Celia Carlisha Rory, seorang model sukses yang lelah dengan gemerlap dunia mode, memutuskan untuk mencari ketenangan di Bali. Di sana, ia bertemu dengan Adhitama Elvan Syahreza, seorang DJ dengan sikap dingin dan misterius yang baru saja pindah ke Bali. Pertemuan mereka di bandara menjadi awal dari serangkaian kebetulan yang terus mempertemukan mereka.
Celia yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, berusaha mendekati Elvan yang cenderung pendiam dan tertutup. Di sisi lain, Elvan, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh pesona Celia, justru merasa tertarik pada kesederhanaan dan kehangatan gadis itu.
Dengan latar keindahan alam Bali, cerita ini menggambarkan perjalanan dua hati yang berbeda menemukan titik temu di tengah ketenangan pulau dewata. Di balik perbedaan mereka, tumbuh benih-benih perasaan yang perlahan mengubah hidup keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sentuhan dan Keraguan
Celia menatap ponselnya, matanya fokus pada layar, namun pikirannya kacau. Ia menghela napas pelan, sebelum menekan tombol panggilan ke nomor yang baru saja mengirim pesan. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, entah karena rasa khawatir atau ada sesuatu yang lebih sulit untuk dijelaskan.
Tak lama kemudian, suara pria terdengar di seberang.
“Halo, Celia. Ini Lucas.”
Celia mengerutkan kening, sedikit terkejut mendengar suara itu. “Lucas?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.
Elvan, yang berdiri tidak jauh darinya, langsung menoleh. Begitu pula Lily, yang duduk dengan tenang di sofa. Mereka memperhatikan ekspresi bingung di wajah Celia. Elvan mendekat, berjalan pelan menghampiri Celia.
“Lucas? Ada apa dia menghubungimu?” tanya Elvan, nadanya tajam dan penuh kecurigaan. Ia sedikit menunduk, menyandarkan tubuhnya pada meja di dekat Celia, menunggu jawaban yang pasti.
Celia menelan ludah, berusaha tetap tenang meskipun jantungnya berdebar keras. Ia mengangguk pelan, tapi tidak langsung menjawab. Tangan kirinya memegang erat ponsel, sementara tangan kanannya menempel pada sisi meja.
“Kenapa dia menghubungimu? Kamu kasih nomor teleponmu ke Lucas?” tanya Elvan lagi, matanya menyipit, dan langkahnya lebih dekat lagi. Ia berdiri tepat di samping Celia.
Celia menggelengkan kepala. “Tidak. Aku bahkan nggak tahu bagaimana dia bisa punya nomorku.”
Lily, yang masih duduk di sofa, menyilangkan tangan di dada, lalu mengeluarkan suara pelan. “Menurutku, Lucas mungkin menghubungimu karena ini ada kaitannya dengan rumor itu. Dia juga kena dampaknya, kan?”
Celia menghela napas panjang, bingung dengan apa yang terjadi. Ia menyentuh ujung jarinya pada layar ponselnya, tampak berpikir sejenak. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya langsung kepada Lucas.
“Iya, Lucas, ada apa?” suara Celia terdengar lebih tenang meskipun hatinya berdebar tak karuan.
Lucas terdiam beberapa saat di seberang sana, seperti berpikir keras sebelum akhirnya berbicara. “Kita perlu bicara, Celia. Rumor ini bukan hanya merusak reputasiku, tapi juga reputasimu dan keluargamu.”
Celia terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Lucas. “Apa maksudmu?” tanyanya, suara mulai meninggi, merasa ada yang tidak beres.
“Ada seseorang yang sengaja menyebarkan cerita ini. Dan aku yakin, orang itu adalah orang terdekat kita,” jawab Lucas, suaranya serius, hampir seperti peringatan.
Celia menelan ludah. Dahi dan tengkuknya terasa panas, pikirannya berputar mencoba menebak siapa yang mungkin melakukan itu. “Maksudmu? Mungkinkah Caleb?” tanyanya dengan hati-hati, meskipun tahu itu terlalu cepat untuk disimpulkan.
“Celia, aku belum bisa menjelaskan semuanya lewat telepon. Tapi percayalah, ada seseorang yang ingin menghancurkan hubunganmu dengan Elvan. Aku akan kirim lokasi pertemuan. Kita harus bicara langsung.”
Setelah menutup telepon, Celia meletakkan ponselnya di atas meja. Ia menghela napas panjang, matanya terpaku pada layar ponsel yang kini mati. Elvan, yang berdiri di sampingnya, meraih tangan Celia dengan lembut, menggenggamnya erat seolah ingin memberi rasa tenang.
“Lucas bilang ada yang sengaja melakukan ini untuk memisahkan kita,” ucap Celia, suaranya sedikit terputus karena keraguan.
Elvan menarik sedikit tubuh Celia ke arahnya. Jari-jarinya mengusap lembut tangan Celia yang tergenggam. “Celia, aku nggak peduli siapa yang di balik semua ini. Aku nggak akan biarkan mereka memisahkan kita,” jawabnya, suaranya rendah dan tegas, meskipun ada kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan. Ia menatap lekat wajah Celia, jaraknya semakin dekat, hampir bisa merasakan hembusan napas Celia yang kini sedikit lebih cepat.
