Hanya karna Elis mencintai suaminya, wanita 28 tahun itu membiarkan Arjuna suaminya untuk menikah lagi.
Bukan, bukan karna Elis merupakan wanita shaliha melainkan Elis tengah menghabiskan sisa cintanya terhadap sang suami.
Elis akan membiarkan hatinya terus tersakiti hingga cinta yang ia miliki tak bersisa.
Tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Hanya saja tuntutan keluarga Arjuna yang menginginkan seorang putra. Sedangkan Elis sampai saat ini hanya bisa memberikan tiga putri saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indahnya halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengaku atau tidak
Ita menunjukan banyaknya potret Arjuna yang tengah menemani ketiga putrinya bermain. Arjuna juga terlihat tengah menyuapi anak anaknya. Bahkan di salah satu potret Arjuna terlihat tengah memangku Valery yang tengah terlelap.
Antara senang dan kesal perasaan yang di rasakan Elis. Senang karna Arjuna dapat menyayangi ketiga anaknya serta kesal karna Arjuna harus menajak Riska untuk jalan jalan. Pantas saja Arjuna tak mengajaknya rupanya pria tampan itu memiliki cemceman baru yang lebih muda dan lebih cantik.
"Awas kau Arjuna!"
Elis sampai mengepalkan tangannya karna terlalu kesal akan gosip itu. Lihat saja! Setelah ini Elis akan mendatangi Arjuna.
"Emang benar-benar pak Juna itu sosok penyayang meskipun terlihat sangat kaku. Beruntung sekali jika Riska benar benar di peristri." Ita bahkan berdecak kesal.
Elis bahkan beberapa kali sengaja melintasi ruangan Arjuna yang berada di lantai tertinggi di gedung itu. Aneh pikir Elis, kemana perginya Arjuna? Padahal biasanya Arjuna sudah sampai, tapi yang terlihat tadi hanya asisten Jo saja.
Riska menjadi berasa di atas angin, saat semua orang mengira jika Arjuna telah jatuh pada pesonanya.
"Sial bisa bisanya Riska mengarang cerita seperti itu." Naina merutuki tingkah temannya yang sangat licik.
Entah mengapa Elis semakin muak saat mendengar jika Arjuna sudah menghabiskan hari liburnya bersama wanita lain. Bisa bisanya Elis tidak mampu mengatasi kekesalannya terhadap Arjuna.
Elis celingak celinguk, memastikan di sekitar tempatnya berdiri tidak ada orang lain. Ia tak ingin ada orang lain yang melihat ponsel barunya, kemudian timbulah gosip gosip baru.
Tangan Elis terulur untuk meraih ponsel yang ia kantongi. Elis mengirimkan sebuah pesan kepada Arjuna.
"Dimana kau?"
Hanya dua kata tapi di sebrang sana Arjuna mampu menyunggingkan senyuman lebarnya.
"Ita jika pak bos sudah tiba beri tau aku, aku di suruh ke ruangannya mengantar kopi." ujar Elis. Tentu saja Elis berbohong, tak mungkin ia mengatakan akan memarahi Arjuna kan di hadapan temannya itu.
"El, bagai mana jika aku saja yang mengantar kopi,? kau bisa mengerjakan pekerjaan yang lainnya kan?"
"Tidak bisa. Pak Arjuna langsung yang minta. Kau tak tau seseram apa jika pria itu marah, waktu itu aku di omelinya habis habisan karna telat ke ruangannya untuk membersihkan tumpahan cappucino di atas mejanya. Kau mau di marahi juga olehnya?" Elis terlihat meyakinkan ucapannya.
"Tidak tidak." Ita menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Deringan ponsel berbunyi, membuat Elis segera meraih benda persegi yang ia kantongi sedari tadi, setelah dirinya mengirimkan pesan kepada Arjuna. Elis terlupa jika dirinya harus menyembunyikan ponsel itu di hadapan orang lain.
