Abigail, seorang murid Sekolah Menengah Atas yang berprestasi dan sering mendapat banyak penghargaan ternyata menyimpan luka dan trauma karena di tinggal meninggal dunia oleh mantan kekasihnya, Matthew. Cowok berprestasi yang sama-sama mengukir kebahagiaan paling besar di hidup Abigail.
Kematian dan proses penyembuhan kesedihan yang tak mudah, tak menyurutkan dirinya untuk menorehkan prestasinya di bidang akademik, yang membuatnya di sukai hingga berpacaran dengan Justin cowok berandal yang ternyata toxic dan manipulatif.
Bukan melihat dirinya sebagai pasangan, tapi menjadikan kisahnya sebagai gambaran trauma, luka dan air mata yang terus "membunuh" dirinya. Lalu, bagaimana akhir cerita cinta keduanya?
© toxic love
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Lita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Duri Dalam Daging
"Berarti selama ini, Justin sudah banyak melakukan kebohongan publik?" tanya Anya. Ia masih tidak percaya bahwa Justin ternyata memiliki sifat yang sekasar itu. Itu jika memang benar-benar sampai main fisik.
"Aku tidak tahu. Tunggu saja besok kita bertemu Abigail!" kata Renata dalam panggilan suaranya.
"Hm, aku tadi mau mencoba telepon Yeon, tetapi tidak aktif." keluh Anya. Ia terdengar sangat tidak sabar untuk mendengar penjelasan versi Yeon. Namun, jauh di lubuk hatinya, Anya lebih mempercayai hatinya yang memilih untuk mencintai Justin, meskipun ia tidak bisa memilikinya.
Anya kembali berpikir. "Justin benar-benar melakukan kekerasan kepada Abigail? Ah, masa iya sih? Tidak mungkin, tetapi fotonya terlihat sangat nyata!"
O0O
Selepas pulang dari danau, hampir seluruh badan Abigail basah karena berenang. Untunglah ia bisa berenang. Sisa-sisanya, hanya jaket dan rok yang sempat ia lepas tadi.
Sesampainya di teras rumah, Abigail terkejut melihat Clara dan ibunya sedang merapikan gaun dan dress yang mungkin akan mereka bawa ke butik.
"Lho, gaun sama dress-nya mau dibawa ke mana?" tanya Abigail.
"Ke butik," jawab Clara sebelum ia menoleh ke arah Abigail. Saat menoleh, ia terkejut melihat tubuh Abigail yang basah dari atas sampai bawah.
"Kamu berenang di mana, kok basah bajunya?" tanya Clara.
Abigail terdiam sejenak. Kemudian, Eliza keluar dari rumah untuk membantu Clara memindahkan barang-barangnya ke mobil sewaan yang dilengkapi supir. Soalnya barangnya banyak, kata Clara. Semua dress dan gaun ini akan lebih elegan dan cantik jika dipajang di butik. Ia juga berpikir bahwa orang-orang akan tertarik datang ke butik, bukan ke rumahnya yang berantakan dengan alat menjahit.
"Iya Abi, baju mu basah!" sambung Eliza.
Abigail gugup sejenak, sebelum akhirnya menjawab dengan lantang, "Iya, tadi Abi berenang di danau, soalnya Abi mau mengambil buku ini. Buku ini jatuh ke danau. Buku pemberian dari Matthew yang isinya foto Ayah sama Ibu. Ada foto Matthew juga sama Yeon, Kak Clara, dan semuanya. Aku pernah bilang kalau buku ini bebas jika ada yang mau menulis di sini."
"Sayang banget kalau hilang, soalnya sudah banyak banget kenangannya!" kata Abigail lagi. Ia seolah menyembunyikan pernyataan bahwa Justin tadi sempat membuang buku kesayangannya ini.
"Ya sudah kalau begitu, cepat mandi. Ibu sama kakakmu mau memindahkan barang dulu!" perintah Eliza.
Setelah itu, Abigail bergegas membersihkan diri sebelum ia memasak dan tidur di malam harinya. Ia memasak makan malam untuk ibu dan kakaknya.
Setelah tugasnya selesai, ia merenung sebentar, berpikir, dan mengingat apakah ini adalah gambaran cinta yang diberikan Justin untuknya?
Abigail menutup pintu kamarnya. Ia tidak ingin ada orang lain yang mendengar isak tangisnya, karena ia sedang menangisi buku kesayangannya. Setelah itu, baru Abigail melepaskan lembaran kertas yang menempel, yang menyatakan bahwa bukunya selalu baik-baik saja.
"Ini foto Ibu, Ayah, Kak Clara sama aku, dan ini sisanya foto Matthew sama Yeon!" Meskipun bukunya mengalami beberapa lembaran kerusakan di setiap halamannya, ia tetap senang karena bukunya berhasil selamat.
