Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan, hiduplah Kirana, gadis cantik, cerdas, dan mahir bela diri. Suatu hari, ia menemukan seorang pemuda terluka di tepi sungai dan membawanya ke rumah Kakek Sapto, sang guru silat.
Pemuda itu adalah Satria Nugroho, pewaris keluarga pengusaha ternama di Jakarta yang menjadi target kejahatan. Dalam perawatan Kirana, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, setelah sembuh, Satria kembali ke Jakarta, meninggalkan kenangan di hati Kirana.
Bertahun-tahun kemudian, Kirana merantau ke Jakarta dan tak disangka bertemu kembali dengan Satria yang kini sudah dijodohkan demi bisnis keluarganya. Akankah mereka bisa memperjuangkan cinta mereka, atau justru takdir berkata lain?
Sebuah kisah takdir, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh waktu, hadir dalam novel ini! ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Wayan Adi Sudiatmika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Percobaan Pelecehan
Dalam perjalanan pulang, motor yang dikendarai Daniel tiba-tiba berbelok ke arah tepi hutan. Jalanan yang semula sudah sepi kini berubah menjadi lebih sepi seperti dunia lain yang terpisah dari kehidupan.
Rimbunnya pepohonan menutupi cahaya matahari siang menjelang sore ini dan menciptakan bayangan-bayangan panjang yang terasa menyeramkan. Suara dedaunan yang tertiup angin terdengar seperti bisikan-bisikan misterius seolah alam sendiri sedang memperingatkan Susi.
Susi yang duduk di belakang Daniel sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dadanya mulai berdebar-debar dan detak jantungnya semakin kencang seperti drum yang dipukul tanpa henti. Perasaan was-was yang sebelumnya hanya samar-samar kini semakin kuat seperti awan gelap yang menggantung di atas kepalanya. Susi mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja tapi nalurinya berkata lain.
“Kenapa belok ke sini? Ini bukan jalan pulang…,” pikir Susi dengan matanya yang terus memandang sekeliling dengan waspada. Hutan itu terlalu sepi dan terlalu terpencil. Dia tidak suka ini.... tidak suka sama sekali.
“Daniel… kenapa kita belok ke sini? Ini bukan jalan pulang…,” ujar Susi dengan suaranya yang berusaha tenang meskipun hatinya sudah mulai gelisah. Susi berharap jawaban Daniel bisa menenangkannya.
Tapi ada sesuatu dalam nada suara Daniel yang membuatnya semakin tidak nyaman. Daniel hanya tersenyum tapi senyumnya terasa tidak tulus. “Santai saja Sus… Ada sesuatu yang mau aku ambil dulu. Nggak lama kok…,” jawabnya sambil terus mengarahkan motornya ke tepi hutan tersebut.
Susi mencoba menelan rasa tidak nyaman yang ada. “Mungkin dia benar… Mungkin ini hanya sebentar…” Tapi semakin jauh mereka menelusuri jalan tersebut, semakin tidak nyaman perasaannya. Udara terasa lebih dingin dan suasana semakin mencekam. Susi seperti terjebak dalam mimpi buruk.
“Daniel… ini tempatnya sepi banget. Aku merasa tidak enak… Kita balik saja ya…?” ujarnya lagi dan kali ini suaranya lebih mendesak. Susi berharap Daniel mau mendengarkannya dan berharap Daniel tidak melanjutkan perjalanannya dan mengantarkannya pulang. Tapi Daniel hanya menggeleng dan tangannya masih memegang setang motor dengan erat.
“Tenang Sus… kita hanya sebentar di sini. Nggak perlu ada yang perlu ditakutkan…,” ujar Daniel tapi suaranya terdengar datar seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Susi merasakan bulu kuduknya berdiri. “Kenapa suaranya seperti itu? Apa yang dia rencanakan?” pikir Susi dengan pikiran yang mulai berlari-lari mencoba mencari penjelasan tapi tidak ada yang masuk akal. Dia merasa seperti sedang berjalan menuju jebakan tapi tidak tahu bagaimana caranya keluar.
Mereka akhirnya tiba di sebuah gubuk kecil di tepi hutan. Sebuah tempat yang biasa digunakan oleh para pencari kayu bakar untuk beristirahat. Gubuk itu terlihat usang dan dengan atap yang sudah berlubang serta dinding kayu yang sudah lapuk. Susi merasa seperti ada tangan dingin yang meraih hatinya. Tempat ini terlalu sepi dan terlalu terpencil. Susi mulai curiga tapi apa daya… Dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti Daniel.
