"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
No Relationship
Diusiaku yang ke 15, akhirmya aku tahu bagaimana rasanya patah hati.
Jangan kalian kira aku nangis akan mendapat hiburan atau kasih sayang dari Bunda, yang ada Bunda satu-satunya orang di rumah yang mengomeliku karna nangis masalah cinta-cintaan, dan itu terus berlanjut hingga hari ini.
"Bunda" panggilku.
Bunda duduk dimeja makan dengan sepotong cake yang baru saja Bunda buat.
Bunda memiliki toko bakry, dan selalu bereksperimen membuat resep batu tentang roti, kukis ataupun cak di rumah.
"Apa?" Tanya Bunda dnegan nada tidak lah lembut sama sekali.
Aku langsung merengut, "Bi laper" rengekku.
"Sana makan."
"Suapin."
Bunda berdecak kecil, tetapi tetap berdiri untuk mengambiliku makanan.
Kuletakkan kepalaku dnegan malas diatas meja, menatap pergerakan Bunda yang mengambilku makanan, mencuci tangan lalu kembali duduk disampingku.
Aku tersenyum lebar, meski sudah lama tidak meminta untuk disuapi, Bun da masih saja ingat jika aku lebih suka disuapi Bunda dengan tangannya langsung dari pada menggunakan alat makan.
"Sepatah hati itu sampai manja minta suapin begini?" Tanya Bunda sembari menyuapiku.
Aku hanya diam, tidak menjawab.
"Bunda gak akan menyalahkanmu, karna kamu masih labil jadi masih belum bisa tegas sama diri sendiri."
Aku mengangguk sembari mengunyah makananku.
"Padahal kamu sudah tahu akan begini, tapi tetep ngeyel, kenapa gak sekalian kamu tanggapin saat Sagara ngajak kamu jalanin aja?, kenapa masih ngegantung ?, kenapa juga nolak saat Sagara lang will you be my girlfriend?."
"Aku mau, tapi takut Bun."
"Tuhkan ... Kamu tuh masih anak-anak, masih labil. Sok-sokan gak mau dibilang anak kecil, mentang-mengang mau lulus SMA."
Bunda mulai mengomel sembari menyuapiku, aku hanya mendengarkan dan sesekali terkekeh kecil.
Ya, nyatanya aku memang labil. Aku yakin kalian pasti dibuat bingung dengan jalan ceritaku ini.
Aku mencintainya, aku ingin menjalin hubungan dnegannya seperti orang pada umumnya, tetapi disisi lain ... kejadian masa lalu yang aku tutupi akan membuatnya sakit hati dan akan menjauhiku.
Dia hanya tahu jika keluargaku menyembunyikan kebenaran Ayah kandung Elio adalah penculik Sakura, bagaimana jika dia tahu bahwa Ayah Kandung Elio menculik Sakura karna aku yang mengatakan Adesya adalah Sakura?, dan itu terjadi karna permasalahan keluargaku?.
Aku bimbang, aku ingin bersamanya, namun disisi lain aku takut.
Tak ...
"Bi denger Bunda gak?."
Bunda menjewer telingaku, membuatku meringis kesakitan.
"Iya ... Iya denger ..."
Mata Bunda melotot, membuatku meringis.
Setelah melepas jewerannya, tangan Bunda malah mengelus rambutku. Bunda tersenyum lebar, menatapku dengan tatapan sendunya. Tatapan yang mampu membuatku tenang.
"Bunda, Ayah sama Bang Ar memang minta kamu untuk menikmati masa remaja kamu. Tapi enggak untuk pacaran atau dekat dnegan cowok ya sayang, Bunda bisa gila dengerin curhatan kekhawatiran Abang-Abangmu."
Keningku mengerut dalam, "khawatir?."
"Iya, memangnya Bunda tau kamu diajak jadian terus kamu nolak dari siapa kalau bukan dari mereka yang punya banyak telinga?."
Bunda menarikku dalam pelukannya, "untuk saat ini stay cool seperti biasa aja ya."
"Bukannya Bunda gak suka aku ..."
"Suka untuk saat ini" potong Bunda, "dari pada nanti kamu galau lagi."
Aku terkekeh kecil, "kalau untuk naik motor boleh gak Bun?."
Bunda langsung melepas pelukannya dan menatapku dengan mata memicing, aku langsung menyengir dan mengedip-ngedipkan mataku memasang jurus puppy eyes andalan.
Tak ...
Bunda menjitak keningku, "untuk malam ini. Setelah itu fokus pada ujian kelulusanmu."
Aku langsung kegirangan dan mencium pipi Bunda beberapa kali.
Bunda memang tegas dan sering mengomel, tetapi Bunda akan memberikan kami kebebasan diwaktu yang tepat, sepertiku saat ini, yang membutuhkan kebebasan untuk melepas lelah.
