Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak Badai
Setelah beberapa saat, mereka telah sampai di tempat yang Arga maksud. Warung tenda kecil di pinggiran jalan, namun ramai pengunjung di tempat itu. Para pengunjung yang kebetulan mengenal Gladys sang aktris tak segan untuk meminta foto selfi dengan nya. Gladys dengan ramah menerima perlakuan dari para fansnya yang telah terbiasa bagi aktris cantik itu.
Setelah puas bercengkrama dengan para pengunjung itu, akhirnya mereka mulai memesan makanan. Mereka pesan pecel ayam beserta lalabannya dan tak ketinggalan tahu dan juga tempe gorengnya.
"Wahh... memang mantul makanan di tempat ini, Pak Arga. Tak percuma kita ke sini jauh-jauh." Ucap Gladys riang, di tengah menikmati hidangan itu.
"Iya, silahkan makan yang banyak, kalau kurang nanti bisa tambah lagi." Ucap Arga merasa bahagia melihat wanita cantik di depannya tak segan-segan makan di pinggiran.
Akan tetapi saat mereka tengah menikmati makanan itu, tiba-tiba turun hujan sangat lebat. Tak tanggung-tanggung semburat kilat menggelegar di angkasa dengan disertai badai angin yang sangat kencang hingga akhirnya dapat memporak porandakan warung tenda itu.
Lantunan doa-doa keselamatan dari pengunjung berdengung dimana-mana, begitu pula Gladys dan Arga yang saling merangkul untuk memberikan perlindungan. Walaupun para pengunjung berjibaku mempertahankan atap warung itu, akan tetapi tenaga angin tak mampu mereka lawan. Alhasil mereka kehujanan di tengah badai yang melanda wilayah itu. Mereka basah kuyup mencari tempat perlindungan yang aman di sekitaran.
"Pak Arga, bagaimana ini? Kita terjebak badai ini. Aku takut." Ujar Gladys dengan bibir dan tubuh yang gemetaran kedinginan.
"Kamu tenanglah, berdoalah agar badai ini segera berlalu." Ucap pria berprawakan tinggi besar itu. Arga terus merangkul tubuh basah kuyup Gladys, hingga wanita itu bersembunyi di balik tubuh kekar duda itu kala petir melanda.
"Auww!" Pekik Gladys saat bunyi dentuman menggelegar di angkasa.
"Kapan badai ini berhenti?!" Ujar Gladys pilu.
"Bersabar dan teruslah berdoa." Ujar Arga.
Setelah beberapa waktu lamanya Arga dan Gladys meringkuk di teras sebuah toko yang sudah tutup, dengan rasa menggigil disekujur tubuh mereka. Badaipun kini telah mereda.
"Gladys, ayo kita pulang. Badai telah mereda." Gladys yang masih setia memejamkan mata seraya merangkul tubuh besar Arga menoleh ke arah luar.
"Ah, benar. Mari kita pulang saja, Pak."
Arga membantu Gladys yang kesulitan untuk berdiri, kemudian memapah Gladys ke jalanan yang telah kacau-balau. Untungnya tidak ada pohon yang tumbang dan menimpa kendaraan yang tengah ambruk dan tergeletak begitu saja di jalanan.
Arga mencari keberadaan mobilnya karena ia tadi sempat berlarian saat mencari tempat berteduh bersama Gladys hingga meninggalkan kendaraan beroda empat itu teronggok di jalanan.
"Sebaiknya kita pulang ke rumah ku saja yang tak jauh dari tempat ini." Ujar Arga dengan suara yang menggigil pula.
Gladys yang juga menggigil di sekujur tubuhnya hanya bisa menganggukkan kepalanya saja, kemudian menuruti Arga tanpa protes. Yang wanita itu pikirkan saat ini adalah keselamatan mereka saja.
Jakarta masih dilanda hujan, untungnya badai telah berlalu. Lampu untuk penerangan jalan banyak yang mati karena kabel terputus. Jalanan malam ini sangat gelap gulita sehingga menambah kesunyian. Untungnya lampu mobil tidak terjadi masalah apapun sehingga mereka bisa melalui perjalanan singkat ke rumah Arga dengan selamat.
