WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mahkota Yang Terenggut
Ana menikmati waktunya sendiri dengan banyak berpikir. Ia tidak memiliki niat untuk bersungguh-sungguh dalam pernikahan ini, ia hanya perlu menikah dan menjadi istri Ben untuk sementara waktu. Setelah hamil dan melahirkan seorang anak untuk Ben dan Rosalie, ia bisa pergi dengan senang hati.
Bagi Ana, hal terpenting dalam hidupnya bukanlah nama baik atau masa depannya, melainkan kesembuhan satu-satunya keluarga yang tersisa, yaitu ayahnya.
Sebagai anak yang diadopsi dari sebuah panti asuhan, tentu Ana tidak memiliki siapapun. Kedua orang tuanyalah keluarga yang sesungguhnya.
Demi kesembuhan ayahnya, Ana merelakan harga diri dan masa depannya. Ia membiarkan orang lain membeli harta yang paling berharga dalam dirinya. Sebesar itulah kasih sayang dan balasan Ana atas kebaikan orang tuanya.
Ana yang sedang dirundung gelisah karena sikap Ben, memutuskan untuk memanjakan diri di dalam kamar mandi.
Gadis itu mencoba ponsel barunya, memainkan beberapa game serta mendengarkan musik sambil berendam dalam bath up.
Kini ayahnya sedang berjuang menjalani pengobatan, dan ia sudah menyerahkan hidupnya untuk Ben dan Rosalie. Tidak ada lagi yang perlu dipikirkan, Ana hanya perlu fokus pada Ben, melayani laki-laki itu sebaik mungkin, menghasilkan anak dan menyelesaikan perjanjian mereka, itu saja.
"Aku sudah terlanjur masuk ke dalam sebuah kandang. Lebih baik menikmati segalanya daripada terus memikirkan suatu hal yang sia-sia," batin Ana.
Lagipula Ben bukan laki-laki yang buruk, ia tampan dan baik hati, lembut dan penuh kasih sayang. Bukankah Ana harus menerima semuanya dengan lapang dada? Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain menjalankan semuanya sesuai rencana.
Ana menikmati alunan musik dari ponselnya. Sesekali ia menenggelamkan seluruh tubuh hingga ujung kepalanya ke dalam air, mencari kedamaian dan ketenangan untuk hatinya.
"Anastasia, nikmati semuanya. Kau tidak akan pernah merasakan kehidupan seperti ini lagi suatu saat nanti."
"Nikmatilah, Anastasia."
Suara-suara itu terngiang-ngiang di kepala Ana, membuat gadis itu mulai membuka diri, menerima apa yang sudah ia dapatkan hari ini.
Ana menikmati air hangat dan aromaterapi yang menenangkan hatinya. Ia menenggelamkan seluruh tubuhnya cukup lama, membiarkan ketenangan dan kedamaian mengendalikan perasaannya.
"Ah!" seru Ana saat muncul dari dasar bath up. Ia membersihkan air dari wajahnya dan mengusap rambutnya.
Saat membuka mata, ia terkejut melihat Ben sedang duduk di samping bath up dan memperhatikannya.
"Kau bersenang-senang?" tanya Ben.
"Kau masuk tanpa mengetuk pintu? Itu tidak sopan!" seru Ana. Kini ia sangat bingung, ia bahkan tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Gadis itu menyilangkan kaki di dalam air, lalu menutupi dadanya dengan kedua tangan.
"Aku sudah mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali, kau tidak mendengarnya. Jadi aku masuk karena khawatir."
"Maaf," ucap Ana.
"Jadi, aku pulang lebih awal untuk melanjutkan sesuatu yang terjeda. Bisakah kita melanjutkannya?" tanya Ben.
Laki-laki itu berdiri tanpa menunggu jawaban Ana. Tanpa peduli reaksi gadis di dalam bath up, Ben membuka seluruh pakaiannya dengan santai. Ia bahkan tidak membiarkan sehelai kain pun menghalangi pandangan Ana.
"Dia gila?" batin Ana bertanya. Gadis itu malu dan menutup matanya rapat.
Tanpa permisi, Ben masuk ke dalam bath up. Ana menekuk kakinya dan berbagi tempat dengan laki-laki yang sedang berhadapan dengannya.
"Berapa lama kau berendam?" tanya Ben.
"Entah, mungkin dua jam," jawab Ana. Gadis itu terus memalingkan wajah, enggan bertatapan muka karena malu.