"Ada apa?" Elis berujar datar setelah ia berhasil mengangkat panggilan.
"Mau makan apa?" terdengar suara berat dari sebrang sana. Ita bahkan sekarang menperhatikan Elis karna ia rasa mengenali suara pria yang tengah menelpon Elis.
"Tidak mau makan apapun yang berasal darimu!" Elis segera menutup panggilan.
"Siapa El?" tanya Ita penasaran.
"Bapaknya anak anak." jawab Elis seperlunya. Ponselnya kembali berdering tapi Elis menolak panggilannya.
Saat Elis hendak melanjutkan peketjaannya mengepel ruang manager Ita menghadang langkahnya.
"Ponselmu baru El?" Ita melirik ponsel di genggaman temannya.
"Hem." Elis tak bisa mengelak lagi.
"Coba ku lihat." Ita meraih ponsel milik temannya dan memperhatikannya dengan seksama. Ia tau pobsel ini keluaran terbaru.
"Ponselmu sangat bagus El, ini lebih mahal dari milik ratu Riska dan Naina." Ita masih melihat lihat ponsel milik sahabatnya.
"Dari manaa kau punya uang untuk membelinya? Kau tidak melakukan sesuatu yang aneh aneh kan El?" Ita terlihat cemas, takutnya Elis ter sesat dalam pergaulan. "Kau tak open Bo kan? El." Ita menatap lekat manik Elis.
"Sembarangan sekali mulutmu!" Elis menoyor kepala temannya, dan segera merebut ponsel miliknya.
Ita menggosok kepala yang di toyor Elis. "Lagian kau mencurigakan." ujar Ita.
Selain mereka ada juga Naina yang turut mencuri dengar perbincangan mereka, gadis itu hendak memfotochopy file yang ia bawa.
"Ita, ita, mana ada seorang pria yang mau membayar jasanya. Kau tak lihat penampilannya yang sangat dekil. Aku lebih percaya jika Elis jual ginjal untuk membeli ponsel itu." ujar Naina meledek.
"Jaga mulutmu Naina!" Elis yang biasanya mengalah kini malah menantang karyawan tetap di kantor itu.
"Apa yang harus ku jaga dari janda dekil sepertimu?"
"Hei kalian." Panggil Naina kepada para office girl yang ada di sana.
"Kalian jangan meniru si Elis ini." Naina menunjuk wajah Elis "Dia menjual ginjal untuk sebuah ponsel mahal." Naina melrdakan tawanya yang terdengar sumbang.
"Aku bukan menjual ginjal untuk mendapatkan sebuah ponsel, apa lagi harga diri seperti dirimu." Sarkas Elis, ia tau jika Naina mantan simpanan om om beristri. "Aku mendapatkan ponsel ini dari ayah anak anakku. Dia memberikannya dengan percuma. Tidak tidak, bukan percuma. Hanya dengan satu kecupan bibir saja, dia memberikan ponsel mahal ini." Elis memainkan posel mahal di tangannya, mengapit dengan telunjuk serta ibu jarinya lalu memutar mutar ponsel miliknya.
"Katamu tak ada yang menginginkan diriku yang dekil. Andai saja kau tau jika ayah anak anakku sangat memuja tubuh yang tak seberapa ini. Aku tak meski harus melemparkan tubuhku pada ranjang laki orang demi mendapatkan sebuah barang." Sindir Elis pedas. Sudah menjadi rahasiah umum jika Naina kerap kali terlibat scandal.
"Jika ingin mulai bersaing denganku lakukan saja, kau bukan levelku." ujar Naina, dirinya terlanjur malu atas perkataan Elis ia langsung pergi meninggalkan perkumpulan para office girl. Dalam hati Naina bertanya tanya siapa sebenarnya mantan suami Elis, tak mungkin orang biasa biasa mampu membeli ponsel keluaran terbaru itu.