Celia menatapnya, untuk sesaat merasa seperti hanya mereka berdua yang ada di ruangan itu. Sentuhan tangan Elvan terasa hangat, memberi kenyamanan yang tak bisa dijelaskan. Tubuh Celia sedikit lebih rileks meskipun pikirannya masih kalut. “Tapi, Elvan... siapa yang bisa kita percayai sekarang?” suaranya serak, sedikit takut akan apa yang akan datang.
Elvan perlahan melepaskan tangannya dari tangan Celia dan meraih bahunya, membimbingnya agar mereka bisa berhadapan langsung. Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Elvan menatapnya dalam-dalam, jarak sempit itu menggetarkan hati Celia lebih dari yang bisa ia bayangkan.
“Kita percayakan semuanya satu sama lain, Celia. Nggak ada yang bisa memisahkan kita,” bisiknya dengan lembut, hanya sentuhan lembut di bahu Celia yang terasa, namun rasanya seperti cengkraman yang kuat, memberi keteguhan.
Celia tak bisa menahan diri. Tanpa sadar, ia mengangkat tangan dan menepuk dada Elvan, merasakan detak jantungnya yang kencang. Dalam kedamaian sejenak itu, Celia merasa seolah dunia di luar mereka berhenti. Ia bisa merasakan kehadiran Elvan begitu kuat.
Namun, ketika Elvan hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, Lily memanggil mereka, memecah ketegangan yang terbangun diantara mereka.
"Hei, aku masih di sini. Stop dulu adegan romantis kalian," ucap Lily, sambil tersenyum nakal, menyadari mereka selalu lupa diri jika sudah bermesraan.
Di Shanghai, di ruang kerjanya yang luas dan terkesan megah, Mo Yushen duduk tenang di kursinya. Meja kayu mahoni besar, dengan lampu meja yang temaram, memberi kesan serius pada ruang itu. Di depannya, sebuah koran tergeletak, menampilkan headline tentang gosip yang melibatkan Celia dan Lucas.
Mo Yushen menatap halaman itu dengan tatapan dingin, sambil menyilangkan tangannya di dada. “Bagaimana?” tanyanya dengan nada dingin kepada asisten pribadinya, suaranya terkesan sangat tegas dan tanpa kompromi. “Berhasil?”
Asisten itu mengangguk meskipun tampak sedikit ragu. “Beritanya sudah menyebar luas, Tuan Mo. Publik mulai berspekulasi tentang hubungan Nona Celia dan Tuan Lucas.”
Senyum tipis tersungging di wajah Mo Yushen. “Bagus,” jawabnya, suaranya penuh kepuasan. “Dengan begitu, Celia akan menjauh dari Elvan. Pria itu tidak pantas untuk putriku.” Ia melirik koran itu sejenak, seolah merasa bangga dengan apa yang telah dilakukan.
Namun, senyum itu tiba-tiba menghilang saat pintu ruang kerja terbuka mendadak. Caleb, saudara kembar Celia, melangkah masuk dengan wajah penuh amarah. Gerakan langkahnya penuh determinasi, seolah ia datang untuk menghadapi sesuatu yang besar.
“Dad!” serunya keras. “Apa yang Daddy lakukan?” Teriakan itu begitu tegas, menggema di seluruh ruang kerja. “Menyebarkan rumor murahan tentang Celia dan Lucas? Apa Daddy sadar ini bisa menghancurkan reputasi Celia?”
Mo Yushen menatap putranya dengan tatapan tajam, seolah tidak terpengaruh dengan kemarahan Caleb. “Caleb, ini demi kebaikan Celia,” jawabnya dengan suara datar namun penuh kekuatan. “Aku tidak akan membiarkan dia mengotori nama keluarga kita dengan menikahi pria seperti Elvan. Dia tidak selevel dengan kita.”
“Tapi ini keterlaluan!” Caleb membanting koran di atas meja, suaranya bergetar karena emosi yang tak terkendali. “Celia tidak bersalah! Dan Lucas? Dia sahabat kami sejak kecil! Daddy tahu betul dia tidak ada hubungan apa pun dengan Celia.”
Mo Yushen berdiri perlahan, mendekati Caleb dengan tatapan yang semakin dingin dan keras. “Kau masih terlalu muda dan naif, Caleb. Kau nggak mengerti apa yang sedang aku lakukan. Ini semua demi melindungi keluarga kita.”
Caleb mengepalkan tangannya, mencoba menahan amarah yang semakin besar. “Melindungi keluarga? Dengan menghancurkan Celia? Daddy sama sekali nggak memikirkan perasaan Celia! Celia bukan boneka yang bisa Daddy kendalikan!” ucapnya dengan suara penuh perlawanan.
Mo Yushen menatap Caleb dengan tatapan yang lebih tajam, dan suara mereka semakin meninggi. “Cukup!” teriak Mo Yushen, suaranya menggema di ruang itu. Ia melangkah mendekati Caleb, wajahnya begitu dekat, menatapnya dengan kekuatan yang tak bisa dibantah. “Aku tahu apa yang terbaik untuk Celia. Dan jika kau mencoba menghalangiku, kau akan menghadapi konsekuensinya.”
Caleb tidak mundur. Matanya menatap ayahnya dengan keberanian yang tak tergoyahkan. “Daddy boleh lakukan apa pun yang Daddy mau, tapi aku akan memastikan Celia tahu siapa yang ada di balik semua ini. Aku nggak akan tinggal diam.”