Selama 10 tahun lamanya, Pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni mantan kekasih yang belakangan ini membuat masalah rumah tangganya jadi semakin pelik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#3•
#3
Dari kursi nyaman yang ia duduki, Adhis menatap langit jingga yang kini tengah memayungi Yogyakarta. Kehidupannya sangat sempurna, bergelimang materi yang jumlahnya tak sedikit. Sementara latar belakang keluarganya masih tergolong dalam Keluarga dengan strata sosial tinggi di Yogyakarta.
Seminggu berlalu sudah, sekuat tenaga Adhis menahan perasaannya, dan memang Adhis akui, Raka begitu lihai menyembunyikan sandiwaranya. Dengan menggunakan alasan jaga malam di Rumah Sakit, Raka kerap pergi disaat hari mulai larut.
Seminggu ini, ketika Raka berpamitan, Adhis nyaris tak bisa membedakan, apakah Raka benar-benar pergi ke Rumah Sakit, atau pergi menemui wanita itu dan anaknya. Sungguh Adhis belum sanggup membayangkan kemungkinan tersebut.
Tok
Tok
Tok
Setelah mengetuk pintu, Pria muda itu menyodorkan laporan yang berhasil ia kumpulkan selama seminggu belakangan ini.
“Katakan! aku siap mendengarnya.” Suara Adhis terdengar datar, namun ia harus bersiap, jika bukan sekarang, harus kapan lagi?
“Apa Ibu yakin?” tanya Yoga
Adhis mengangguk yakin. “Namanya Anggita Jelita, usianya baru 25 tahun ketika mereka menikah secara siri. Hingga saat ini belum tercatat, karena tidak ada izin dari Anda selaku istri pertama.”
Buliran bening itu meluncur begitu saja, pandai sekali Raka bermain peran, hingga selama bertahun-tahun. Berhasil mengelabui istri yang katanya satu-satunya wanita yang ia cinta. “Sudah berapa lama?”
“Menikah di Garut, 4 tahun yang lalu.”
4 tahun yang lalu??
Tiba-tiba kilasan memori kembali melintas, 4 tahun yang lalu, Raka minta izin ada tugas di Garut selama satu minggu. Dan selama satu minggu pula, Raka sulit dihubungi, bahkan pesan singkat Adhis pun terabaikan.
Yoga terdiam, ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya, ketika melihat Adhis menelungkupkan wajahnya di atas meja. Ia sangat tahu bagaimana kesakitan yang kini dialami sang atasan, karena Ibunya pun pernah mengalami hal serupa. Hingga akhirnya memilih berpisah, dan membesarkan Yoga seorang diri, karena tak sanggup dimadu.
“Bu, Anda baik-baik saja?” tanya Yoga prihatin.
Masih dengan posisi menelungkup, Adhis menggeleng, ia memang tak baik-baik saja, tapi protes pun tak sanggup, karena ia sadar diri dengan kekurangan yang ada pada dirinya.
“Lanjutkan.” Dengan perasaan yang masih tercabik-cabik Adhis kembali mengangkat wajahnya.
“Anak pertama mereka berjenis kelamin perempuan, berusia 3 tahun … “
“Apakah Ayah dan Ibu mertuaku tahu tentang ini?”
Yoga mengangguk, “Ketika Nona Anggita mulai hamil, Bu Dewi membeli rumah yang berada tepat di depan rumah yang beliau tempati. Sebagai ungkapan rasa bahagianya, sekaligus ingin melihat dari dekat tumbuh kembang janin yang ada dalam kandungan Nona Anggita.” Yoga mengakhiri penjelasannya.
“Pergilah, terima kasih atas penjelasannya.” Adhis meminta Yoga meninggalkannya seorang diri. “Selanjutnya, aku akan membaca langsung hasil pencarianmu.”
Namun kenyataan itu tak sesuai dengan keadaan, karena kedua tangan Adhis gemetar tak sanggup melihat isi dari amplop yang berada di hadapannya.
Tapi kemudian sekuat tenaga ia memberanikan diri melihat isi dari amplop tersebut. Namun sekuat dan setegar apapun perasaan seorang wanita, pastilah ia tak akan sanggup menghadapi kenyataan bahwa suaminya telah mendua.
Itulah yang Adhis rasakan saat ini, cinta yang sering Raka dengungkan, rindu yang sering ia ungkapkan, serta hasrat yang seolah tak pernah terpuaskan, kini berbanding terbalik dengan fakta yang terhampar dihadapannya.
Adhis tak sanggup melihat foto-foto tersebut, foto dimana Raka tersenyum lepas bersama keluarga barunya, istri serta anak mereka. Adhis tak rela, walau hanya berbagi senyuman Raka, tapi kenyataannya Raka bukan hanya membagi senyumannya, ia bahkan sudah berbagi peluh dengan wanita itu, kurang sakit apalagi hatinya.
Adhis membereskan foto-foto yang berserakan diatas meja kerjanya, kemudian memasukkan kembali ke tempatnya semula.
“Yoga, mana kunci mobilmu?” Akhirnya Adhis memutuskan keluar, ia ingin melihat dari dekat, apakah benar hasil temuan Yoga.
Yoga menggulirkan kunci mobilnya, begitu pula Adhis, “hari ini, aku pinjam mobilmu, kamu pakailah mobilku.”
“Baik, Bu.”