*-*
Aku yang sudah tidak perduli lagi dengan privasiku, membuka helm full faceku setelah sampai diarea balap.
Karna bosan hanya keliling-keliling saja, jadi aku memutuskan untuk kesini.
Langkahku yang akan berjalan kedekati start terhenti kala melihat dia berada disana dengan motornya, siap untuk balapan.
Jantungku berdebar seketika.
Setelah hari itu, ini pertemuan pertamaku dan dia. Padahal sebelumnya aku tidak tahu jika dia juga pergi kesini.
"Qiss."
Pandanganku teralih pada sumber suara disamping Dia, seorang pria yang bersiap dengan motornya tepat disamping Sagara melambaikan tangannya padaku.
Pria itu membuka kaca helmnya, Yardan.
Mataku terbelalak dan berjalan dengan cepat menghampiri Yardan, melewati Sagara tampa melirik sedikitpun padanya.
"Lo mau ngapain?" Tanyaku setelah berdiri tepat disamping Yardan.
"Balapan" jawabnya santai.
"Emangnya lo bisa?."
"Bisa."
"Ta ..."
"Minggir, jangan ganggu."
Aku yang akan mengatakan sesuatu mengurungkan niatku saat mendengar suara dingin Sagara.
Puk ...
Puk ...
Yardan menepuk pundakku dengan pelan, "sudah sana ke pinggir dulu. Tunggu gue ya."
Aku hanya mengangguk dan berjalan kepinggir area, berdiri tepat disamping Bang Tio.
Sebisa mungkin atu tidak menatap ataupun melirik pada dia, Sagara. Tatapan mataku hanya lurus pada Yardan yang terlihat begitu percaya diri.
Setelah Yardan dan Sagara memulai pertandingan, aku langsung berjalan kearah motorku. Yardan sudah pasti kalah, tidak usah dipertanyakan lagi. Sagara sudah sering memenangkan balapan, dan tentu saja dia sudah mengingat betul mana area yang berbahaya atau area yang bisa dia gunakan untuk mengoptimalkan tarikan gasnya.
Entah kenapa terlintas sesuatu didalam otakku, kukeluarkan leptop didalam tasku dan mulai mengotak atiknya. Aku akan menghapus apa yang Sagara posting diakun sosial medianya, genggaman tangan kami.
Brum ...
Suara motor mendekat, segera kuselesaikan pekerjaanku dan menutup leptopku.
"Kenapa gak nunggu gue di garis finis?" Tanya Yardan demgan gerutuannya sembari melepas helm, "kan gue jadi kalah ini."
"Tampa gue tunggu lo pasti kalah" jawabku sembari terkekeh kecil.
Yardan tiba-tiba menoleh kebelakang lalu kekanan dan kekiri, mencari sesuatu.
"Cari apa?" Tanyaku.
"Kok pacar lo gak kesini?" Tanyanya.
Aku tersenyum segaris.
"Kalian putus?!" Tanya Yardan dengan antusias.
Aku tertawa lepas, ini kali pertama ada orang yang menanyakan tentang hubunganku dan Sagara dnegan penuh antusias, bahkan terlihat jelas mengharap putusnya kami.
Kening Yardan mengerut, dia bahkan meringis.
Aku menghela nafas beberpa kali untuk menenangkan diri, dan menghapus air mata disudut mataku kerna tawa.
"Kenapa ketawa?."
"We have no relationship, Yardan."
"Oh ya?, terus kenapa dia bilang gue gak boleh deket-deket ama lo?."
Aku mengangkat kedua bahuku, "mana gue tau, kita kan hanya jalanin aja."
"Huh ... Kalau jalanin aja mah ngapain juga dia ngelarang gue buat deketin lo."
"Alah ... Lo dilarang juga tetap ngedeketin gue."
Yardan tertawa lepas, "ah ... Lo ngerti gue baget sih. Gue jadi tersanjung."
Aku terkekeh kecil mendengarnya.
Setelahnya aku dan Yardan bercerita ngalur ngelidur hingga tak terasa jam sudah beranjak malam dan Yardan menawarkan akan membuntutiku dari belakang. Tapi aku tolak karna aku tidak pulang kerumah malam ini.
Aku dan Yardan berpisah diperempatan tidak jauh dari area balap karna berlawanan arah.
Tepat setelah aku dan Yardan berpisah, perasaanku serasa ada yang mengikuti dari belakang, jika benar Yardan aku akan berhenti dan mengomelinya. Namun aku mengurungkan niatku kala melihat kaca spion dan mengenali motor dan helm itu.
"Ish ... Ngapain dia ngikutin?."
Kutarik gas motorku melaju cepat.
Aku akan tunjukkan kepadanya apa yang dimaksud dengan we have no relationship. Sampai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu. Kamu yang memintaku untuk percaya dan optimus, kamu juga yang menghancurkannya.
*-*