Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Aktivitas panas antara Bella dan Wendi terjadi selama lebih dari 2 jam. Keduanya sama-sama mengejar kenikmatan bagaikan orang yang kesetanan, tanpa memikirkan dimana mereka tengah berada sekarang. Tubuh Bella seakan mau remuk redam bahkan untuk bangkit dari duduknya terasa melelahkan sekali.
Usai Wendi memakai pakaiannya kembali barulah membantu Bella untuk memakai pakaian. Sungguh telaten dan penuh kasih sayang Wendi memperlakukan Bella, hanya saja mata dan hati Bella hanya tertuju pada Silas saja.
"Sampai kapan hubungan kita hanya sebatas mengeluarkan kenikmatan saja, Bella?" Tanya Wendi disaat setiap jari-jemari tangannya sibuk memasang kancing piyama yang Bella kenakan.
Bella tidak menjawab apapun, hanya diam merasakan miliknya dibawah sana yang penuh karena cairan yang Wendi keluarkan. Setiap kali mereka habis bercinta pasti Wendi akan bertanya tentang hubungan mereka. Dan tetap saja lagi dan lagi Bella tidak bisa menjawab dengan sejujurnya.
"Disaat kau butuh aku untuk mendapatkan pelepasan, kita bisa bertemu kapanpun. Hanya saja jangan sesekali menemui aku disini, aku tidak mau Silas curiga." Hanya itu yang Bella katakan, menepis tangan Wendi yang memegang tangannya.
Wendi hanya bisa menghela napas panjang saja, semakin lama hubungan mereka tidak pernah bisa berubah hanya dari sekedar saling melampiaskan hasrat. Wendi sangat ingin Bella meninggalkan Silas lalu hidup berdua dengannya, memangnya Silas itu terlalu sempurna hingga Bella selalu mendambakan pernikahan yang bahagia.
"Pergilah, cepat. Aku tidak mau ada yang memergoki kita nanti," Ucap Bella mendorong Wendi untuk keluar dari gudang, tidak ada yang tahu nasib buruk bisa menyerang kapanpun bukan.
"Tuan Silas tidak akan curiga, aku juga sering menginap disini." Wendi enggan pulang karena sudah pukul 04:00 pagi, toh pun jam 07:30 nanti menjemput Silas juga.
Bella semakin panik, ia tidak mau Wendi lebih lama lagi disekitarnya. "Apa kau mau menghancurkan pernikahan ku dengan Silas malam ini?"
Kedua alis Wendi mengkerut, ia menggelengkan kepala cepat sebagai jawaban. "Sebaiknya kau segera pergi, aku tidak mau Silas berpikir yang tidak tidak lalu dia_"
"Kau berlebihan, Bella. Ingatlah sekalipun kau bercinta dengan pria lain didepan Silas... pria itu tidak akan cemburu."
"Berhenti merasa paling penting dikehidupan Silas, sadarlah.. bahkan bekas cairanku masih menetes di dalam liang milikmu itu." Sambungnya, sungguh ketus nada Wendi kali ini.
Tidak mau mendengar apa yang Bella katakan, hanya malah mendengar tentang kata kata menyakitkan atau bahkan tuduhan. Wendi berlalu keluar meninggalkan Bella untuk menuju halaman depan, dimana tempat security berada.
Bella terduduk di lantai memegang dadanya yang berdebar kencang, air mata Bella jatuh tanpa diminta. Setiap kata-kata Wendi tadi sangat menyakitkan dan itulah faktanya, Bella terlalu menganggap serius pernikahan sementara ini.
"Huh... jangan sampai Wendi sering bertemu dengan Kiara, semua bisa kacau!" Bella menghela napas berat mengingat puing-puing masa lalu yang terjadi.
Tiba-tiba saja Bella teringat dengan sesuatu hal yaitu jika sempat Wendi nekad tetap menginap. Langsung Bella berlari mengejar Wendi sayangnya sudah tidak ada siapapun di sekitar Mansion.