“Daniel… aku nggak nyaman di sini… Aku mau pulang…,” ujar Susi dengan suara gemetar. Dia mencoba melangkah mundur namun tangannya dipegang oleh Daniel.
“Nggak usah buru-buru Sus… Kita kan baru sampai…,” ujar Daniel dengan senyuman semakin lebar. Tapi kali ini ada sesuatu yang mengerikan dalam senyuman itu. Matanya berbinar dengan niat yang tidak baik.
Susi merasa jantungnya berdegup kencang. “Ini salah… Ini sangat salah...,” pikirnya tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia merasa seperti seekor burung kecil yang terjebak dalam sangkar dan tidak bisa melarikan diri.
“Daniel… ini nggak lucu. Aku serius… Aku mau pulang sekarang..!” teriaknya dan mencoba bersikap tegas meskipun suaranya masih gemetar.
Tapi Daniel tidak bergeming. Dia malah semakin mendekatkan dirinya dengan Susi dengan langkah pelan tapi penuh ancaman. “Kamu tidak perlu takut Sus… Aku mau kita menikmati hari ini… Berdua saja… tanpa gangguan,” ujar Daniel dengan mata menyala penuh nafsu.
Susi mencoba berlari tapi Daniel dengan cepat menangkap lengannya. “Lepasin aku Daniel…! Ini nggak lucu...!" teriak Susi dengan suara penuh kepanikan.
Daniel tertawa tapi tawanya dingin dan membuat Susi semakin ketakutan. “Santai saja Sus… Kamu nggak perlu lari… Kamu kan selama ini menyukaiku… Kenapa sekarang kamu menghindar…?” ucap Daniel dengan senyum mesumnya.
Susi berusaha memberontak sekuat tenaga dan mencoba melepaskan diri dari pegangan Daniel. Tapi tenaganya tidak sebanding. Daniel mendorongnya ke dinding gubuk dan Susi merasa napasnya tertahan. “Tidak… tidak… ini tidak boleh terjadi…,” pikirnya tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia seperti terjebak dalam mimpi buruk.
Daniel menatap teman-temannya yang masih menunggu perintah darinya. “Kalian tunggu di sini… ,” perintahnya dengan suara tegas. Matanya berbinar dengan niat jahat yang tak tersembunyikan. “Jaga tempat ini… Jangan ada yang masuk sebelum aku selesai.”
Daniel berhenti sejenak lalu tersenyum lebar. Senyum yang membuat bulu kuduk berdiri. “Nanti giliran kalian setelah aku selesai… ha… ha… ha…,” lanjutnya dengan tawanya yang menggema di udara penuh kesombongan.
Teman-temannya ikut tertawa dan mengangguk. “Siap bos… Nikmati waktunya bos…,” ucap salah satu temannya dengan tawa yang belum lepas dari mulutnya.
Daniel berjalan masuk ke dalam gubuk dan tidak menghiraukan gurauan temannya. Daniel sedang fokus pada rencananya. Daniel merasa tidak ada yang bisa menghentikannya dan tidak ada yang akan berani. Dia adalah raja di sini dan Susi adalah mangsanya.
Susi yang masih meringkuk di dalam gubuk sudah menangis sesegukan. Walaupun Susi pernah merasa tertarik pada Daniel bahkan mungkin bisa dibilang dia menyukainya namun semua itu kini hancur berantakan. Dahulu dia melihat Daniel sebagai sosok yang percaya diri, menarik dan penuh karisma. Tapi sekarang… setelah melihat sisi gelapnya dan setelah merasakan ketakutan yang ditimbulkan Daniel, Susi baru menyadari dirinya salah.
“Bagaimana bisa aku pernah menyukai seseorang seperti dia?” pikir Susi dengan hati yang dipenuhi rasa kecewa dan marah, bukan hanya pada Daniel tapi juga pada dirinya sendiri. Dia merasa bodoh karena pernah terpesona oleh senyum manis Daniel dan kata-kata manis yang ternyata hanya topeng yang menyembunyikan niat buruknya.
Jika saja dia tahu sejak awal bahwa Daniel adalah orang yang bisa bertindak sekeji ini, tentu dia tidak akan pernah membiarkan dirinya tertarik pada cowok itu.
Tiba-tiba Daniel sudah berdiri di depannya. “Sudah siap sayang…,” katanya sambil tersenyum jahat.
-----
Apakah Daniel dapat menjalankan niat jahatnya? Tunggu kisahnya pada bab berikutnya.