Saat Elis tau Arjuna telah datang keruangannya, Elis segera membuat kopi agar memiliki alasan untuk mendatangi ruangan suaminya.
Tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Elis membuka pintu dengan seraut kemarahan yang ia bawa. Arjuna yengah berbincang dengan Asistennya.
"Jo keluar!" perintah Arjuna, ia tak ingin omongan istrinya di dengar oleh orang lain sekalipun asintennya sendiri.
Asisten Jo lansung keluar tanpa bertanya lebih lanjut, ia paham jika Tuannya tak ingin di ganggu saat tengah bersama istrinya.
Elis meletakan nampan yang menopang cangkir kopi yang ia bawa. Dengan sedikit kasar sehingga menimbulkan dentingan, juga sebagian kecil cairan pekat itu tertumpah di atas visin yang melapisi cangkir kopi.
"Ada apa El? Kau terlihat marah?" Arjuna mengitari meja kerjanya dan mendekat,
"Kau lapar? Atau tengah datang bulan?" Arjuna kembali berujar.
"Tidak keduanya." Meski tanpa Ekspresi Arjuna tetap yakin jika istrinya tengah marah.
"Apa yang kau lakukan kemarin dengan Riska? Apa kau mengenalkan karyawanmu sendiri kepada anak anakku sebagai calon ibu baru mereka?" Tanpa basa basi terlebih dahulu Elis menodongkan pertanyaan kepada Arjuna.
"Riska? Riska siapa?" Arjuna tidak mengingat nama karyawan yang bernama Riska. Keningnya bahkan mengernit.
Elis memperlihatkan ponsel Ita. Di sana ada screen shoot yang mengatakan jika Riska menghabiskan waktu bersama Arjuna dan ketiga putrinya. Ponsel Ita Elis rampas lebih dulu untuk ia tunjukan buktinya, karna Elis tidak ikut masuk graup karyawan kantor.
Secara seksama Arjuna menelitii dan mulai menyimpulkan.
"Dan kau percaya?"
"Buktinya sudah Ada." sewot Elis.
"Sekarang aku mengerti dari mana sifat Jasmine yang mudah teepengaruh berasal. Ternyata itu turunan darimu." sarkas Arjuna.
"Apa maksudmu dengan terpengaruh?" tanya Elis tak suka.
"Kau terpengaruh dengan gosip recehan seperti ini."
"Buktinya kau malah menghabiskan waktu di time Zone bersamanya." Elis masih dengan asumsinya.
"Kalian janjiankan?"
"Tidak."
"Alah ngaku saja. Kau masih buaya Arjuna. Omong kosong soal kau akan memperbaiki keluarga kecil kita demi anak anak nyatanya kau memang kecentilan. Sana sini cari wanita. Kau pikir aku tak tau isi kepalamu? Dasar buaya! Apa sudah menjadi kebiasanmu mencari wanita dengan karier bagus? Tapi Riska benar benar bjkan wanita baik Arjuna. Urungkan niatmu untuk menyukainya, aku mengenalnya hampir tiga tahun dia kerap kali berganti pasangan." Elis menjelaskan cara pandangnya terhadap Riska. Ia berharap Arjuna akan mempercayainya.
Tapi di luar dugaannya Arjuna justru tersenyum dengan menyebalkan seakan mengatakan jika dirinya tidak terpengaruh oleh ocehan Elis.
"Aku serius Juna, dia bukan gadis yang tepat untuk kau sukai."
"Maksudmu Riska tak cocok untuk menjadi ibu pengganti untuk anak anak kita?"
"Ya. Dia sangat tidak cocok."
"Lalu menurutmu siapa yang tepat untuk menjadi pendampingku?" Arjuna mencondongkan bobot tubuhnya pada bagian depan tubuh Elis. "Mengaku atau tidak aku tau kau tengah cemburu terhadapku Elis."
Cemburu? Sial, seperti Arjuna salah paham.