Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Kemana Aronio?
Kazuya bergerak gelisah disela tidurnya. Tubuhnya berkeringat dingin, panas suhu tubuhnya semakin menjadi. Ia menarik selimut, merapatkan tangan lalu memeluk tubuhnya sendiri. Matanya terbuka perlahan, terbangun karena ketidaknyamanan itu.
"Mas Iyoooo..." Lirihnya pelan. Namun tidak ada balasan. Kazuya ingin membuka selimut, melihat sekeliling dengan leluasa. Namun, tubuh lemahnya tidak berdaya.
"Mass Iyooo." Panggilnya lagi, kini terdengar lebih bersuara. Menggerakkan segala kemampuannya untuk memanggil sang kekasih.
Mungkin Aronio tertidur atau tidak mendengar suaranya. Batin Kazuya meyakinkan diri. Lagipula tubuhnya belum sanggup untuk bangkit mencari Aronio tersebut. Akibat dingin tubuhnya, Kazuya kembali menggulung diri kedalam selimut. Berpegang erat sambil meracau tak jelas. Ia tak tenang, perasaan gelisah itu muncul kembali. Hal yang biasa ia rasakan jika panik itu kembali menyerang dalam kondisi sunyi tidak ada yang mendampinginya.
Karena perasaan itu menggerogoti tubuhnya, berusaha keras Kazuya mengeluarkan kepala dari selimut untuk mencari keberadaan Aronio. Mengira lelaki tersebut masih ada di kamarnya. Setidaknya ia melihat sosok tersebut, perasaan gelisah itu akan perlahan tenang dan mereda. Karena ia merasa aman jika ada seseorang didekatnya.
"Mas Nio.. mas tidu—r?" Ucapnya disela-sela menggigilnya tubuh mungil tersebut. Apalagi kepala tersebut kini tidak terbungkus selimut, suhu ruang menerpa wajahnya. Dilihatnya sekeliling kamar sosok lelaki tersebut tidak ada. Di sofa samping tempat tidur pun tidak terlihat tanda-tanda seseorang habis menempatinya.
"Mas Nio di luar, ya?" Teriak Kazuya. Tubuhnya semakin panik karena merasa kesunyian dan tidak ada orang didekatnya.
"Iyaaa! Mas Nio di luar," rapalnya menyakinkan hatinya agar tidak semakin gelisah. "Mungkin ketiduran di sofa depan telivisi." Gumannya lagi.
Berusaha keras menyakinkan diri, apalagi keadaan tubuhnya yang semakin menggigil. Kazuya kembali masuk kedalam selimut, membungkus diri berharap mengurangi rasa dingin dan gelisah itu. Beberapa menit posisi itu bertahan, kembali ia melepaskan diri dari bungkusan tersebut. Hatinya tidak tenang dan akan terus gelisah bahkan semakin menjadi jika tidak melihat secara langsung dengan mata kepalanya ada orang disekitarnya.
Berusaha keras ia bangkit dari tempat tidur. Berdiri dengan perlahan karena pening masih menerpa kepalanya. Tubuhnya masih ia bungkus dengan selimut tebal itu. Kakinya alasi dengan sendal bulu berwarna coklat, berharap dapat mengurangi dinginnya lantai.
Dibukanya pintu kamar, melongokkan kepala melihat sekeliling ruangan. "Mas nioo." Panggilnya lagi.
Namun nihil. Tak ada balasan dari panggilannya itu, dan juga sekeliling matanya mencari tidak ada Aronio di apartemennya. Tubuhnya semakin bergetar panik. Kazuya benci dirinya sendiri jika kepanikan itu menyerang.
Merasa dirinya begitu lemah dan ketergantungan dengan orang lain.
Berjalan terseok-seok kembali menuju kamar. Tubuhnya yang terbungkus selimut itu tidak kembali berbaring, ia duduk sambil memeluk tubuhnya sendiri. Matanya tidak sengaja melihat nakas di samping tidur. Melihat sudah tersedia makanan sudah disajikan siap makan, dan obat disampingnya. Bahkan Kazuya melihat obat sakral yang ia sangat hindari untuk meminumnya—karena jika obat itu siap di minum berarti kondisinya sedang tidak baik-baik saja.
"Mas Nio masih pulang sebentar, ya? Ganti baju dan mandi bersih-bersih." Monolog sendiri. Ada keyakinan besar ketika ia mengucapkan hal tersebut.
