Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Dibalik Sierra De Guadarrama
Keesokan harinya, semua komisi pasukan khusus yang dipersiapkan negara untuk berperang telah siap untuk berangkat, termasuk Liora dan Lucian. Persiapan itu berlangsung sejak dini hari dengan kesibukan yang tak terhindarkan di markas mereka. Berbagai perlengkapan perang, dari senjata hingga dokumen penting, telah dipastikan aman. Suara koper-koper yang diseret, langkah kaki yang tergesa-gesa, dan instruksi dari para atasan memenuhi suasana pagi yang dingin. Karena jarak dari tempat mereka ke bandara internasional tidak terlalu jauh, mereka hanya perlu menempuh perjalanan sekitar 30 menit dengan bus yang disediakan negara.
Liora duduk diam di bangkunya, memperhatikan suasana di sekitarnya dengan mata tajam. Di sisinya, Lucian sibuk mengatur kopernya sembari menggumamkan lagu yang tidak jelas nadanya. Liora menghela napas, mencoba memfokuskan pikirannya pada misi yang akan mereka jalani. Sementara itu, Lucian yang selalu ceria terlihat seperti tidak memiliki kekhawatiran sama sekali.
"Kira-kira kita berapa lama ya perginya? Kita masih bisa pulang kan? Kita gak mati di sana kan?" tanya Lucian tiba-tiba, memecah keheningan. Suaranya terdengar nyaring, cukup untuk menarik perhatian beberapa orang di sekitarnya.
Lucian terus berbicara sembari mendorong kopernya. Mereka memang sudah berada di bandara, tempat para pasukan khusus berkumpul untuk naik ke pesawat jet yang telah disediakan negara. Suara hiruk-pikuk penumpang dan pengumuman keberangkatan terdengar di latar belakang. Lucian bertanya dengan ekspresi yang begitu takut dan khawatir, namun terlihat begitu lucu bagi siapa saja yang melihatnya.
Liora melirik Lucian dengan lirikan malas, jelas-jelas merasa terganggu. Namun, Lucian tidak berhenti. "Jawab dong, Liora. Aku harus pastikan kita pasti pulang kan? Aku belum nikah loh, Liora. Kamu gak mau lihat aku nikah? Kamu gak mau lihat anak aku nanti?" Lucian melanjutkan omelannya dengan nada cemas yang konyol.
Liora menutup matanya sejenak, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai terganggu. Komandan besar yang mendengar ocehan Lucian hanya menahan senyum, sementara Darren—rekan mereka yang lain—menatap Lucian dengan ekspresi geli.
"Kita pasti pulang, Lucian. Dan kau pasti akan menikah. Tenanglah!" jawab Liora akhirnya, dengan nada datar namun tegas.
Mendengar itu, Lucian memegang dadanya, seolah-olah meyakinkan dirinya bahwa dia akan baik-baik saja. "Selama ada Liora, aku pasti aman," gumamnya pelan, membuat Liora hampir saja melemparkan pandangan tajam kepadanya.
Pesawat yang membawa mereka akhirnya lepas landas dengan mulus. Selama perjalanan, suasana di dalam kabin terasa sedikit lebih tenang. Beberapa anggota pasukan berbicara dalam bisikan, sementara yang lain memilih untuk memeriksa kembali perlengkapan mereka. Di sudut kabin, Liora duduk dengan tenang, matanya memandang ke luar jendela, melihat awan yang terlihat seperti lukisan.
Lucian, yang duduk di sebelahnya, kembali mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan absurd. “Liora, menurutmu nanti di sana ada makanan enak nggak? Jangan-jangan mereka cuma kasih ransum, loh. Aduh, aku gak bisa kalau makan ransum terus.”
Liora hanya meliriknya sekali, lalu kembali memandang keluar jendela. Darren yang duduk di kursi lain hanya tersenyum kecil mendengar keluhan Lucian.
Di sisi lain, Sean melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi di jalanan pagi hari yang masih lengang. Dia telah mendapatkan lokasi tempat persinggahan pasukan khusus dan berniat menemui Liora untuk menghentikannya dari terlibat dalam perang yang berbahaya itu. Namun, hatinya gelisah sepanjang perjalanan. Ia tahu Liora adalah orang yang keras kepala, dan meyakinkan dia tidak akan mudah.