Ben memaklumi sikap Ana. Gadis berusia dua puluh tiga tahun yang selalu gugup di depannya itu pasti belum pernah disentuh oleh laki-laki manapun, wajar jika Ana sangat menutup diri dalam hal seperti ini.
Melihat Ana tidak nyaman, Ben mengambil spon mandi lalu memberinya beberapa tetes sabun cair. Ia menarik sebelah kaki Ana lalu menggosok kaki itu dengan lembut.
"Jangan!" Ana berusaha menolak.
"Aku akan melakukannya dengan hati-hati, jangan khawatir."
Kini jantung Ana seakan memompa darah dengan cepat ke seluruh tubuh, gadis itu merasa Ben tidak hanya menggosok kakinya, melainkan berusaha membangkitkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya.
Setelah puas dengan kedua kaki Ana, Ben menarik tubuh gadis itu, memintanya berbalik hingga ia bisa melihat dengan jelas punggung mulus istrinya.
"Cantik," bisik Ben. Ia menyingkap rambut Ana lalu mencium kilas tengkuk leher istrinya.
Ana menggeliat karena geli, ia merasa seluruh syaraf di tubuhnya menjadi sangat sensitif setiap kali Ben menyentuh kulitnya.
Dengan lembut, Ben menggosok punggung Ana dengan spon dan sabun. Laki-laki itu sangat menikmati momen yang cukup lama tidak pernah ia rasakan. Ia tidak hanya mempermainkan perasaan Ana, namun juga sedang menguji ketahanan dirinya sendiri.
Setelah puas bermain-main, Ben melingkarkan kedua tangannya di pinggang Ana, menarik tubuh gadis itu agar semakin dekat.
Ana berjengit kaget, merasakan sesuatu yang keras dan mengganjal di bagian bawah punggungnya. Gadis itu memejamkan mata, mencemaskan mahkota yang akan terenggut oleh laki-laki di belakangnya.
"Kau cantik, mandiri, baik. Kau wanita sempurna," puji Ben sambil berbisik di sebelah telinganya. Tidak hanya itu, Ben meninggalkan gigitan kecil yang membuat tubuh Ana terasa tersengat listrik.
Di dalam air, tangan Ben mulai bermain. Mula-mula ia hanya memberi pelukan, setelah itu ia mulai menyentuh seluruh area sensitif Ana secara bergantian. Meraba ke sana dan kemari, juga membelai dengan penuh keinginan.
Ana menggigit bibir bawahnya, ia memejamkan mata dan fokus menikmati setiap sentuhan lembut yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Terlihat dengan jelas bahwa Ana merasa gugup, namun Ben dengan ahli membuat gadis itu menjadi nyaman dan tenang.
"Kau suka?" tanya Ben. Laki-laki melepaskan diri lalu keluar dari bath up, ia menggendong Ana di depan tubuhnya, membasuh tubuh mereka berdua di bawah guyuran shower, lalu melanjutkan langkah keluar dari kamar mandi menuju tempat tidur.
Tidak peduli air yang berceceran di lantai dan sprei hingga kasur yang basah, Ben tidak bisa menahannya lagi.
Ben dengan penuh gairah memainkan bibir dan lidahnya untuk menyentuh bagian tubuh Ana yang sensitif. Sementara gadis itu, hanya bisa menggigit bibir dan menggeliat.
Ben tidak akan melepaskannya, mereka harus melanjutkan sesuatu yang sudah mereka mulai. Tidak ada apapun yang membuat Ben mundur, ia sudah cukup lama menahan diri dan menyiksa batinnya. Kini saatnya semua itu ia lepaskan bersama gadis yang telah sah menjadi istri keduanya.
Memahami kepolosan Ana, Ben memimpin jalan mereka menuju puncak kenikmatan. Tidak peduli bagaimana reaksi Ana, Ben terus memasuki tubuh gadis itu dengan gairah yang membumbung tinggi.
Suara desa*han terdengar bersahutan di dalam kamar itu. Ben tidak menahan diri sedikitpun, ia melepaskan seluruh hasrat yang lama terpendam.
Bermain selama lebih dari tiga puluh menit, Ana dan Ben kehilangan hampir seluruh tenaga mereka. Keduanya berbaring di bawah selimut yang sama.
🖤🖤🖤
karena tidak semua hal di dunia ini terwujud sesuai keinginan mu