"Jangan sampai dia menginap lalu bertemu dengan Kiara, jangan sampai!" Bella berlari mencari keberadaan Wendi, bagaimana pun Bella merasa harus menemukan pria tersebut.
Dari kejauhan Bella mendengar Wendi bersiul dihalaman depan sembari menghisap batang rokok. Jangan sampai ketahuan Bella bersembunyi di area pohon hias, ia lega karena setidaknya Wendi tidak berada diarea dalam Mansion. Kemungkinan bertemu dengan Kiara akan sulit, Bella harus menghindari pertemuan Kiara dengan Wendi.
~
Tok.. Tok..
Alana yang tengah memakai lipstik sampai terkejut, ia menoleh kearah pintu kamar dengan bibir cemberut. Sudah pasti pelakunya adalah Silas, pria yang selalu menganggu ketenangan hidup Alana.
"Kau yakin mau menemani Kiara hari ini?" Kemungkinan sudah lebih dari dua kali Silas bertanya tentang hal yang sama.
Silas hanya tidak mau Alana merasa terbebani dengan anak yang sama sekali bukan tanggungjawabnya. Masalah Kiara marah atau apapun bisa Silas urus sendiri, tidak perlu Alana berkorban seperti itu.
"Silas, aku yakin! Berhenti bertanya terus, kau menyebalkan!" Kembali Alana membelakangi Silas yang malah berkacak pinggang saja karena omelannya.
Mungkin hanya Alana sajalah satu-satunya wanita yang mendapatkan kesabaran besar dari Silas. Terkadang Silas heran dengan diri sendiri jika sudah menghadapi Alana, mendadak menjadi manusia yang sabaran dan mudah mengalah.
"Kau memakai lipstik terlalu menor," Ucap Silas asal disaat Alana sendiri sudah merasa cantik. "Kau mau memamerkan keindahan bibirmu dengan siapa disana?" Malah Silas mencurigai sekarang.
Alana tetap bodoamat, malah semakin menambah hiasannya. Memakai maskara hingga bulu matanya lebih terlihat lentik, lalu mengambil parfume kesayangannya. Menyemprotkan hampir keseluruh tubuh berulang-ulang kali sampai wangi dari Alana semakin tercium.
"Cukup, Alana.." Silas merebut parfume tersebut dari tangan Alana, menatap tajam hingga Alana menyudahi semuanya. "Kau hanya menemani Kiara acara di sekolahnya, bukan kontes ajang kecantikan."
"Kau selalu ikut campur!" Alana kesal sekali, ia menepis tangannya yang digenggam oleh Silas tadi. "Aku akan bersenang-senang hari ini, setidaknya selama seharian aku tidak akan melihat wajah manusia yang sangat menyebalkan." Ucap Alana asal, ia melirik kearah Silas yang tersenyum tipis.
"Kau akan merindukan suamimu ini nanti, Alana.."
"Apa? aku merindukan dirimu? ck, tidak akan!" Bantah Alana cepat, ia memakai flatshoes dengan sedikit terburu-buru karena pastinya Kiara sudah menunggu.
Disaat Alana ingin melangkah keluar kamar malah Silas menarik tangannya. Hingga tubuh Alana yang tidak seimbang menabrak area dada Silas, ia terkejut karena tindakan tiba-tiba tersebut.
"Morning kiss, sayang.." Silas mulai mengecup bibir Alana, dan juga melakukan lumatan bibir yang cukup menuntut.
Alana yang masih terkejut bingung harus apa, tapi lama-lama ia pasrah saja membalas lumatan bibir Silas.
"Cukup!" Alana mendorong dada Silas, ia menatap tidak suka pria yang selalu suka mesum padanya itu.
Jari telunjuk Silas memegang bibir Alana yang basah akibat ulahnya, tersenyum puas karna lipstik menor yang Alana gunakan tadi telah hilang akibat lumatan bibirnya.
"Aku tidak mau ada pria yang menatap kagum pada bibir indahmu nanti, sayang. Cukup aku dan hanya aku yang boleh merasakannya, mengerti?"