"Matthew, aku bertemu Justin yang wajahnya mirip kamu. Ia sama seperti kamu, sangat mencintai aku."
Hingga tengah malam, setelah makan dan beberapa kegiatan bersama keluarganya, Abigail memilih untuk mengurung diri di kamarnya.
"Abi, kamu sudah makan?" tanya Clara dari balik pintu yang tertutup.
"Sudah, Kak!" jawabnya singkat, bukan bermaksud mengusir Clara.
O0O
Keesokan paginya, Abigail berangkat ke sekolah tanpa ditemani Yeon lagi. Berminggu-minggu mereka tidak terlihat bersama. Berminggu-minggu pula, sahabat dekat yang saling menjaga satu sama lain itu terlihat seperti orang yang saling tidak mengenal.
Apa yang terjadi dengan keduanya?
Sampai di koridor sekolah, Abigail mengenakan aksesoris terbaiknya, pita untuk menyangga rambutnya agar tidak berantakan. Pada saat itu juga, Justin datang untuk melepaskan aksesorisnya.
"Abigail, ikut aku!" Ia menarik tangan Abigail dengan kasar. Pada saat itu juga, Renata, Anya, dan Erika datang di belakangnya, membuntutinya.
"Kamu tahu siapa yang lebih populer," kata Anya dengan acuh. "Oke, akan kujawab! Sekarang, aku yang akan menangani perihal ini!"
"Abigail," Anya tercekat di ujung koridor. Di sana ada Anya
"Abigail," Anya tercekat di ujung koridor. Di sana, Anya dan yang lainnya sedang merekam perbuatan mereka berdua. "Buka pitanya. Kamu itu tidak cantik, kalau bukan karena pintar, kamu tidak akan menarik!"
"Kamu tidak suka aku pakai aksesoris atau hiasan karena kamu takut ada orang yang melirik aku?" Justin tampak acuh.
"Kamu itu jelek. Tidak usah kegeeran!" kata Justin lagi. Anya yang sedang merekam langsung terdiam. "Owh, waw!"
"Biasa saja, tidak sih?" kata Erika. "Kan kamu tahu sendiri Justin itu, dari auranya saja sudah badboy banget. Nakal!"
"Tetapi, kalau sampai melakukan kekerasan itu kan tidak etis banget!" sambung Renata. "Aku saja yang jarang sekali bergabung dengan kalian, sampai mengorek-ngorek kehidupan Justin. Tetapi, begitu tahu. Uwaw, damn it!"
"Iya sih, tidak etis!"
"Mana buku yang semalam?" tanya Justin. Ia teringat bahwa Abigail masih menyimpan buku itu.
"Ada. Kamu mau?" jawab Abigail apa adanya. Ia mencari buku itu di tasnya. Tetapi, Justin justru lebih dulu teralihkan oleh tas milik Abigail. Tas yang biasa ia bawa ke sekolah.
"Love?" tanya Justin. Abigail menunduk.
"Ini tas pemberian dari—" Sebelum Abigail selesai bicara, tasnya ditarik oleh Justin. Ia menarik tas itu dengan paksa, mengambil semua barang di dalamnya.
"Dari Matthew?" tebak Justin. Abigail kembali mengangguk.
"Kamu keras kepala ya?" sahut Justin datar. Ia melayangkan tangannya untuk memukul Abigail, hampir mengenai matanya.
O0O
"Ada yang memegang akun privatnya Damian di Instagram? Kok namanya, atas nama Justin?" Aurel, perempuan yang selama ini dekat dengan Justin, membawa tas kesayangannya. Dengan pakaian minim, ia bertemu teman-temannya di kafe tempat mereka biasa bertemu.
"Justin Damian Alexandra. Cowok itu bikin masalah terus. Bagaimana kita bisa mengelak kalau buah hatinya John hampir terseret ke penjara karena banyak kasus berbeda. Tidak jauh berbeda dengan bapaknya, pemilik pabrik narkoba." Arga, rekan sekaligus sahabat dekat Aurel, menyahut.
"Akun Instagram privat!"
"Milik si Damian, isinya paling cuma mention dari akun gosip saja, yang membahas soal dirinya hampir terseret ke penjara!"
"Kalian ya!" bentak Aurel. Ia duduk berdampingan dengan Arga dan Michael, dua teman laki-lakinya. Mereka mengobrol gosip tentang sikap Justin yang berubah setelah kembali tinggal serumah dengan neneknya yang kejam dan juga ayahnya.
"Damian itu berulah terus. Tetapi, kalau user Justin, ia jauh lebih baik karena sikapnya lebih dingin. Definisi pengen dilihat baiknya saja!"
"Heh, kalian ya berteman tetapi bermuka dua!" pekik Aurel kesal.