Hujan masih turun dengan deras saat mobil tiba di pekarangan rumah mewah sang produser taman itu. Untungnya mobil Arga langsung masuk ke dalam garasi, dan dalam garasi itu ada pintu samping yang menghubungkan sisi samping rumah Arga, sehingga mereka tak harus basah kuyup hujan-hujanan lagi saat masuk ke dalam rumah.
"Masuklah, Gladys!" Ujar Arga.
Pria itu terus merangkul tubuh Gladys yang gemetaran. Rumah Arga telah terlihat sunyi dan gelap, menandakan semua penghuni rumah sudah terlelap, termasuk sang putri, ibu Arga, serta para Art-nya.
Arga membawa Gladys menuju kamar tamu yang berada di sisi lain rumah megah itu.
"Mari masuk." Ajak Arga saat pintu salah satu ruangan terbuka. Ia menekan saklar lampu, seketika ruangan berukuran cukup besar terlihat jelas dihadapannya. Ada sebuah ranjang berukuran king size, sebuah lemari besar, sofa panjang, serta kamar mandi. Gladys terdiam saat memasuki ruangan yang cukup rapih itu. Arga terlihat berjalan ke arah almari kemudian membukanya. Ia mengambil handuk serta bathrobe.
"Pakailah ini dan bersihkanlah dirimu dulu sebelum beristirahat. Itu kamar mandinya." Ujar Arga seraya memberikan handuk serta bathrob pada Gladys. Galdys pun mematuhi Arga kemudian menuju ke kamar mandi.
Arga keluar dari kamar tamu itu kemudian menuju ke kamarnya di lantai atas. Hanya terdapat dua lantai saja di rumahnya, akan tetapi area rumah Arga memang sangat luas dengan mengambil tema klasik modern.
Setelah Arga selesai membersihkan dirinya dan berganti pakaian rumahan yang bersih di ruang pakaian. Saat ini ia menuju lemari pakaian yang khusus menyimpan pakaian-pakaian mendiang istrinya yang telah tiada 10 tahun yang lalu akibat pendarahan pasca melahirkan putri cantik mereka yang bernama Nora Silvana Wirawan. Sudah sangat lama sekali dari terakhir kali Arga membuka lemari itu. Bukan sebab apa-apa ia tidak membuka lemari itu, hanya saja ia ingin menghilangkan rasa sedih yang berkepanjangan saat melihat kembali barang-barang milik mendiang sang istri tercintanya. Ia saat ini harus fokus dengan masa depannya serta putri semata wayangnya. Ia berjanji akan menata hatinya kembali untuk melanjutkan hidup dan tidak lagi terpuruk dalam kesedihannya lagi.
Arga menarik nafas panjang dan menyiapkan mentalnya sebelum membuka pintu lemari besar itu.
Ceklek... Kreertt...
Pintu lemari pun terbuka. Arga sejenak terpaku memandang jajaran pakaian yang berbaris rapih, selayaknya barang-barang itu masih dipergunakan hingga saat ini. Arga memang menjadwalkan sang Art untuk selalu merawat semua barang-barang peninggalan sang istri termasuk pakaian-pakaian nya. Ia ingin menjadikan semua itu sebagai kenang-kenangan indah dari mending istri tercinta, untuk ia kenang seumur hidupnya. Maka dari itu ia memutuskan untuk tidak menikah lagi agar kenangan mendiang sang istri tetap melekat di hatinya.
Dalam keadaan yang darurat ini akhirnya ia memutuskan untuk meminjamkan salah satu pakaian mendiang sang istri untuk Gladys kenakan karena pakaian wanita itu basah dan segera harus diganti dengan pakaian yang kering agar tak terkena flu. Ia mengambil salah satu gaun tidur yang sesuai dengan gaya berpakaian Gladys. Terlihat penampakan dress dengan panjang sebawah lutut dan tali satu di kedua bahunya. Gaun ini termasuk kesukaan mendiang sang istri pada masa itu.
Setelah mengambil gaun milik mending sang istri, Arga menuju kamar tamu yang Gladys tempati saat ini. Tanpa mengetuk terlebih dahulu tiba-tiba saja Arga masuk ke dalam kamar itu.
Betapa terkejutnya Gladys saat melihat sosok Arga yang tiba-tiba saja masuk saat dirinya sedang mengenakan bathrobe. Untung saja ia masih mengenakan handuk saat itu.
,,,