Pernikahan yang sejatinya diinginkan seumur hidup sekali akhirnya kandas juga oleh sebuah pengkhianatan.
Di hari ia ingin memberikan sebuah kejutan anniversary yang ke 2 dan memberikan kabar tentang kehamilannya, Sita melihat sang suami Dani tengah mengerang nikmat di atas seorang perempuan yang tidak lain adalah sekretarisnya.
Hancur hatinya, namun ia memilih tegar. Meminta perceraian walau tidak mudah.
Hidup sebagai single mom membuat Arsita Ayuningrum tidak lagi percaya cinta dan fokus ke putra semata wayang nya Kai.
6 tahun berlalu, dan di saat tak terduga ia bertemu kembali dengan Dani Atmaja, sang mantan suami. Dani meminta Sita kembali, akankah Sita mau menerima mantan suami yang telah menghianatinya kembali? Akankah Kai Bhumi Abinawa mau menerima daddy nya?
Disaat bersamaan ada seorang pria single yang begitu tulus tengah berusaha mengambil hati Sita dan Kai. Pria itu bernama Raden Rama Hadyan Joyodiningrat.
Akankah Sita kembali kepada Dani, atau malah menerima Rama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Bukan Untukku
Bukan Untukku
Halo readers… happy reading. Maaf kalau masih banyak typo ya. Jangan lupa untuk like, komen, dan vote nya ya. Terimakasih.
Matursuwun.
*
*
*
Hari baru bagi Sita, dan lembaran baru untuknya menulis kisah. Setelah perselingkuhan Dani dan Mauren terbongkar ia sama sekali tidak pernah muncul di kehidupan mereka. Meskipun secara negara Sita dan Dani belum berpisah namun secara agama mereka bukan lagi suami istri.
Sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, Sita diberikan sebuah rumah oleh Dani namun Sita tidak akan pernah mendapatkan nafkah dari mantan suaminya itu meski sekarang ia mengandung anak mereka.
Sita pun merasa dirinya harus bangkit, walaupun belum punya pengalaman namun ia termasuk fresh graduate karena baru setahun yang lalu ia diwisuda apalagi ia lulus dengan predikat cumlaude. Sita pun mencoba mencari pekerjaan di firma hukum atau perusahaan yang membutuhkan staf legal. Ya Sita adalah lulusan S1 hukum. Meski belum pernah bekerja namun Sita pernah magang di sebuah perusahaan jadi sedikit ia paham mengenai jobdesk dari seorang staff legal perusahaan.
Di ruang tamu sita sibuk dengan laptopnya membuat surat lamaran dan CV. Bi Surti yang melihat Sita merasa haru, kasian, dan bangga Sita bisa bangkit dari keterpurukan secepat itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena anak yang dikandungnya. Beruntung kandungan Sita termasuk kandungan yang tidak rewel. Memasuki minggu ke 10, sita sudah tidak merasakan morning sickness. Dia juga tidak pernah pilih-pilih makanan. Bahkan jarang sekali Sita ngidam menginginkan suatu makanan.
"Non, mau makan apa siang ini?" Tanya Bi Surti.
"Ehmmm apa aja Bi. Bi jangan panggil Non ya. Sita sudah menganggap bibi orang tua Sita sendiri."
"Baik.. Bibi panggil neng aja ya. Terus neng Sita mau makan apa?"
"Apa saja bi, si utun juga ga rewel kok. Apa aja masuk nggak nolak heheh"
"Oke deh, masak sop ayam, ayam dan tempe goreng sama sambal tomat aja gimana?"
"Waah boleh tuh… uuh jadi lapar. Lapar ya nak.. Tunggu nenek masak ya." Ucap Sita sambil mengelus perutnya. Bi surti tersenyum bahagia, ia membalikkan badannya lalu berjalan ke arah dapur, air mata bi Surti luruh. Ia pun terisak menahan suara tangisnya agar tidak terdengar oleh Sita.
"Ya Allaah kasian kamu nak, semoga kamu mendapatkan kebahagiaan nantinya, aamiin." Doa Bi Surti untuk Sita tulus.
Selagi Bi surti masak, Sita terus memasukkan lamaran dan cv nya di berbagai perusahaan yang sedang mencari pekerja.
"Bismillah, semoga ada yang nyangkut deh. Semoga jadi rezekimu ya nak. Kita memang harus mandiri dari sekarang. Tidak boleh bergantung kepada siapapun selain kepada sang pencipta."
Semua yang dimiliki Sita selama menjadi suami Dani tidak ada yang dibawa, karena memang bukan Sita yang membereskan barang-barangnya. Perhiasan yang ia punya pun tidak ada yang menjadi miliknya. Hanya cincin pernikahan dan kalung yang menjadi maharnya waktu janji pernikahan yang tersisa, yang kebetulan saat menemui Dani terakhir kali ia pakai karena akan merayakan anniversary. Jika tidak, mungkin kalung itu pun tidak akan pernah menjadi miliknya. Cincin dan kalung inilah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sebelum diterima bekerja.