Dengan paksaan diri yang sudah ia yakin kan, bergeraklah tubuh ke arah nakas tempat makanan dan obat-obatan itu berada. Tubuh lemahnya ini harus diberi asupan agar bisa membaik dan ia segera minum obat. Tangannya bergerak untuk mengambil piring nasi yang tersedia. Namun, gerakan itu berhenti. Kazuya salah fokus melihat 2 porsi makanan.
"Berarti mas Nio belum makan juga? Iyaa! Berarti mas Nio pulang sebentar untuk bebersih. Aku tunggu mas Nio biar makan bareng." Gumannya. Sangat yakin dengan pikirannya tersebut. Ia mengurungkan niat untuk makan sekarang.
Tubuhnya kembali ke atas kasur. Karena merasa lemas dan menggigil yang belum berkurang. Kazuya duduk diatas kasur, dengan posisi tubuh yang masih terbungkus selimut. Matanya melamun menatap kosong kearah obatan disampingnya. Ia yakin Aronio akan kembali dan hanya pergi sebentar.
Detik berubah menjadi menit, menit berjalan begitu cepat, berganti dengan jam. Kazuya masih dalam posisinya, namun Aronio belum ada tanda-tanda untuk datang. Tubuhnya semakin tidak baik-baik, suhunya semakin panas, namun ia semakin merasa dingin.
"Mas Nioooo." Lirihnya terlihat menyedihkan. Meskipun berusaha keras ia menahan tangisan. Perlahan air itu jatuh juga dari pelupuk matanya.
"Dingin masss," Racaunya lagi. "Mas iyoo dimana? Kapan dateng? Yayaaa takutt."
Ini yang paling Kazuya takutkan, perasaan panik yang menyerang dirinya secara bertubi-tubi. Ntah! Berulang kali ia berusaha menetralkan pikiran, menenangkan perasaan, meng sugesti dirinya bahwa baik-baik saja, tidak ada hal yang mengerikan terjadi. Namun percuma. Jika ia melihat sekeliling dirinya tidak ada orang tetap saja ketakutan itu semakin menjadikan.
Jantungnya mendadak berpacu kencang. Dengan tubuh menggigil ia kembali bangkit dari kasur mencari keberadaan handphonenya. Ia harus menghubungi seseorang segera jika tidak ingin kondisi semakin buruk.
Tubuhnya gemetar, tangannya bergerak yak karuan berusaha mengambil handphone di nakas itu.
Pranggggg!!
Suara piring terjatuh. Tangannya tidak sengaja menyenggol piring berisi makanan tersebut.
"AAAAAAAAAA," teriaknya langsung menutup telinganya dengan kedua tangan.
"Masss Iyoooooo." Tangisnya pecah. Setelah mendapatkan handphone berusaha keras ia mengotak-atik untuk menghubungi seseorang.
Nomer yang dihubungi Aronio, tentu karena panggilan teratas lelaki tersebut. Panggilan itu tersambung, namun tidak terangkat.
Kazuya berusaha kembali menghubungi, dua kali, tidak terangkat, tiga kali masih sama. "Yayaaa takutt mas, dinginnnnn." Gumannya disela tangisan. "Mas iyoo dimana? Di jalan ya?"
Berkali-kali pun ia melakukan panggilan hasilnya tetap sama. Tidak diangkat. Berusaha payah, Kazuya mengetikan pesan ke Aronio.
To Mas Iyooo
Mqas Yaya tgakutt
Dingoiin
Mas dimana?
Yaya nungguin mas
Bahkan ketikan pesan tersebut tidak jelas, dikarena tangan yang terus bergetar hebat.
•••
"Aronio kamu datang." Suara itu terdengar begitu semangat dan ceria. Menyambut lelaki yang sedari tadi ia tunggu kedatangannya.
Dirinya sangat yakin, sosok lelaki tersebut tidak akan mengabaikannya.
"Iyaaaa, Livia," suara lembut Aronio mengalun "kamu baik-baik aja?" Ada nada khawatir yang terdengar ketika Aronio berkata.
"Kondisi aku nggak baik Aronio," suara kini tak semangat ketika menyambut kedatangan Aronio. Terdengar melemah seperti orang kesakitan. Ntah benar nyatanya atau dibuat-buat.
"Aku bawakan makanan dan buah, ayo kembali ke dalam. Angin malam tidak baik untuk kondisi kamu." Aronio menuntun perempuan tersebut dengan hati-hati. Berjalan masuk melewati lobi hotel menuju kamar yang telah di pesan perempuan tersebut.
Iyaa!!! Lelaki tersebut kini berada di hotel bersama perempuan lain.
......................
Awas aja yah, kalau sampe Yaya kenapa-kenapa...
ada-ada saja nih Aronio