Setibanya di gerbang tinggi berwarna hitam yang menjulang megah, Sean segera keluar dari mobilnya. Ia menemui dua orang penjaga yang berdiri tegap di depan gerbang. "Maaf, saya ingin menemui salah satu dari pasukan khusus yang akan segera berangkat," ucap Sean dengan nada mendesak.
Penjaga itu menatapnya dengan pandangan dingin sebelum menjawab, "Maaf, Tuan. Mereka semua sudah berangkat sejak pagi dini hari. Kemungkinan pesawat mereka sudah lepas landas."
Mendengar itu, Sean menggeram pelan, merasa frustrasi. "Sial, aku terlambat," gumamnya sembari mengusap wajahnya kasar. Dengan perasaan campur aduk, Sean akhirnya kembali ke mobilnya. Hatinya diliputi kegelisahan yang tak kunjung reda. Dia tahu tidak ada yang bisa dia lakukan saat ini selain menunggu dan berdoa agar Liora kembali dengan selamat.
Di Markas Kawasan Sierra
Pasukan khusus akhirnya tiba di markas kecil yang telah dipersiapkan negara dengan sangat matang. Markas itu berdiri kokoh di tengah hutan lebat kawasan Sierra de Guadarrama, sebuah daerah yang terkenal karena medannya yang sulit dan liar. Bangunan ini terlihat sederhana, namun memiliki desain canggih yang memungkinkan untuk dipindahkan dengan mudah jika diperlukan. Dibuat dari bahan-bahan elastis berkualitas tinggi, markas ini dirancang untuk mampu menahan serangan, baik dari senjata konvensional maupun serangan ekstrem lainnya. Dengan penjagaan ketat di setiap sudutnya, tempat ini memberikan rasa aman sekaligus menjadi pusat koordinasi yang andal.
Setelah menaruh barang-barang di ruang yang telah ditentukan sesuai pembagian masing-masing, seluruh anggota tim segera diarahkan untuk menghadiri rapat. Bangunan utama tempat rapat berlangsung dipenuhi oleh aura ketegangan yang terasa begitu nyata. Setiap sudut ruangan dijaga oleh personel bersenjata, memastikan tidak ada celah sedikit pun bagi ancaman yang mungkin muncul.
Darren, pemimpin tertinggi sekaligus komandan utama misi, berdiri di depan ruangan. Sosoknya yang tinggi tegap memancarkan wibawa, membuat seluruh pasukan memperhatikannya dengan penuh perhatian. Suaranya menggema tegas, menyapu setiap sudut ruangan, membawa pesan yang sarat akan peringatan sekaligus tanggung jawab.
“Kita saat ini telah berada di area yang sangat berbahaya,” Darren memulai penjelasannya, tatapannya tajam menyapu seluruh anggota tim. “Sebagai komandan utama misi ini, saya menghimbau agar kalian semua tetap menjaga diri dengan baik dan patuh pada setiap petunjuk yang telah atau akan diberikan. Jangan ada yang bertindak sendiri. Sekali lagi saya tegaskan, jangan ada yang mencoba bertindak tanpa koordinasi. Setiap keputusan sembrono dapat membahayakan nyawa kalian sendiri maupun nyawa rekan-rekan lainnya. Kita adalah tim, dan hanya dengan bekerja sama kita dapat menyelesaikan misi ini.”
Liora dan Lucian duduk di barisan depan, mendengarkan penjelasan Darren dengan saksama. Namun, meskipun situasi rapat berlangsung serius, Lucian sesekali melirik Liora dengan ekspresi khawatir yang terlalu berlebihan menurut Liora.
Darren melanjutkan penjelasannya dengan nada penuh keyakinan. “Kita tidak akan langsung melakukan penyerangan. Saat ini, lokasi target utama masih belum diketahui secara pasti. Namun, kami telah mengonfirmasi bahwa dia berada di kawasan ini. Untuk itu, langkah pertama adalah melakukan pencarian dan penyelidikan menyeluruh di wilayah ini. Ini bukan tugas yang mudah. Kawasan ini adalah alam bebas yang penuh bahaya. Selain target yang sangat berbahaya, kita juga harus menghadapi medan yang tidak bersahabat.”