Sita pasrah, mungkin memang semuanya yang diberikan Dani bukan untuknya. Sita hanya dipinjamkan lalu suatu hari nanti akan diminta kembali jika waktunya tiba. Dan benar saja waktu itu ternyata telah tiba, semua yang dipinjamkan diminta kembali oleh sang empunya, yang tersisa hanyalah barang yang benar benar diberikan. "Sungguh semuanya bukan untukku bahkan cintamu juga bukan untukku", gumam Sita sendu.
🍀🍀🍀
" Honey, kapan kamu akan menikahiku hmm?" Tanya Mauren kepada Dani.
"Tunggu baby, aku akan segera menikahimu jika sita sudah melahirkan." Jawab Dani sambil menyeka peluh di kening mauren sisa sisa kegiatan panas mereka.
"Oh shitt. Itu lama sekali Dan." Mauren melepaskan pelukan Dani.
"Sabar sayang, semuanya tidak mudah. Aku tidak bisa menceraikan Sita saat dia hamil. Tapi secara agama kita sudah bukan suami istri. Aku juga sudah menyetujui mu untuk tidak memberikan nafkah untuknya."
"Tapi Dan, aku mau status yang jelas aku tidak mau seperti ini terus. Bagaimana kalau kita menikah secara agama dulu."
"Ehmmm, nanti coba aku pikirkan."
Mauren pun tersenyum senang, ia kembali meraup bibir Dani dan ciuman itu semakin dalam mereka mengulang kegiatan panas itu lagi dan lagi hingga mereka kelelahan dan tertidur.
Semenjak Dani mengeluarkan Sita dari rumahnya Mauren memang dibawa ke rumah oleh Dani. Namun semua art di kediaman Dani tidak suka dengan gaya Mauren yang seolah-olah dia adalah nyonya rumah. Mauren selalu berkata kasar kepada para art. Ia meminta membuang bahkan membakar semua barang-barang yang berhubungan dengan Sita. Namun untuk perhiasan tentu tidak dibuang, ia menyimpannya untuk dirinya sendiri. Sungguh wanita yang licik.
Saat Mauren dan Dani tengah kelelahan akibat aktivitas panasnya di kamar lantai atas. Di lantai bawah ada seseorang yang dengan keras mendobrak pintu.
Brak…..
"Mana tuan kalian?" Seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih namun tenaganya masih kuat menendang pintu rumah Dani. Siapa lagi kalau bukan Wira Atmaja ,ayah dari Dani Atmaja.
"Tu-tuan Da-dani di atas tuan besar." Jawab seorang art gagap.
Dengan langkah tegas dan tegap Wira menaiki tangga dan kemudian menendang pintu kamar Dani dengan sangat keras. Tidak ada yang berani menahan, semua art di kediaman Dani diam seribu bahasa melihat Wira yang sudah siap mengamuk. Meski usianya sudah lebih dari 55 tahun namun tenaganya masih sangat kuat.
Brak….
"Brengsek. Siapa yang membuka pintu kamarku." Ucap Dani masih dengan mata terpejam dibalik selimut
"Bocah sialan dasar badjingan. Bangun kau, atau aku hancurkan rumahmu ini. Dan kau wanita ****** pergi dari rumah anakku." Ucap Wira kasar.
Dani yang melihat ayahnya datang sangat terkejut begitu juga Mauren. Dengan wajah pucat Mauren berlari ke kamar mandi membawa bajunya. Sedangkan Dani bergegas memakai bajunya di situ juga.
"Dasar suami bangsat istri sedang hamil kau malah berbuat zina dengan wanita ******. Bahkan kau menceraikan istrimu saat dia sedang hamil cucuku. Mau jadi apa kau Dan, kau telah dibutakan oleh wanita penggoda ini." Wira benar-benar murka dia sudah kebingungan harus berbicara apa dengan putranya itu. Wira sudah mengetahui semuanya. Ia begitu merasa bersalah dan malu kepada Sita, bahkan saking malunya ia belum berani menemui menantunya itu.
Dani yang melihat kemurkaan ayahnya hanya diam saja tidak berani berkata apapun. Sedangkan mauren ia sangat kesal dikatai wanita ****** dan penggoda.
"Asal kau tahu Dan, kau sudah kehilangan berlian hanya demi batu kerikil. Suatu hari nanti kau akan menyesal ingat kata-kataku.'
Wira pun pergi meninggalkan rumah itu, amarah dalam dadanya masih berkobar, entah apa yang ia akan lakukan terhadap anak semata wayangnya itu. Dia sangat kecewa kepada Dani. Wira bahkan bingung harus bagaimana berhadapan dengan Sita menantunya. Namun hati kecilnya menyuruhnya segera menemui Sita.
"Wid, kita ke rumah sita sekarang." wira memerintahkan asprinya Widi untuk berkendara ke arah rumah Sita.
"Siap tuan." Widi mengangguk patuh.
Tak berselang lama Wira sudah sampai di rumah Sita. Wira termenung sejenak. Ia meyakinkan diri untuk mengetuk rumah mantan menantunya itu.
Tok… tok… tok…
"Ya tunggu sebentar" Suara Sita melengking, Wira memegang dadanya sakit mendengar suara mantan menantunya itu.
Sita pun membuka pintu rumahnya, ia begitu kaget melihat seseorang yang amat ia kenal ada di depan rumahnya.
"Papa……"
TBC