nila.
“Siapa kamu?! Jangan dekat-dekat!” seru Nila dengan suara gemetar.
Shaka tidak menghiraukan ketakutan itu. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun sorot matanya membara penuh amarah yang dingin.
“Siapa aku bukan urusanmu,” suaranya datar namun menusuk. “Katakan kenapa kau berani mencelakai Alya?”
Nila tersentak, kebingungan terlihat jelas di wajahnya. “A-aku tidak kenal siapa itu Alya! Kau salah orang!” ucapnya tergagap.
Shaka berdecak kesal, tatapannya berubah semakin tajam. “Jangan pura-pura bodoh, Nila. Aku tahu semua tentang dirimu dan apa yang kau rencanakan!”
Tangannya mencengkeram pipi Nila dengan kuat, membuat gadis itu menangis ketakutan.
“Alya nggak pernah salah sama lo, tapi lo berani main kotor!” desis Shaka penuh tekanan.
“Maaf… Aku—aku nggak tahu apa yang kau maksud!” isak Nila berusaha menjelaskan.
Shaka berdiri tegak di ruangan gelap yang berbau lembap. Wajahnya tak menunjukkan belas kasihan sedikit pun.
Tatapannya tajam, menusuk langsung ke arah Nila yang gemetaran di kursi. Tangan gadis itu terikat erat, tubuhnya bergetar di antara tangisan yang tertahan.
"Kamu masih berani berbohong dalam situasi kayak gini?" suara Shaka menggelegar, membuat Nila tersentak.
"Si...siapa kamu? Tolong jangan apa-apain aku. Aku nggak salah apa-apa!" serunya dengan nada panik.
"Suuttt, jangan banyak bacot!" Shaka mendesis tajam. "Kalau nggak mau diam, kamu akan bernasib sama seperti orang ini."
Dengan gerakan lambat, Shaka menyodorkan pemandangan yang membuat Nila nyaris kehilangan akal- mayat seseorang yang dulu pernah dia suruh untuk mencelakai Alya, kini tergeletak tak bernyawa. Tubuhnya sudah tidak utuh lagi.
"Ti...tidakkk...!!" jerit Nila parau. Air mata berderai di pipinya. "Tolong... maafkan aku... tolong..."
Shaka hanya mendengus dingin. "Roby, jauhkan mayat busuk itu. Buang ke tempat pembuangan sampah," ucapnya dengan nada tak berperasaan.
"Siap, Bos." Roby segera memerintahkan anak buah untuk menyingkirkan mayat itu tanpa ragu.
Shaka kembali mendekat, wajahnya tak berjarak dari Nila. Jari-jarinya menyentuh wajah gadis itu dengan tekanan dingin yang penuh intimidasi. Mata Nila menatapnya penuh teror.
"Kamu penasaran kan siapa aku?" bisik Shaka lirih dengan tatapan tajam. "Kasih tahu nggak ya?"
Nila tak sanggup menjawab, tubuhnya kaku.
"Jawab pertanyaan gue sekarang!" bentaknya tiba-tiba, memecah keheningan ruangan. "Kenapa lo berani nyakitin Alya?!"
"A-aku..." suara Nila tercekat di tenggorokan. "Aku dendam sama Alya..." akhirnya dia mengaku, suaranya bergetar.
"Dendam?! Beraninya lo!" Shaka berteriak, menendang kursi yang diduduki Nila hingga terjatuh ke lantai. Gadis itu meringis kesakitan, tubuhnya lunglai.
"Tolong... Ampuni aku... Aku rela lakuin apa pun asal kamu bebaskan aku," isaknya memohon.
Shaka mencibir dingin. "Lo keterlaluan. Lo bakal kena akibatnya," desisnya penuh ancaman.
Dia berbalik, bersiap meninggalkan ruangan, namun sebelum melangkah keluar, dia menoleh ke anak buahnya.
"Awasi dia. Jangan sampai ada yang sentuh dia atau bikin lecet seujung kuku pun," perintah Shaka tegas. "Buat dia tahu apa artinya takut."
"Baik, Bos!" jawab mereka serentak.
Tanpa menoleh lagi, Shaka berjalan meninggalkan ruangan, menyisakan Nila dalam penyesalan dan ketakutan yang mendalam. Bagi Shaka, ini baru awal dari hukuman yang pantas untuk pengkhianatan.
baper